Upaya China kembangkan energi bersih percepat transisi hijau global
31 Mei 2024 07:58 WIB
Foto udara yang diambil dengan menggunakan drone pada 21 Mei 2024 ini memperlihatkan proyek pembangkit listrik tenaga angin di Baoying, Yangzhou, Provinsi Jiangsu, China. ANTARA/Xinhua/Li Bo
Beijing (ANTARA) - Kegigihan upaya China dalam memajukan energi bersih dan membina kerja sama global telah muncul sebagai dorongan penting yang membawa dunia menuju masa depan yang lebih hijau, demikian dikatakan para ahli dan pengusaha.
"China muncul sebagai kontributor sekaligus pemimpin yang signifikan dalam pengembangan energi bersih secara global," ujar Yang Lei, Wakil Dekan Institut Energi di Universitas Peking, dalam sebuah subforum Pameran Investasi Luar Negeri China (China Overseas Investment Fair) ke-14 belum lama ini..
Data dari Administrasi Energi Nasional (National Energy Administration) mengungkap bahwa China berkontribusi 50 persen lebih dari 510 gigawatt kapasitas energi terbarukan yang baru terpasang di seluruh dunia pada 2023. China juga memegang posisi dominan dalam produksi komponen fotovoltaik, turbin angin, dan baterai.
Bangkitnya industri energi bersih di China merupakan bukti kehebatan industri negara tersebut dan dengan jelas mewakili janji tegas China untuk mengejar pembangunan hijau dan rendah karbon.
China mengumumkan bahwa mereka akan mencapai puncak emisi karbon dioksida pada 2030 dan mencapai netralitas karbon pada 2060. Komitmen ini semakin memacu pengembangan produk-produk energi bersih.
"Kapasitas China yang kuat untuk memproduksi produk-produk energi bersih telah menurunkan biaya transisi hijau, membuka jalan bagi pengembangan energi terbarukan berskala besar secara global dan penghapusan bahan bakar fosil," ujar Yang.
Sementara itu, China berkomitmen untuk menyediakan solusi-solusi China yang terjangkau untuk transformasi energi global.
Li Fei, yang mewakili PowerChina International Group Limited, menjelaskan peran perusahaan tersebut dalam memajukan keberlanjutan sejak masuk ke pasar tenaga angin di luar negeri pada 2011.
Mengutip salah satu proyek penting mereka, yaitu Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Angin Adama 1 di Ethiopia, Li menyebutkan bahwa itu merupakan proyek pertama perusahaan tersebut yang dirancang dan dilengkapi dengan teknologi China, yang secara signifikan berkontribusi membawa energi bersih ke Afrika.
Hingga Desember lalu, perusahaan tersebut telah membangun proyek-proyek pembangkit listrik tenaga angin dan fotovoltaik di lebih dari 20 negara, dengan total kapasitas terpasang 50,4 gigawatt, yang terdiri dari 18,7 gigawatt tenaga angin dan 31,7 gigawatt fotovoltaik.
Perusahaan itu juga telah menjajaki pembangunan proyek energi hidrogen di pasar luar negeri selama beberapa tahun terakhir, kata Li, dan menyebutkan bahwa proyek tenaga angin-ke-hidrogen di Uzbekistan telah dimulai, menandai inisiatif energi hidrogen luar negeri pertama yang dikerjakan oleh perusahaan-perusahaan China.
Kisah perusahaan infrastruktur tersebut melambangkan upaya-upaya China dalam kerja sama internasional di sektor energi bersih.
China secara aktif terlibat dalam proyek-proyek infrastruktur tenaga listrik di Asia Tenggara, Asia Selatan, dan Afrika. Berbagai upaya penting meliputi proyek pembangkit listrik tenaga air Kaleta di Guinea dan proyek transmisi tenaga listrik Belo Monte di Brasil.
Selain itu, produk-produk tenaga angin dan fotovoltaik China juga telah diekspor ke lebih dari 200 negara dan kawasan, membantu mengurangi biaya produksi listrik secara global.
Sebagai praktisi yang gigih dalam meningkatkan kerja sama global, China bermitra dengan lebih dari 100 negara dalam proyek-proyek energi hijau. China juga melakukan berbagai bentuk kerja sama di bawah kerangka kerja sama hijau Sabuk dan Jalur Sutra.
Vladimir Norov, mantan sekretaris jenderal Organisasi Kerja Sama Shanghai (Shanghai Cooperation Organization/SCO), menyoroti kemajuan nyata yang dicapai oleh perusahaan-perusahaan China dalam proyek-proyek penyimpanan energi dan listrik di Uzbekistan, negara asalnya.
Pada Oktober lalu, Uzbekistan dan China menjalin kesepakatan kerja sama energi terbarukan, sebuah langkah penting untuk meningkatkan keamanan energi dan mencapai netralitas karbon.
