Airlangga dorong perusahaan CNGR jajaki kerja sama R&D dengan UGM
27 Mei 2024 12:22 WIB
Chairman CNGR Deng Wei Ming (kiri) dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto (kanan) saat mengunjungi fasilitas industri terintegrasi CNGR yang berbasis di daerah Qinzhou, China (27/5/2024) (ANTARA/HO-Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian)
Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mendorong Group Perusahaan China CNGR untuk menjajaki kerja sama penelitian dan pengembangan (litbang/R&D) material untuk energi baru dengan Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (FT UGM) Yogyakarta.
Melalui kerja sama tersebut, akan dipersiapkan pendirian Metal Energy R&D Center atau Pusat Riset dan Pengembangan Material Energi.
“Diharapkan dengan adanya dukungan CNGR akan lebih fokus ke material untuk energi baru,” kata Airlangga dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Baca juga: BPS catat nilai ekspor nikel naik 45,85 persen pada April 2024
Menyambut kerja sama itu, pihak UGM akan mendorong pengembangan Engineering Research Innovation Center di UGM, yang saat ini penelitiannya lebih banyak mengenai recycling, rare earth element, dan deposit material di Indonesia.
Dalam kunjungannya ke fasilitas industri terintegrasi CNGR yang berbasis di daerah Qinzhou, China bagian Selatan, Airlangga mengecek secara langsung berbagai fasilitas industri, yaitu fasilitas teknologi Oxygen Enriched Side Blown Furnace (OESBF) untuk ketahanan cadangan mineral karena dapat mengambil cakupan nikel dengan grade yang lebih luas.
Kemudian melihat fasilitas Elektrolitik Nikel yang menggunakan teknologi ekstraksi sentrifugasi. Selanjutnya, Ia juga melihat teknologi untuk produksi prekursor bahan baku baterai lithium.
Baca juga: RI-China bahas kerja sama riset di bidang pengolahan nikel
Pada kesempatan yang sama, Chairman CNGR Deng Wei Ming mengungkapkan komitmennya untuk bekerja sama dengan universitas di Indonesia dalam pengembangan diversifikasi teknologi industri material untuk energi baru.
Sebagai perusahaan pengolahan nikel, CNGR melakukan 4 modernisasi industri yakni diversifikasi teknologi, globalisasi pengembangan, digitalisasi operasional dan membuat ekologisasi industri.
CNGR memproduksi Sintesa Prekursor Terner dan Nikel Elektrolitik. CNGR merencanakan untuk melakukan investasi sebesar Rp168,2 triliun dalam 20 tahun ke depan, dan sejak 2021 sudah melakukan investasi sebesar Rp32,1 triliun di Indonesia. CNGR sudah membangun fasilitas industri pengolahan nikel di Morowali, Morowali Utara, Weda Bay, dan Batulicin.
Baca juga: Industri penyimpanan energi baru tumbuh di tengah transisi hijau China
Saat ini CNGR mulai mengembangkan fasilitas kawasan terintegrasi di Konawe Utara yang disebut Kawasan Industri Tekno Hijau Konasara (KITHK) seluas lebih dari 5.000 hektare (Ha) yang akan dimulai pembangunannya pada kuartal keempat 2024 ini, dan akan menyerap 28 ribu tenaga kerja lokal.
Untuk menjaga keberlanjutan sumber daya alam dan ketahanan Cadangan mineral Indonesia, CNGR melakukan pengolahan biji nikel dengan inovasi teknologi OESBF (Oxygen Enriched Side Blown Furnace) yang merupakan industri pertama di dunia yang mengimplementasikan pemanfaatan bijih nikel dengan cakupan grade yang lebih luas, efisiensi energi yang meminimalisir emisi karbon, dan produksi limbah yang ramah lingkungan serta dapat dimanfaatkan oleh industri lain.
