Palangka Raya (ANTARA) - Senator asal Kalimantan Tengah (Kalteng) Agustin Teras Narang mengingatkan sekaligus meminta kepada Pemerintah Pusat dan DPR RI bersama DPD RI, merespon secara serius kegelisahan dan suara publik atas lahir dan dampak kebijakan Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera. Respon serius itu diperlukan karena Tapera yang merupakan suatu program ditujukan untuk memfasilitasi pembiayaan dan pengadaan rumah layak huni bagi masyarakat semakin ramai diperbincangkan, kata Teras Narang saat dihubungi dari Palangka Raya, Jumat.

"Perlu juga dirumuskan langkah politik terbaik dengan sementara menunda, atau bahkan menghentikan kebijakan ini untuk dievaluasi secara arif dan bijaksana," tambahnya.

Baca juga: PUPR: Tapera dirancang atasi backlog perumahan lewat KPR terjangkau
Berdasarkan informasi yang diterima anggota DPD RI itu, saat ini pekerja setidaknya menghadapi beberapa potongan. Misal, Pph 21 yang merupakan pajak penghasilan dengan potongan sebesar 5-35 persen sesuai penghasilan pekerja. Berikutnya adalah potongan 5 persen untuk BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan Jaminan Hari Tua dengan potongan 2 persen ditanggung pekerja.

Selain itu, BPJS Ketenagakerjaan Jaminan Pensiun dengan potongan 1 persen, ditanggung pekerja, hingga Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian yang masing-masing dipotong sebesar 0,24% dan 0,3 persen. Khusus PNS/ASN dan TNI/POLRI pada 2021 sudah masuk dalam program Tapera.

Baca juga: Moeldoko: Tapera merespons persoalan "backlog" 9,9 juta penduduk RI
"Apabila seorang pekerja mesti menghadapi sebagian besar atau seluruh potongan di atas, maka bisa dibayangkan bagaimana situasi yang mesti mereka hadapi dalam mencapai kesejahteraan," kata Teras Narang.

Mantan Gubernur Kalimantan Tengah periode 2005-2010 dan 2019-2015 itu menyebut, Saat ini di tengah maraknya pemberitaan negatif tentang kasus penyelenggaraan perlindungan sosial asuransi seperti ASABRI dan Jiwasraya hingga isu korupsi lainnya, sikap masyarakat cenderung skeptis.

Baca juga: Pemerintah sebut dana Tapera tak digunakan untuk belanja APBN
Untuk itu, dirinya berharap pemerintah tidak menambah beban publik dengan kebijakan-kebijakan yang tidak dapat tersampaikan dengan baik, dan memang berdampak tidak baik. Apalagi pasca Pemilu 2024 dan menjelang Pilkada 2024, masyarakat butuh suasana kondusif.

"Jangan sampai residu Pemilu 2024 belum terurai, masyarakat lalu kembali menjadi ramai karena pemerintah dinilai abai. Kalau ini terjadi, maka kebijakan ini bisa jadi bumerang bagi pemerintah itu sendiri," demikian Teras Narang.

Baca juga: Kemnaker pastikan pemotongan upah untuk Tapera tak langsung berlaku
Baca juga: Apindo - KSBSI sepakat minta pemerintah kaji kembali iuran Tapera