Menteri KKP: Pelaku illegal fishing Run Seng libatkan WNI
3 Juni 2024 07:33 WIB
Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono usai meninjau kapal ikan asing (KIA) Run Zeng di Kota Tual, Maluku, Minggu (3/6/2024). ANTARA/Maria Cicilia Galuh.
Tual, Maluku (ANTARA) - Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono menyebut, beberapa pelaku penangkapan ikan ilegal atau illegal fishing yang menggunakan kapal ikan asing (KIA) Run Zeng berasal dari Indonesia.
"Yang saya enggak sangka, sebetulnya illegal fishing ini bekerja sama dengan beberapa pelaku, dan beberapa pelaku yang ada di Indonesia, Khususnya di wilayah Pantura Jawa itu," ujar Trenggono dikutip di Tual, Maluku, Senin.
Trenggono menyampaikan, beberapa anak buah kapal (ABK) yang bekerja pada di kapal Run Zeng merupakan warga negara Indonesia (WNI) yang melakukan perekrutan dari daerah Pekalongan, Jawa Tengah dan Lampung.
Para ABK tersebut diiming-iming gaji mulai dari Rp10 juta hingga Rp15 juta per bulan. Namun, berdasarkan penuturan ABK yang tertangkap, para awak tersebut belum mendapatkan imbalannya.
"Mereka bekerja saja, Jadi mereka bekerja dijanjikan gaji 10-15 juta setiap bulan, nah itu tertarik. Jadi saya kira ini juga ada perbudakan juga," kata Trenggono.
Lebih lanjut, para pelaku penangkapan ikan ilegal sebenarnya berasal dari China. Namun, menggunakan bendera Rusia untuk kapalnya.
Baca juga: DFW dukung upaya KKP tangkap KIA yang lakukan kejahatan perikanan
Selain itu, para pelaku juga bekerja sama dengan warga negara Indonesia (WNI) untuk pengisian bahan bakar minyak (BBM) hingga bongkar muat ikan di tengah laut.
"Yang saya sedih, terus terang saja ini kerja sama dengan pelaku-pelaku yang ada di Indonesia. Ini yang saya sedih," ucapnya.
Ulah dari penangkapan ikan ilegal ini, disebut Trenggono menyebabkan kerugian ekosistem. Terdapat 140 ton ikan yang ditangkap dengan cara-cara brutal seperti menggunakan troll, yang sudah jelas dilarang.
"Dengan troll seperti ini, habis biota kelautan kita. Tidak hanya ikannya saja, tapi seluruh biota yang ada di lautan ini," kata Trenggono.
Baca juga: KKP mengecam kasus perbudakan WNI di atas kapal ikan asing ilegal
"Yang saya enggak sangka, sebetulnya illegal fishing ini bekerja sama dengan beberapa pelaku, dan beberapa pelaku yang ada di Indonesia, Khususnya di wilayah Pantura Jawa itu," ujar Trenggono dikutip di Tual, Maluku, Senin.
Trenggono menyampaikan, beberapa anak buah kapal (ABK) yang bekerja pada di kapal Run Zeng merupakan warga negara Indonesia (WNI) yang melakukan perekrutan dari daerah Pekalongan, Jawa Tengah dan Lampung.
Para ABK tersebut diiming-iming gaji mulai dari Rp10 juta hingga Rp15 juta per bulan. Namun, berdasarkan penuturan ABK yang tertangkap, para awak tersebut belum mendapatkan imbalannya.
"Mereka bekerja saja, Jadi mereka bekerja dijanjikan gaji 10-15 juta setiap bulan, nah itu tertarik. Jadi saya kira ini juga ada perbudakan juga," kata Trenggono.
Lebih lanjut, para pelaku penangkapan ikan ilegal sebenarnya berasal dari China. Namun, menggunakan bendera Rusia untuk kapalnya.
Baca juga: DFW dukung upaya KKP tangkap KIA yang lakukan kejahatan perikanan
Selain itu, para pelaku juga bekerja sama dengan warga negara Indonesia (WNI) untuk pengisian bahan bakar minyak (BBM) hingga bongkar muat ikan di tengah laut.
"Yang saya sedih, terus terang saja ini kerja sama dengan pelaku-pelaku yang ada di Indonesia. Ini yang saya sedih," ucapnya.
Ulah dari penangkapan ikan ilegal ini, disebut Trenggono menyebabkan kerugian ekosistem. Terdapat 140 ton ikan yang ditangkap dengan cara-cara brutal seperti menggunakan troll, yang sudah jelas dilarang.
"Dengan troll seperti ini, habis biota kelautan kita. Tidak hanya ikannya saja, tapi seluruh biota yang ada di lautan ini," kata Trenggono.
Baca juga: KKP mengecam kasus perbudakan WNI di atas kapal ikan asing ilegal
Pewarta: Maria Cicilia Galuh Prayudhia
Editor: Evi Ratnawati
Copyright © ANTARA 2024
Tags: