Kabupaten Bekasi (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Bekasi, Jawa Barat melakukan pengecekan secara berkala terhadap sejumlah pangkalan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Elpiji (SPBE) untuk memastikan ketersediaan sekaligus upaya mencegah praktik kecurangan.

"Terutama gas elpiji subsidi tiga kilogram yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat," kata Kepala Bidang Pengendalian Bahan Pokok dan Penting pada Dinas Perdagangan Kabupaten Bekasi Helmi Yanti di Cikarang, Senin.

Ia mengatakan kegiatan pengecekan berkala merupakan bagian dari fungsi pengawasan rutin terpadu yang dijalankan pemerintah daerah bersama Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Kementerian Perdagangan serta petugas kepolisian.

Kegiatan tersebut sekaligus dalam rangka menindaklanjuti arahan Kementerian Perdagangan RI atas temuan pengurangan volume gas elpiji ukuran tiga kilogram di sejumlah pangkalan yang menjadi sampel inspeksi mendadak.

Dalam inspeksi mendadak itu, petugas menemukan sejumlah kecurangan pengisian gas elpiji dari volume normal tiga kilogram menjadi hanya 2,2 hingga 2,8 kilogram.

"Kita juga pernah sidak bareng sama Pak Menteri di Tambun. Alhamdulillah di Kabupaten Bekasi pada beberapa sampel aman dan tidak ada temuan. Kita juga sering melakukan itu bersama Dinas Perindustrian Jawa Barat, memang sering itu kita awasi," katanya.

Pihaknya meminta pengusaha untuk tidak menyalahgunakan ketentuan pengisian gas elpiji bersubsidi karena setiap penggunaan sumber daya alam tersebut berada di bawah pengawasan negara.

"Jangan coba-coba bermain dengan itu karena itu adalah uang rakyat yang disalurkan negara dalam bentuk subsidi. Jangan disalahgunakan karena pasti akan kita proses ke pidana kalau sampai ditemukan," ucapnya.

Dirinya juga meminta segenap pengusaha untuk mematuhi ketentuan penjualan gas elpiji bersubsidi agar tidak memberatkan masyarakat meski diakui pengawasan terhadap harga jual sulit dilakukan hingga level pengecer terbawah.

"Kalau Rp18.750 itu harga pangkalan, pemerintah masih memperbolehkan dijual ke masyarakat dengan batas maksimal 20 persen. Tapi kita kesulitan mengawasi itu, suah kita kontrol harga dari warung eceran. Yang jadi masalah harga eceran tertinggi itu ketika masih di pangkalan," kata dia.(KR-PRA).