Seoul (ANTARA) - Kementerian Unifikasi Korea Selatan pada Selasa mengatakan akan menyediakan dukungan pendidikan bagi anak-anak pembelot Korea Utara yang lahir di negara pihak ketiga untuk mengatasi kelemahan dalam sistem pemberian jaminan kesejahteraan.

Langkah ini merupakan bagian dari rencana dasar tiga tahunan yang keempat untuk mendukung pemukiman kembali para pembelot Korut.

Kementerian yang bertanggung jawab atas urusan antar-Korea itu telah menggelar pertemuan untuk meninjau dan menyetujui rencana 2024-2026.

"Rencana dasar tersebut mencakup langkah-langkah untuk mengatasi kekurangan pada kebijakan yang ada dan untuk lebih mendukung para pembelot Korea Utara,” kata Wakil Menteri Unifikasi Moon Seoung-hyun pada pertemuan tersebut.

Berdasarkan cetak biru tersebut, pemerintah berencana menyusun landasan hukum untuk memberikan dukungan pendidikan kepada anak-anak pembelot Korut yang lahir di negara ketiga, sebagian besar di China.

Saat ini hanya anak-anak yang lahir di Korut dan membelot ke Korea Selatan yang berhak menerima biaya pendidikan dan dukungan finansial lainnya serta mendapat kesempatan masuk khusus ke perguruan tinggi. Namun, anak-anak pembelot Korut yang lahir di luar negeri tidak termasuk dalam tunjangan tersebut.

Pada 2023, perbandingan anak-anak pembelot yang lahir di negara ketiga berjumlah 71 persen dari total siswa sekolah dasar, menengah pertama, dan menengah atas di rumah tangga pembelot Korut.

Semakin banyak pembelot Korut yang terdampar di China atau negara lain, dan tidak dapat mencapai Korsel meski telah melarikan diri dari negara asal mereka yang melakukan penindasan. Akibatnya, lebih banyak pembelot yang melahirkan anak di negara ketiga tersebut.

Kementerian Unifikasi juga berencana untuk “melegalkan” prinsip penerimaan pembelot Korut pada Majelis Nasional ke-22 mendatang.

Pada 2022, kementerian tersebut mengusulkan revisi peraturan mengenai perlindungan dan dukungan bagi para pembelot untuk pemukiman kembali mereka dalam upaya untuk mencegah pemulangan paksa para pengungsi tersebut.

Pada 2019, di bawah pemerintahan Moon Jae-in yang liberal, dua nelayan Korut dideportasi kembali negara asal di luar keinginan mereka karena mengaku membunuh 16 awak kapal sebelum ditangkap di perbatasan laut timur.

Sumber: Yonhap-OANA

Baca juga: Korut retas informasi dari komputer pengadilan Korsel
Baca juga: Korsel sebut rezim Korut akan berakhir jika gunakan senjata nuklir

Baca juga: Korut peringatkan Korsel atas dugaan 'pelanggaran' di perbatasan laut