Selain itu, sebagai hasil dari sinergi dengan kebijakan hilirisasi mineral di Indonesia, CNGR telah memproduksi Elektrolitik Nikel (Nickel Cathode) dengan kemurnian 99,99 persen, dan per 23 Mei 2024 kemarin telah membawa nikel Indonesia masuk ke dalam rantai pasokan metal di LME (London Metal Exchange).
Melalui kerja sama tersebut, akan dipersiapkan pendirian Metal Energy R&D Center atau Pusat Riset dan Pengembangan Material Energi.
“Diharapkan dengan adanya dukungan CNGR akan lebih fokus ke material untuk energi baru,” kata Airlangga dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Baca juga: BPS catat nilai ekspor nikel naik 45,85 persen pada April 2024
Menyambut kerja sama itu, pihak UGM akan mendorong pengembangan Engineering Research Innovation Center di UGM, yang saat ini penelitiannya lebih banyak mengenai recycling, rare earth element, dan deposit material di Indonesia.
Dalam kunjungannya ke fasilitas industri terintegrasi CNGR yang berbasis di daerah Qinzhou, China bagian Selatan, Airlangga mengecek secara langsung berbagai fasilitas industri, yaitu fasilitas teknologi Oxygen Enriched Side Blown Furnace (OESBF) untuk ketahanan cadangan mineral karena dapat mengambil cakupan nikel dengan grade yang lebih luas.
Kemudian melihat fasilitas Elektrolitik Nikel yang menggunakan teknologi ekstraksi sentrifugasi. Selanjutnya, Ia juga melihat teknologi untuk produksi prekursor bahan baku baterai lithium.
Baca juga: RI-China bahas kerja sama riset di bidang pengolahan nikel
Pada kesempatan yang sama, Chairman CNGR Deng Wei Ming mengungkapkan komitmennya untuk bekerja sama dengan universitas di Indonesia dalam pengembangan diversifikasi teknologi industri material untuk energi baru.
Sebagai perusahaan pengolahan nikel, CNGR melakukan 4 modernisasi industri yakni diversifikasi teknologi, globalisasi pengembangan, digitalisasi operasional dan membuat ekologisasi industri.
CNGR memproduksi Sintesa Prekursor Terner dan Nikel Elektrolitik. CNGR merencanakan untuk melakukan investasi sebesar Rp168,2 triliun dalam 20 tahun ke depan, dan sejak 2021 sudah melakukan investasi sebesar Rp32,1 triliun di Indonesia. CNGR sudah membangun fasilitas industri pengolahan nikel di Morowali, Morowali Utara, Weda Bay, dan Batulicin.
Baca juga: Industri penyimpanan energi baru tumbuh di tengah transisi hijau China
Saat ini CNGR mulai mengembangkan fasilitas kawasan terintegrasi di Konawe Utara yang disebut Kawasan Industri Tekno Hijau Konasara (KITHK) seluas lebih dari 5.000 hektare (Ha) yang akan dimulai pembangunannya pada kuartal keempat 2024 ini, dan akan menyerap 28 ribu tenaga kerja lokal.
Untuk menjaga keberlanjutan sumber daya alam dan ketahanan Cadangan mineral Indonesia, CNGR melakukan pengolahan biji nikel dengan inovasi teknologi OESBF (Oxygen Enriched Side Blown Furnace) yang merupakan industri pertama di dunia yang mengimplementasikan pemanfaatan bijih nikel dengan cakupan grade yang lebih luas, efisiensi energi yang meminimalisir emisi karbon, dan produksi limbah yang ramah lingkungan serta dapat dimanfaatkan oleh industri lain.
Selain itu, sebagai hasil dari sinergi dengan kebijakan hilirisasi mineral di Indonesia, CNGR telah memproduksi Elektrolitik Nikel (Nickel Cathode) dengan kemurnian 99,99 persen, dan per 23 Mei 2024 kemarin telah membawa nikel Indonesia masuk ke dalam rantai pasokan metal di LME (London Metal Exchange).
Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2024
Tags: