The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII), menyatakan keikutsertaan masyarakat dalam proses pengawasan kampanye pemilihan umum (Pemilu) lalu yang menjadi catatan baik, sehingga perlu dilanjutkan dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (pilkada) bulan November 2024.
Manajer Riset dan Program The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII), Arfianto Purbolaksono menilai kampanye di media sosial masih menjadi celah pelanggaran yang berpotensi dilakukan oleh peserta pemilu.
Di sisi lain, dia menilai Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 15 tahun 2023 tentang kampanye pemilu masih kurang jelas mengatur hal itu.
"Kerap kali pelaporan yang dilakukan oleh masyarakat belum dapat ditindaklanjuti oleh Bawaslu karena permasalahan tidak cukupnya syarat formil dan materiil," kata Arfianto dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Jumat.
Baca juga: Bawaslu perlu partisipasi masyarakat dalam pengawasan pemilu-pilkada
Dia mengatakan ada beberapa rekomendasi dari pihaknya untuk penyelenggaraan pilkada 2024. Dia mendorong KPU dan Bawaslu melakukan revisi terhadap aturan kampanye, misalnya dengan memperjelas pasal yang mengatur kegiatan seperti bazar, pasar murah atau kegiatan sejenis lainnya.
Yang perlu diperjelas, menurut dia, adalah terkait penggunaan kampanye dengan media sosial. Dia mengatakan hal itu diperlukan guna merespons laporan Bawaslu yang menyatakan banyaknya pelanggaran dilakukan di media sosial.
Setelah itu, dia pun mendorong KPU dan Bawaslu lebih masif melakukan sosialisasi kepada peserta pemilu, khususnya ke depan pada agenda pilkada 2024. Namun sebelumnya, dia mengimbau KPU dan Bawaslu perlu untuk memperkuat sosialisasi kepada perangkat internal di tiap tingkatan.
"Hal ini penting agar adanya kesamaan persepsi di organisasi pelaksana aturan dan pelaksana pengawasan. Selain itu, KPU dan Bawaslu juga perlu memperkuat sosialisasi kepada partai politik dan calon kepala daerah pada pilkada 2024," katanya.
Khusus Bawaslu, menurut dia, perlu penegakan hukum perlu dimaksimalkan jika terjadi pelanggaran pada pilkada 2024. Sebagai organisasi pengawas, menurut dia, Bawaslu harus mampu memberikan sanksi jika ada peserta Pemilu yang melanggar batasan dalam kampanye yang dilakukan oleh peserta pilkada.
"Diharapkan sanksi yang dijatuhkan bersifat administratif diterapkan dengan tegas, sehingga dapat memberikan efek jera kepada peserta yang melanggar," katanya.
Untuk itu, dia juga tetap mendorong penguatan masyarakat sipil untuk bersama-sama mengawasi kampanye dalam pilkada 2024. Penguatan masyarakat sipil dalam pengawasan masa kampanye menurut dia, dapat dilakukan bersama Bawaslu dengan cara membuat pedoman bersama.
"Hal ini penting dilakukan agar dapat diaplikasikan dalam rangka membantu Bawaslu dalam hal pengawasan," kata dia.
Manajer Riset dan Program The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII), Arfianto Purbolaksono menilai kampanye di media sosial masih menjadi celah pelanggaran yang berpotensi dilakukan oleh peserta pemilu.
Di sisi lain, dia menilai Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 15 tahun 2023 tentang kampanye pemilu masih kurang jelas mengatur hal itu.
"Kerap kali pelaporan yang dilakukan oleh masyarakat belum dapat ditindaklanjuti oleh Bawaslu karena permasalahan tidak cukupnya syarat formil dan materiil," kata Arfianto dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Jumat.
Baca juga: Bawaslu perlu partisipasi masyarakat dalam pengawasan pemilu-pilkada
Dia mengatakan ada beberapa rekomendasi dari pihaknya untuk penyelenggaraan pilkada 2024. Dia mendorong KPU dan Bawaslu melakukan revisi terhadap aturan kampanye, misalnya dengan memperjelas pasal yang mengatur kegiatan seperti bazar, pasar murah atau kegiatan sejenis lainnya.
Yang perlu diperjelas, menurut dia, adalah terkait penggunaan kampanye dengan media sosial. Dia mengatakan hal itu diperlukan guna merespons laporan Bawaslu yang menyatakan banyaknya pelanggaran dilakukan di media sosial.
Setelah itu, dia pun mendorong KPU dan Bawaslu lebih masif melakukan sosialisasi kepada peserta pemilu, khususnya ke depan pada agenda pilkada 2024. Namun sebelumnya, dia mengimbau KPU dan Bawaslu perlu untuk memperkuat sosialisasi kepada perangkat internal di tiap tingkatan.
"Hal ini penting agar adanya kesamaan persepsi di organisasi pelaksana aturan dan pelaksana pengawasan. Selain itu, KPU dan Bawaslu juga perlu memperkuat sosialisasi kepada partai politik dan calon kepala daerah pada pilkada 2024," katanya.
Khusus Bawaslu, menurut dia, perlu penegakan hukum perlu dimaksimalkan jika terjadi pelanggaran pada pilkada 2024. Sebagai organisasi pengawas, menurut dia, Bawaslu harus mampu memberikan sanksi jika ada peserta Pemilu yang melanggar batasan dalam kampanye yang dilakukan oleh peserta pilkada.
"Diharapkan sanksi yang dijatuhkan bersifat administratif diterapkan dengan tegas, sehingga dapat memberikan efek jera kepada peserta yang melanggar," katanya.
Untuk itu, dia juga tetap mendorong penguatan masyarakat sipil untuk bersama-sama mengawasi kampanye dalam pilkada 2024. Penguatan masyarakat sipil dalam pengawasan masa kampanye menurut dia, dapat dilakukan bersama Bawaslu dengan cara membuat pedoman bersama.
"Hal ini penting dilakukan agar dapat diaplikasikan dalam rangka membantu Bawaslu dalam hal pengawasan," kata dia.
Baca juga: Pengamat harap pengawasan untuk Pilkada 2024 dapat berjalan optimal
Baca juga: Bawaslu RI sebut bansos jadi salah satu poin pengawasan Pilkada 2024
Baca juga: Anggota DPD: Bawaslu dan KPU perlu patroli siber jelang pilkada