Jakarta (ANTARA News) - Komisioner Komisi Yudisial bidang Rekrutmen Hakim, Taufiqurrahman Syahuri menyambut gembira dikabulkannya pengujian Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung dan Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial karena akan memperingan kerjanya.

"Putusan ini memperingan kerja kami, terutama dalam menyeleksi dan mencari calon hakim agung yang dibutuhkan MA," kata Taufiq, di Jakarta, Kamis.

Dia mengungkapkan pihaknya mengakui kesulitan mencari tiga kali lipat calon untuk setiap lowongan yang dibutuhkan.

"Kami yakin dengan adanya putusan ini kami bisa memenuhi setiap kebutuhan hakim agung yang diminta MA. Karena hanya satu calon yang diajukan ke DPR untuk setiap lowongan yang ada, berbeda dengan sebelumnya butuh tiga calon," katanya.

Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung dan Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, sehinga DPR tidak lagi melakukan seleksi calon hakim agung yang diusulkan oleh Komisi Yudisial, tetapi hanya menyetujuinya.

"Kata dipilih dalam Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3) UU Mahkamah Agung bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai disetujui," kata Ketua Majelis Hakim Hamdan Zoelva, saat membacakan amar putusan di Jakarta, Kamis.

MK juga menyatakan kata "Pemilihan" dalam Pasal 8 ayat (4) UU MA bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai "persetujuan".

Hamdan juga mengatakan MK menyatakan frasa "tiga nama calon" dalam Pasal 8 ayat (3) UU MA bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai "satu nama calon".

Dengan demikian bunyi Pasal 8 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) UU MA selengkapnya menjadi: ayat (2) "Calon hakim agung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat dari nama calon yang diusulkan oleh Komisi Yudisial.(*)