"China sangat penting bagi Asia Tengah," ungkap Norov, "permintaan energi bersih di Asia Tengah, khususnya di Uzbekistan, sangat besar. Saya berharap perusahaan-perusahaan China akan lebih aktif berinvestasi di kawasan ini."
"China muncul sebagai kontributor sekaligus pemimpin yang signifikan dalam pengembangan energi bersih secara global," ujar Yang Lei, Wakil Dekan Institut Energi di Universitas Peking, dalam sebuah subforum Pameran Investasi Luar Negeri China (China Overseas Investment Fair) ke-14 belum lama ini..
Data dari Administrasi Energi Nasional (National Energy Administration) mengungkap bahwa China berkontribusi 50 persen lebih dari 510 gigawatt kapasitas energi terbarukan yang baru terpasang di seluruh dunia pada 2023. China juga memegang posisi dominan dalam produksi komponen fotovoltaik, turbin angin, dan baterai.
Bangkitnya industri energi bersih di China merupakan bukti kehebatan industri negara tersebut dan dengan jelas mewakili janji tegas China untuk mengejar pembangunan hijau dan rendah karbon.
China mengumumkan bahwa mereka akan mencapai puncak emisi karbon dioksida pada 2030 dan mencapai netralitas karbon pada 2060. Komitmen ini semakin memacu pengembangan produk-produk energi bersih.
"Kapasitas China yang kuat untuk memproduksi produk-produk energi bersih telah menurunkan biaya transisi hijau, membuka jalan bagi pengembangan energi terbarukan berskala besar secara global dan penghapusan bahan bakar fosil," ujar Yang.
Sementara itu, China berkomitmen untuk menyediakan solusi-solusi China yang terjangkau untuk transformasi energi global.
Li Fei, yang mewakili PowerChina International Group Limited, menjelaskan peran perusahaan tersebut dalam memajukan keberlanjutan sejak masuk ke pasar tenaga angin di luar negeri pada 2011.
Mengutip salah satu proyek penting mereka, yaitu Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Angin Adama 1 di Ethiopia, Li menyebutkan bahwa itu merupakan proyek pertama perusahaan tersebut yang dirancang dan dilengkapi dengan teknologi China, yang secara signifikan berkontribusi membawa energi bersih ke Afrika.
Hingga Desember lalu, perusahaan tersebut telah membangun proyek-proyek pembangkit listrik tenaga angin dan fotovoltaik di lebih dari 20 negara, dengan total kapasitas terpasang 50,4 gigawatt, yang terdiri dari 18,7 gigawatt tenaga angin dan 31,7 gigawatt fotovoltaik.
Perusahaan itu juga telah menjajaki pembangunan proyek energi hidrogen di pasar luar negeri selama beberapa tahun terakhir, kata Li, dan menyebutkan bahwa proyek tenaga angin-ke-hidrogen di Uzbekistan telah dimulai, menandai inisiatif energi hidrogen luar negeri pertama yang dikerjakan oleh perusahaan-perusahaan China.
Kisah perusahaan infrastruktur tersebut melambangkan upaya-upaya China dalam kerja sama internasional di sektor energi bersih.
China secara aktif terlibat dalam proyek-proyek infrastruktur tenaga listrik di Asia Tenggara, Asia Selatan, dan Afrika. Berbagai upaya penting meliputi proyek pembangkit listrik tenaga air Kaleta di Guinea dan proyek transmisi tenaga listrik Belo Monte di Brasil.
Selain itu, produk-produk tenaga angin dan fotovoltaik China juga telah diekspor ke lebih dari 200 negara dan kawasan, membantu mengurangi biaya produksi listrik secara global.
Sebagai praktisi yang gigih dalam meningkatkan kerja sama global, China bermitra dengan lebih dari 100 negara dalam proyek-proyek energi hijau. China juga melakukan berbagai bentuk kerja sama di bawah kerangka kerja sama hijau Sabuk dan Jalur Sutra.
Vladimir Norov, mantan sekretaris jenderal Organisasi Kerja Sama Shanghai (Shanghai Cooperation Organization/SCO), menyoroti kemajuan nyata yang dicapai oleh perusahaan-perusahaan China dalam proyek-proyek penyimpanan energi dan listrik di Uzbekistan, negara asalnya.
Pada Oktober lalu, Uzbekistan dan China menjalin kesepakatan kerja sama energi terbarukan, sebuah langkah penting untuk meningkatkan keamanan energi dan mencapai netralitas karbon.
"China sangat penting bagi Asia Tengah," ungkap Norov, "permintaan energi bersih di Asia Tengah, khususnya di Uzbekistan, sangat besar. Saya berharap perusahaan-perusahaan China akan lebih aktif berinvestasi di kawasan ini."
Pewarta: Xinhua
Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2024
Tags: