Sekjen KPU siap beri keterangan dalam sidang dugaan asusila Hasyim
24 Mei 2024 22:53 WIB
Kuasa hukum pengadu kasus dugaan asusila oleh Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari, Aristo Pangaribuan (kanan) dan Maria Dianita Prosperianti, saat memberikan keterangan di Kantor DKPP RI, Jakarta, Rabu (22/5/2024). ANTARA/Rio Feisal
Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Jenderal KPU RI Bernad Dermawan Sutrisno siap memenuhi panggilan DKPP untuk memberikan keterangan dalam sidang etik dugaan asusila Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari terhadap penyelenggaraan pemilu luar negeri (PPLN) pada Kamis, 6 Juni 2024.
"Kami siap hadir dan memberi keterangan jika ada panggilan DKPP," kata Bernad saat dihubungi dari Jakarta, Jumat.
Kendati demikian, sampai hari ini dia belum menerima panggilan dari DKPP untuk hadir dalam sidang lanjutan itu.
"Kami belum menerima panggilan dari DKPP," tambahnya.
Sebelumnya, Kamis (23/5), DKPP akan memanggil Sekretaris Jenderal KPU RI Bernad Dermawan Sutrisno dan beberapa jajaran pegawai dalam sidang etik dugaan asusila Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari terhadap penyelenggaraan pemilu luar negeri (PPLN) pada tanggal 6 Juni 2024.
Ketua DKPP Heddy Lugito mengatakan bahwa pemanggilan itu untuk meminta keterangan terkait dengan penggunaan fasilitas jabatan oleh Hasyim.
"Beberapa pegawai dan sekjen akan dipanggil. Komisioner tidak," kata Heddy saat dihubungi dari Jakarta, Kamis.
Sementara itu, anggota DKPP I Dewa Raka Sandi menjelaskan bahwa pemanggilan ini terhadap pihak-pihak yang berkaitan dan relevan dalam proses persidangan.
"Mengenai pihak-pihak yang akan dipanggil sebagai pihak terkait pada prinsipnya adalah mereka yang relevan dan dibutuhkan keterangannya," ujar Raka.
Hasyim Asy'ari dilaporkan ke DKPP RI pada hari Kamis (18/4) oleh Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum dan Pilihan Penyelesaian Sengketa Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKBH-PPS FH UI) dan Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK).
Kuasa hukum korban Maria Dianita Prosperianti menjelaskan bahwa perbuatan Hasyim sebagai teradu termasuk dalam pelanggaran kode etik berdasarkan Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum.
Maria mengatakan bahwa dalam pelaporan ke DKPP RI terdapat sejumlah bukti yang menunjukkan pelanggaran kode etik oleh Hasyim.
Ia menyebut Hasyim mementingkan kepentingan pribadi untuk memuaskan hasrat seksualnya.
"Sudah ada beberapa belasan bukti, ya, seperti screenshot (tangkapan layar) percakapan, foto, dan video, serta juga bukti-bukti. Tadi sudah saya jelaskan, bukti ini bisa menunjukkan benar-benar yang terstruktur, sistematis, dan aktif, dan di sini juga teradu juga memberikan manipulasi informasi serta juga menyebarkan informasi rahasia untuk menunjukkan kekuasaannya," kata dia.
Ia juga mengatakan bahwa perbuatan Hasyim terhadap korban menunjukkan adanya perbuatan yang berulang. Oleh sebab itu, dia berharap DKPP RI tidak hanya memberikan peringatan keras untuk kasus yang melibatkan kliennya.
"Ada perkara yang serupa, tetapi mungkin sedikit berbeda terkait dengan yang dialami oleh Wanita Emas. Ini yang sudah juga dijatuhi sanksi peringatan keras terakhir. Jadi, setelah ada putusan dari DKPP, seharusnya memang target kami adalah sanksi yang diberikan tidak lagi peringatan lagi, tetapi adalah pemberhentian," katanya.
"Kami siap hadir dan memberi keterangan jika ada panggilan DKPP," kata Bernad saat dihubungi dari Jakarta, Jumat.
Kendati demikian, sampai hari ini dia belum menerima panggilan dari DKPP untuk hadir dalam sidang lanjutan itu.
"Kami belum menerima panggilan dari DKPP," tambahnya.
Sebelumnya, Kamis (23/5), DKPP akan memanggil Sekretaris Jenderal KPU RI Bernad Dermawan Sutrisno dan beberapa jajaran pegawai dalam sidang etik dugaan asusila Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari terhadap penyelenggaraan pemilu luar negeri (PPLN) pada tanggal 6 Juni 2024.
Ketua DKPP Heddy Lugito mengatakan bahwa pemanggilan itu untuk meminta keterangan terkait dengan penggunaan fasilitas jabatan oleh Hasyim.
"Beberapa pegawai dan sekjen akan dipanggil. Komisioner tidak," kata Heddy saat dihubungi dari Jakarta, Kamis.
Sementara itu, anggota DKPP I Dewa Raka Sandi menjelaskan bahwa pemanggilan ini terhadap pihak-pihak yang berkaitan dan relevan dalam proses persidangan.
"Mengenai pihak-pihak yang akan dipanggil sebagai pihak terkait pada prinsipnya adalah mereka yang relevan dan dibutuhkan keterangannya," ujar Raka.
Hasyim Asy'ari dilaporkan ke DKPP RI pada hari Kamis (18/4) oleh Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum dan Pilihan Penyelesaian Sengketa Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKBH-PPS FH UI) dan Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK).
Kuasa hukum korban Maria Dianita Prosperianti menjelaskan bahwa perbuatan Hasyim sebagai teradu termasuk dalam pelanggaran kode etik berdasarkan Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum.
Maria mengatakan bahwa dalam pelaporan ke DKPP RI terdapat sejumlah bukti yang menunjukkan pelanggaran kode etik oleh Hasyim.
Ia menyebut Hasyim mementingkan kepentingan pribadi untuk memuaskan hasrat seksualnya.
"Sudah ada beberapa belasan bukti, ya, seperti screenshot (tangkapan layar) percakapan, foto, dan video, serta juga bukti-bukti. Tadi sudah saya jelaskan, bukti ini bisa menunjukkan benar-benar yang terstruktur, sistematis, dan aktif, dan di sini juga teradu juga memberikan manipulasi informasi serta juga menyebarkan informasi rahasia untuk menunjukkan kekuasaannya," kata dia.
Ia juga mengatakan bahwa perbuatan Hasyim terhadap korban menunjukkan adanya perbuatan yang berulang. Oleh sebab itu, dia berharap DKPP RI tidak hanya memberikan peringatan keras untuk kasus yang melibatkan kliennya.
"Ada perkara yang serupa, tetapi mungkin sedikit berbeda terkait dengan yang dialami oleh Wanita Emas. Ini yang sudah juga dijatuhi sanksi peringatan keras terakhir. Jadi, setelah ada putusan dari DKPP, seharusnya memang target kami adalah sanksi yang diberikan tidak lagi peringatan lagi, tetapi adalah pemberhentian," katanya.
Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2024
Tags: