Jakarta (ANTARA) - Pimpinan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengungkapkan adanya potensi bahaya bencana banjir lahar dingin Gunung Ibu di Halmahera Barat, Maluku Utara yang belum lama ini mengalami erupsi.

Pernyataan itu diungkapkan Kepala BNPB Suharyanto dalam rapat koordinasi terkait penanganan darurat dampak erupsi Gunung Ibu di Kantor Bupati Halmahera Barat, Jumat (31/5).

Menurut dia, potensi bahaya bencana tersebut terdeteksi berdasarkan hasil analisis dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dan Badan Geologi Kementerian Energi, Sumber Daya Mineral (ESDM) yang dilaporkan kepada BNPB.

Dalam laporannya, hasil analisa tim ahli BMKG mendapati adanya fenomena atmosfer berupa aktivitas ekuatorial rossby yang dapat mempengaruhi dalam beberapa hari ke depan wilayah Maluku Utara berpotensi dilanda hujan berintensitas sedang-lebat.

Secara teori guyuran hujan tersebut berpeluang menggugurkan sisa material berupa pasir dan bebatuan dari aktivitas vulkanik yang mengendap di bagian puncak/lereng Gunung Ibu ke wilayah lembahan.

Baca juga: Satgas sediakan kebutuhan makanan pengungsi erupsi Gunung Ibu

Baca juga: Tanggap darurat penanganan erupsi Gunung Ibu diperpanjang


Kondisi demikian itu yang harus diwaspadai oleh semua pihak terlebih karena menurutnya, berdasarkan laporan sementara dari tim Badan Geologi Kementerian ESDM didapati ada 13 titik rawan aliran lahar Gunung Ibu mengarah ke beberapa permukiman warga.

"Tim ahli siap dikirim untuk mempertajam kajian risiko. Jika memang terdapat penumpukan material sisa erupsi maka harus segera dibersihkan karena itu berbahaya," ujarnya.

Kepala BNPB menekankan harapannya potensi bahaya tersebut harus juga menjadi atensi serius bagi warga masyarakat yang bermukim dekat dengan Gunung Ibu; dalam kondisi demikian harus menaati apa yang diarahkan oleh pemerintah.

Pasalnya dia tidak menginginkan dampak bencana banjir lahar dingin Gunung Marapi di Sumatera Barat pada 11 Mei 2024 terulang kembali di Halmahera Barat ini.

Banjir lahar dingin Gunung Marapi yang melanda empat kabupaten/kota di Sumatera Barat tersebut menimbulkan dampak kerusakan dan korban jiwa yang besar. BNPB mencatat sebanyak 62 orang meninggal dunia, 10 orang masih dinyatakan hilang hingga saat ini.

"Kita jangan pula over estimate, tetapi ini harus. Hasil kajian dan analisa lapangan nantinya dapat digunakan sebagai langkah mitigasi dan kesiapsiagaan karena keselamatan masyarakat adalah hukum yang tertinggi,” kata dia.