Di persidangan Machfud Suroso bantah minta tolong Anas
9 Januari 2014 21:19 WIB
Machfud Suroso Diperiksa. Dirut PT Dutasari Citralaras, Machfud Suroso usai diperiksa di Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta Selatan, Senin (19/11). Machfud diperiksa terkait pengusutan kasus korupsi pembangunan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di bukit Hambalang, Bogor, Jawa Barat. (FOTO ANTARA/Fanny Octavianus) ()
Jakarta (ANTARA News) - Direktur Utama PT Dutasari Citralaras Machfud Suroso membantah meminta tolong mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum agar memerintahkan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M. Nazaruddin mundur dari proyek pembangunan Hambalang.
"Tidak benar itu," kata Machfud Suroso dalam sidang pemeriksaan saksi untuk terdakwa mantan Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen dalam proyek Hambalang Deddy Kusdinar di pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis.
Dalam surat dakwaan Deddy, disebutkan bahwa Kepala Divisi Konstruksi Jakarta I PT Adhi Karya Teuku Bagus Mokhamad Noor meminta tolong kepada Machfud Suroso yang punya kedekatan dengan istri Anas, Attiyah Laila, dan juga pernah menjadi pemilik PT Dutasari Citralaras agar Nazaruddin mundur dari proyek Hambalang.
Dalam dakwaan Deddy, disebutkan bahwa saat acara buka puasa bersama di rumah Anas, Machfud melakukan pertemuan dengan Anas dan Nazaruddin.
Saat itu Anas menyampaikan kepada Nazaruddin agar mundur dan tidak mengambil proyek kontruksi pembanguan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional (P3SON) Hambalang. Hasilnya, Nazaruddin memang mundur dari Hambalang.
"Apakah pernah Nazaruddin meminta untuk mengembalikan uang Rp10 miliar?" tanya jaksa penuntut umum KPK Kiky Ahmad Yani.
"Tidak pernah," jawab Machfud.
Padahal berdasarkan dakwaan, perusahaan milik Nazaruddin, Permai Grup, sudah mengeluarkan banyak uang antara lain untuk mengurus sertifikat tanah Hambalang dengan meminta tolong angota Komisi II Ignatius Mulyono ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) serta mengeluarkan uang 550.000 dolar AS yang diserahkan kepada adik Andi Mallarangeng yaitu Choel Mallarangeng.
Machfud yang juga sudah menjadi tersangka dalam kasus ini mengatakan bahwa perusahaannya adalah hanya subkontraktor untuk pekerjaan "mechanical electrical".
"Kami menjadi vendor PT Adhi Karya sejak 1994, dan murni bisnis jadi tidak mengerti asal-muasal Hambalang," tambah Machfud.
Machfud Suroso dalam surat dakwaan disebut mendapatkan Rp18,8 miliar dari proyek tersebut.
"Kenapa kalau pekerjaan Hambalang dimulai sejak 2011 tapi sejak Desember 2010 mendapat pembayaran?" tanya jaksa.
"Karena sudah selayaknya setiap kontrak di mana saja dapat uang muka, saya mendapat uang muka sebesar 20 persen yang digunakan untuk pembayaran uang muka material utama impor," jawab Machfud.
Namun menurut Machfud, dalam proyek Hambalang ia merugi hingga Rp47 miliar karena baru dibayarkan sebesar 43 persen bahkan kurang bayar Rp9 miliar dari total nilai kontrak seharusnya yaitu Rp295 miliar.
Dalam perkara ini, Deddy sebagai PPK disangkakan mendapatkan uang Rp1,4 miliar dari total anggaran Rp2,5 triliun. Uang juga mengalir ke pihak-pihak lain antara lain mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng sebesar Rp4 miliar dan 550 ribu dolar AS, Sekretaris Kemenpora Wafid Muharam mendapatkan Rp6,55 miliar, mantan ketua umum Anas Urbaningrum mendapatkan Rp2,21 miliar.
Deddy Kusdinar didakwakan Pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 jo pasal 18 Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah pada UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat ke (1) ke-1 KUHP dengan ancaman penjara maksimal 20 tahun dengan denda Rp1 miliar. (D017/I007)
"Tidak benar itu," kata Machfud Suroso dalam sidang pemeriksaan saksi untuk terdakwa mantan Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen dalam proyek Hambalang Deddy Kusdinar di pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis.
Dalam surat dakwaan Deddy, disebutkan bahwa Kepala Divisi Konstruksi Jakarta I PT Adhi Karya Teuku Bagus Mokhamad Noor meminta tolong kepada Machfud Suroso yang punya kedekatan dengan istri Anas, Attiyah Laila, dan juga pernah menjadi pemilik PT Dutasari Citralaras agar Nazaruddin mundur dari proyek Hambalang.
Dalam dakwaan Deddy, disebutkan bahwa saat acara buka puasa bersama di rumah Anas, Machfud melakukan pertemuan dengan Anas dan Nazaruddin.
Saat itu Anas menyampaikan kepada Nazaruddin agar mundur dan tidak mengambil proyek kontruksi pembanguan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional (P3SON) Hambalang. Hasilnya, Nazaruddin memang mundur dari Hambalang.
"Apakah pernah Nazaruddin meminta untuk mengembalikan uang Rp10 miliar?" tanya jaksa penuntut umum KPK Kiky Ahmad Yani.
"Tidak pernah," jawab Machfud.
Padahal berdasarkan dakwaan, perusahaan milik Nazaruddin, Permai Grup, sudah mengeluarkan banyak uang antara lain untuk mengurus sertifikat tanah Hambalang dengan meminta tolong angota Komisi II Ignatius Mulyono ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) serta mengeluarkan uang 550.000 dolar AS yang diserahkan kepada adik Andi Mallarangeng yaitu Choel Mallarangeng.
Machfud yang juga sudah menjadi tersangka dalam kasus ini mengatakan bahwa perusahaannya adalah hanya subkontraktor untuk pekerjaan "mechanical electrical".
"Kami menjadi vendor PT Adhi Karya sejak 1994, dan murni bisnis jadi tidak mengerti asal-muasal Hambalang," tambah Machfud.
Machfud Suroso dalam surat dakwaan disebut mendapatkan Rp18,8 miliar dari proyek tersebut.
"Kenapa kalau pekerjaan Hambalang dimulai sejak 2011 tapi sejak Desember 2010 mendapat pembayaran?" tanya jaksa.
"Karena sudah selayaknya setiap kontrak di mana saja dapat uang muka, saya mendapat uang muka sebesar 20 persen yang digunakan untuk pembayaran uang muka material utama impor," jawab Machfud.
Namun menurut Machfud, dalam proyek Hambalang ia merugi hingga Rp47 miliar karena baru dibayarkan sebesar 43 persen bahkan kurang bayar Rp9 miliar dari total nilai kontrak seharusnya yaitu Rp295 miliar.
Dalam perkara ini, Deddy sebagai PPK disangkakan mendapatkan uang Rp1,4 miliar dari total anggaran Rp2,5 triliun. Uang juga mengalir ke pihak-pihak lain antara lain mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng sebesar Rp4 miliar dan 550 ribu dolar AS, Sekretaris Kemenpora Wafid Muharam mendapatkan Rp6,55 miliar, mantan ketua umum Anas Urbaningrum mendapatkan Rp2,21 miliar.
Deddy Kusdinar didakwakan Pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 jo pasal 18 Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah pada UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat ke (1) ke-1 KUHP dengan ancaman penjara maksimal 20 tahun dengan denda Rp1 miliar. (D017/I007)
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014
Tags: