World Water Forum 2024
Kemenko Marves soroti pentingnya mekanisme pendanaan di sektor air
22 Mei 2024 14:41 WIB
Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Nani Hendiarti memberi paparan dalam salah satu sesi World Water Forum di Nusa Dua, Bali, Rabu (22/5/2024). ANTARA/Putu Indah Savitri
Badung (ANTARA) - Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi menyoroti pentingnya mekanisme pendanaan di sektor air, salah satunya mekanisme pendanaan campuran untuk proyek skala besar guna mewujudkan ketersediaan akses air minum kepada masyarakat.
“(Dengan cara) menggabungkan pembiayaan dari berbagai pemangku kepentingan, khususnya sektor swasta, dalam manajemen air,” ujar Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Nani Hendiarti dalam salah satu sesi World Water Forum di Nusa Dua, Bali, Rabu.
Mekanisme pendanaan tersebut, menurut Nani, penting bagi negara-negara berkembang yang saat ini tengah menghadapi krisis air akibat meningkatnya populasi dunia, perubahan iklim, serta infrastruktur air yang tidak layak.
Baca juga: Presiden WWC tekankan daur ulang air jadi revolusi untuk akses air
Nani memaparkan, perubahan iklim dan bencana memperburuk tingkat krisis air, yang lantas berdampak pada ketahanan pangan dan keamanan masyarakat.
Terlepas dari berbagai permasalahan yang diakibatkan oleh kekrisisan air, Nani mengatakan hanya 3 persen dari pendanaan iklim (climate funds) dialokasikan untuk proyek-proyek yang terkait krisis air.
“Dan hanya sepersepuluh dari pendanaan ini telah dialokasikan ke proyek-proyek yang menjamin akses terhadap air dan sanitasi,” kata Nani.
Ia mengatakan bahwa secara keseluruhan, dunia membutuhkan investasi senilai 114 miliar dolar AS untuk mewujudkan akses yang merata dan terjangkau terhadap air bersih. “Yang mana nilai investasi itu (114 miliar dolar AS) hanya cukup untuk menyediakan layanan-layanan dasar,” ujar dia.
Sejalan dengan kebutuhan tersebut, Nani menyoroti keberadaan Aliansi Pendanaan Campuran Global atau Global Blended Finance Alliance (GBFA) yang diadopsi oleh para pemimpin KTT G20 Bali untuk mempercepat investasi iklim di negara-negara berkembang, Least Developed Countries (LDC), dan negara kepulauan.
Ia meyakini GBFA merupakan sebuah langkah strategis untuk mengatasi kesenjangan finansial terkait (proyek) iklim dan pencapaian SDGs.
Baca juga: Presiden Macron optimistis WWF ke-10 di Bali beri solusi masalah air
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan meresmikan markas GBFA yang dipusatkan di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kesehatan di Sanur, Denpasar, Bali, pada Senin (20/5). Peresmian tersebut berlangsung di sela-sela World Water Forum Ke-10.
“Hari ini, Pemerintah Indonesia secara resmi meluncurkan Sekretariat GBFA yang berlokasi di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sanur,” kata Luhut.
“(Dengan cara) menggabungkan pembiayaan dari berbagai pemangku kepentingan, khususnya sektor swasta, dalam manajemen air,” ujar Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Nani Hendiarti dalam salah satu sesi World Water Forum di Nusa Dua, Bali, Rabu.
Mekanisme pendanaan tersebut, menurut Nani, penting bagi negara-negara berkembang yang saat ini tengah menghadapi krisis air akibat meningkatnya populasi dunia, perubahan iklim, serta infrastruktur air yang tidak layak.
Baca juga: Presiden WWC tekankan daur ulang air jadi revolusi untuk akses air
Nani memaparkan, perubahan iklim dan bencana memperburuk tingkat krisis air, yang lantas berdampak pada ketahanan pangan dan keamanan masyarakat.
Terlepas dari berbagai permasalahan yang diakibatkan oleh kekrisisan air, Nani mengatakan hanya 3 persen dari pendanaan iklim (climate funds) dialokasikan untuk proyek-proyek yang terkait krisis air.
“Dan hanya sepersepuluh dari pendanaan ini telah dialokasikan ke proyek-proyek yang menjamin akses terhadap air dan sanitasi,” kata Nani.
Ia mengatakan bahwa secara keseluruhan, dunia membutuhkan investasi senilai 114 miliar dolar AS untuk mewujudkan akses yang merata dan terjangkau terhadap air bersih. “Yang mana nilai investasi itu (114 miliar dolar AS) hanya cukup untuk menyediakan layanan-layanan dasar,” ujar dia.
Sejalan dengan kebutuhan tersebut, Nani menyoroti keberadaan Aliansi Pendanaan Campuran Global atau Global Blended Finance Alliance (GBFA) yang diadopsi oleh para pemimpin KTT G20 Bali untuk mempercepat investasi iklim di negara-negara berkembang, Least Developed Countries (LDC), dan negara kepulauan.
Ia meyakini GBFA merupakan sebuah langkah strategis untuk mengatasi kesenjangan finansial terkait (proyek) iklim dan pencapaian SDGs.
Baca juga: Presiden Macron optimistis WWF ke-10 di Bali beri solusi masalah air
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan meresmikan markas GBFA yang dipusatkan di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kesehatan di Sanur, Denpasar, Bali, pada Senin (20/5). Peresmian tersebut berlangsung di sela-sela World Water Forum Ke-10.
“Hari ini, Pemerintah Indonesia secara resmi meluncurkan Sekretariat GBFA yang berlokasi di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sanur,” kata Luhut.
Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2024
Tags: