Wayang tradisional-modern dipamerkan di Semarang
7 Januari 2014 21:48 WIB
ilustrasi Wayang Berlapis Emas Hernot Sarwani (48 tahun), menyelesaikan kerajinan wayang berlapis emas di Bengkel Seninya, Sondakan, Solo, Jateng, Kamis (5/12). (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)
Semarang (ANTARA News) - Puluhan wayang bernuansa tradisional hingga modern yang dibuat dari berbagai macam bahan, seperti kulit, fiber, dan kardus dipamerkan di Klub Merby Semarang.
"Ada banyak sekali wayang. Kami tidak hanya memamerkan wayang kulit," kata pegiat Komplotan Bocah Wayang (Koboy) Sobokarti Semarang Kusri Handoyo saat pembukaan pameran di Semarang.
Pada pameran yang bertajuk "Pusaka Negeri" itu, terpajang apik beragam jenis wayang, mulai dari wayang kulit, golek, ukir, potehi, hingga wayang dengan "genre" baru, yakni wayang batik.
Masing-masing jenis wayang, kata Kusri yang juga penggagas pameran itu, setidaknya menyajikan tujuh hingga delapan wayang dengan masing-masing penokohan hasil kreasi para seniman muda.
Menurut Kusri, wayang-wayang yang dipamerkan tersebut memang didominasi dari kalangan seniman Sobokarti, tetapi ada pula seniman luar kota, seperti Yogyakarta yang menampilkan wayang ukir.
Dalam pameran itu, ditampilkan pula museum wayang mini yang menunjukkan proses pembuatan wayang, dimulai pembentukan desain, "tatah" (dibentuk), "sungging" (diberi warna) dan diapit (dijepit kayu).
"Alat yang dipakai untuk mengapit wayang juga dipamerkan, yakni tanduk kerbau. Kami sebenarnya ingin mengedukasi kalangan muda tentang wayang sebagai budaya bangsa yang luhur ini," katanya.
Namun, kata dia, tentu dengan "rasa" anak muda sehingga secara diharapkan bisa mengubah pola pikir masyarakat, terutama generasi muda agar mau belajar tentang wayang dan bisa mencintai budayanya.
"Tak hanya wayang, kami juga menampilkan keris. Harapan kami, masyarakat, terutama generasi muda tidak gagap lagi dengan kesenian klasik yang luhur. Paradigma anak-anak muda harus diubah," katanya.
Untuk mendukung upaya menarik minat generasi muda terhadap kesenian tradisional, yakni wayang, ditampilkan pula hasil kreasi seniman muda yang memadukan wayang dengan teknologi digital dan animasi.
"Satu lagi yang lebih kreatif, kami padu padankan wayang dengan teknologi digital. Wayang dibuat dengan desain lewat program Corel, kemudian dianimasikan. Ya, yang masih susah memang animasinya," katanya.
Selain melalui pameran, Koboy Sobokarti sebenarnya juga aktif mengedukasi wayang di kalangan siswa dengan menyasar beberapa sekolah dasar (SD). Program edukasi tersebut sudah berlangsung selama tiga bulan. (*)
"Ada banyak sekali wayang. Kami tidak hanya memamerkan wayang kulit," kata pegiat Komplotan Bocah Wayang (Koboy) Sobokarti Semarang Kusri Handoyo saat pembukaan pameran di Semarang.
Pada pameran yang bertajuk "Pusaka Negeri" itu, terpajang apik beragam jenis wayang, mulai dari wayang kulit, golek, ukir, potehi, hingga wayang dengan "genre" baru, yakni wayang batik.
Masing-masing jenis wayang, kata Kusri yang juga penggagas pameran itu, setidaknya menyajikan tujuh hingga delapan wayang dengan masing-masing penokohan hasil kreasi para seniman muda.
Menurut Kusri, wayang-wayang yang dipamerkan tersebut memang didominasi dari kalangan seniman Sobokarti, tetapi ada pula seniman luar kota, seperti Yogyakarta yang menampilkan wayang ukir.
Dalam pameran itu, ditampilkan pula museum wayang mini yang menunjukkan proses pembuatan wayang, dimulai pembentukan desain, "tatah" (dibentuk), "sungging" (diberi warna) dan diapit (dijepit kayu).
"Alat yang dipakai untuk mengapit wayang juga dipamerkan, yakni tanduk kerbau. Kami sebenarnya ingin mengedukasi kalangan muda tentang wayang sebagai budaya bangsa yang luhur ini," katanya.
Namun, kata dia, tentu dengan "rasa" anak muda sehingga secara diharapkan bisa mengubah pola pikir masyarakat, terutama generasi muda agar mau belajar tentang wayang dan bisa mencintai budayanya.
"Tak hanya wayang, kami juga menampilkan keris. Harapan kami, masyarakat, terutama generasi muda tidak gagap lagi dengan kesenian klasik yang luhur. Paradigma anak-anak muda harus diubah," katanya.
Untuk mendukung upaya menarik minat generasi muda terhadap kesenian tradisional, yakni wayang, ditampilkan pula hasil kreasi seniman muda yang memadukan wayang dengan teknologi digital dan animasi.
"Satu lagi yang lebih kreatif, kami padu padankan wayang dengan teknologi digital. Wayang dibuat dengan desain lewat program Corel, kemudian dianimasikan. Ya, yang masih susah memang animasinya," katanya.
Selain melalui pameran, Koboy Sobokarti sebenarnya juga aktif mengedukasi wayang di kalangan siswa dengan menyasar beberapa sekolah dasar (SD). Program edukasi tersebut sudah berlangsung selama tiga bulan. (*)
Pewarta: Zuhdiar laeis
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014
Tags: