Legislator desak penerapan UU Minerba tepat waktu
8 Januari 2014 19:22 WIB
Seorang pekerja terlihat di dalam satu lokasi pertambangan.(FOTO ANTARA/REUTERS/Carlos Garcia Rawlins/Files/ox/11.)
Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi VII DPR RI Bobby Adhityo Rizaldi mendesak penerapan hilirisasi dan larangan ekspor mineral mentah sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara harus tepat waktu.
"Penerapan kebijakan hilirisasi itu harus dijalankan sesuai dengan UU yang telah diterapkan. Tidak perlu ditunda," kata Bobby Adhityo Rizaldi di Jakarta, Rabu.
Menurut Bobby, pada dasarnya penerapan aturan itu akan berdampak positif pada peningkatan kinerja industri pertambangan nasional secara keseluruhan.
Selain itu, ujar dia, juga akan meningkatkan nilai tambah ekspor nasional, mengurangi defisit perdagangan yang semakin parah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Ia berpendapat bahwa pro dan kontra terkait dengan kebijakan yang dikeluarkan adalah hal biasa dan pemerintah diminta tidak peru takut akan ancaman perusahaan yang akan melakukan PHK besar-besaran.
"Sebab, kalau smelter-smelter selesai dibangun, efeknya untuk sektor ketenagakerjaan akan bertambah besar. Bukan penggangguran yang muncul, melainkan pembukaan lapangan pekerjaan baru," ucap politisi Partai Golkar tersebut.
Bobby juga mengatakan, pemerintah harus bersikap tegas terhadap perusahaan-perusahaan yang tidak mematuhi peraturan itu, salah satunya dengan mencabut izin usaha pertambangannya. Hal itu karena perusahaan-perusahaan tersebut sebenarnya telah diberikan waktu untuk melakukan penyesuaian.
Ia mengakui bahwa setelah penerapan aturan itu, Indonesia memang akan merasakan "demam-demam" karena menurunnya pendapatan nilai ekspor komoditas mineral mentah.
"Biasa, seperti setelah divaksin, badan akan demam sementara. Tapi setelah itu akan sehat jangka panjangnya," katanya.
Untuk itu, Bobby mengutarakan harapannya agar pemerintah dalam merevisi Peraturan Pemerintah No 23 Tahun 2010, isinya bisa sejalan dengan semangat UU No 4/2009 tentang Minerba.
"Bukannya melegitimasi penundaan pembangunan smelter atau proses tambah nilai, dengan alasan apapun," ujarnya.
Sebelumnya, Peraturan Pemerintah yang merupakan turunan UU No 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara terkait larangan ekspor bahan mineral mentah dinilai merupakan hal penting untuk renegosiasi izin pertambangan.
Sebagaimana diberitakan, Menteri ESDM Jero Wacik memastikan penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) untuk mendukung implementasi UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba, akan mengatur ketentuan bagi perusahaan yang telah melakukan hilirisasi.
"Bagi perusahaan yang sudah melakukan pengolahan dan pemurnian akan diatur lebih lanjut dalam PP yang baru," kata Jero di Jakarta, Jumat (27/12).
Ia menjelaskan penerbitan PP tersebut dilakukan sebelum 12 Januari 2014 atau masa berlakunya UU Minerba untuk melarang ekspor bahan mineral mentah, secara efektif.(*)
"Penerapan kebijakan hilirisasi itu harus dijalankan sesuai dengan UU yang telah diterapkan. Tidak perlu ditunda," kata Bobby Adhityo Rizaldi di Jakarta, Rabu.
Menurut Bobby, pada dasarnya penerapan aturan itu akan berdampak positif pada peningkatan kinerja industri pertambangan nasional secara keseluruhan.
Selain itu, ujar dia, juga akan meningkatkan nilai tambah ekspor nasional, mengurangi defisit perdagangan yang semakin parah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Ia berpendapat bahwa pro dan kontra terkait dengan kebijakan yang dikeluarkan adalah hal biasa dan pemerintah diminta tidak peru takut akan ancaman perusahaan yang akan melakukan PHK besar-besaran.
"Sebab, kalau smelter-smelter selesai dibangun, efeknya untuk sektor ketenagakerjaan akan bertambah besar. Bukan penggangguran yang muncul, melainkan pembukaan lapangan pekerjaan baru," ucap politisi Partai Golkar tersebut.
Bobby juga mengatakan, pemerintah harus bersikap tegas terhadap perusahaan-perusahaan yang tidak mematuhi peraturan itu, salah satunya dengan mencabut izin usaha pertambangannya. Hal itu karena perusahaan-perusahaan tersebut sebenarnya telah diberikan waktu untuk melakukan penyesuaian.
Ia mengakui bahwa setelah penerapan aturan itu, Indonesia memang akan merasakan "demam-demam" karena menurunnya pendapatan nilai ekspor komoditas mineral mentah.
"Biasa, seperti setelah divaksin, badan akan demam sementara. Tapi setelah itu akan sehat jangka panjangnya," katanya.
Untuk itu, Bobby mengutarakan harapannya agar pemerintah dalam merevisi Peraturan Pemerintah No 23 Tahun 2010, isinya bisa sejalan dengan semangat UU No 4/2009 tentang Minerba.
"Bukannya melegitimasi penundaan pembangunan smelter atau proses tambah nilai, dengan alasan apapun," ujarnya.
Sebelumnya, Peraturan Pemerintah yang merupakan turunan UU No 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara terkait larangan ekspor bahan mineral mentah dinilai merupakan hal penting untuk renegosiasi izin pertambangan.
Sebagaimana diberitakan, Menteri ESDM Jero Wacik memastikan penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) untuk mendukung implementasi UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba, akan mengatur ketentuan bagi perusahaan yang telah melakukan hilirisasi.
"Bagi perusahaan yang sudah melakukan pengolahan dan pemurnian akan diatur lebih lanjut dalam PP yang baru," kata Jero di Jakarta, Jumat (27/12).
Ia menjelaskan penerbitan PP tersebut dilakukan sebelum 12 Januari 2014 atau masa berlakunya UU Minerba untuk melarang ekspor bahan mineral mentah, secara efektif.(*)
Pewarta: Muhammad Razi Rahman
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014
Tags: