Pakar ingin jual beli tanah di Puncak ditertibkan
29 Desember 2013 21:00 WIB
Pembongkaran Villa Liar Sebuah alat berat yang sedang melakukan pembongkaran villa liar di Desa Tugu Utara, Cisarua, Bogor, Jawa Barat (ANTARA/Jafkhairi)
Bogor (ANTARA News) - Peneliti Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (P4W) IPB, Ernan Rustiadi mengatakan pembongkaran vila liar di kawasan Puncak tidak akan maksimal memulihkan kawasan tersebut bila Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor tidak menertibkan praktik jual beli tanah di wilayah itu.
"Pembongkaran vila itu hanya persoalan belakang, yang menjadi persoalan utama adalah praktik jual beli tanah yang terjadi di kawasan Puncak. Jika praktik ini masih terjadi, otomatis pembongkaran tidak akan maksimal, akan ada yang membangun lagi," kata Dekan Fakultas Pertanian IPB itu dalam diskusi Ngariung Ciliwung di Kecamatan Bojong Gede, Kabupaten Bogor, Minggu.
Ernan mengapresiasi langkah Pemerintah Kabupaten Bogor membongkar bangunan ilegal di kawasan Puncak kendati langkah ini terlambat karena kawasan Puncak rusak sudah cukup lama.
Ia mengatakan, pembongkaran 300 bangunan di Puncak belum cukup, karena bangunan liar di kawasan tersebut mencapai ribuan.
Ernan mengatakan Pemerintah Daerah harus mengembalikan status kawasan Puncak sebagai lahan konservasi, dan upaya ini sulit dilakukan tanpa menertibkan praktik jual beli tanah di wilayah tersebut.
"Pembangunan masih akan terus terjadi selama praktik jual beli dilakukan," ujarnya.
Berdasarkan hasil penelitian P4W IPB, terjadi penurunan daya dukung Sungai Ciliwung di kawasan Puncak karena adanya inkonsistem atau penyimpangan tata ruang, dengan 40 persen bangunan di kawasan Puncak menyimpang dari tata ruang.
Pembongkaran vila secara masif sangat mendukung mengurangi pelanggaran tata ruang yang masih masif dari hulu hingga hilir.
"Puncak membutuhkan ruang terbuka hijau lebih luas. Setelah pembongkaran yang perlu dilakukan, mengembalikan tutupan hujannya, apakah dengan menjadi ruang terbuka hijau atau kebun pertanian," ujarnya.
Untuk menertibkan jual beli tanah di kawasan Puncak, lanjut Ernan, Pemerintah Kabupaten Bogor harus tegas dan jika perlu mengundang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut pratik jual beli tanah di daerah ini.
"Kita liat pemilik vila di sana bukan sembarangan orang, dari Kombes (komisari besar polisi), pejabat negara, hingga pengusaha besar. Kenapa mereka bisa memiliki tanah di sana, sementara itu tanah negara, artinya ada jual beli kan?" ujar Ernan.
"Pembongkaran vila itu hanya persoalan belakang, yang menjadi persoalan utama adalah praktik jual beli tanah yang terjadi di kawasan Puncak. Jika praktik ini masih terjadi, otomatis pembongkaran tidak akan maksimal, akan ada yang membangun lagi," kata Dekan Fakultas Pertanian IPB itu dalam diskusi Ngariung Ciliwung di Kecamatan Bojong Gede, Kabupaten Bogor, Minggu.
Ernan mengapresiasi langkah Pemerintah Kabupaten Bogor membongkar bangunan ilegal di kawasan Puncak kendati langkah ini terlambat karena kawasan Puncak rusak sudah cukup lama.
Ia mengatakan, pembongkaran 300 bangunan di Puncak belum cukup, karena bangunan liar di kawasan tersebut mencapai ribuan.
Ernan mengatakan Pemerintah Daerah harus mengembalikan status kawasan Puncak sebagai lahan konservasi, dan upaya ini sulit dilakukan tanpa menertibkan praktik jual beli tanah di wilayah tersebut.
"Pembangunan masih akan terus terjadi selama praktik jual beli dilakukan," ujarnya.
Berdasarkan hasil penelitian P4W IPB, terjadi penurunan daya dukung Sungai Ciliwung di kawasan Puncak karena adanya inkonsistem atau penyimpangan tata ruang, dengan 40 persen bangunan di kawasan Puncak menyimpang dari tata ruang.
Pembongkaran vila secara masif sangat mendukung mengurangi pelanggaran tata ruang yang masih masif dari hulu hingga hilir.
"Puncak membutuhkan ruang terbuka hijau lebih luas. Setelah pembongkaran yang perlu dilakukan, mengembalikan tutupan hujannya, apakah dengan menjadi ruang terbuka hijau atau kebun pertanian," ujarnya.
Untuk menertibkan jual beli tanah di kawasan Puncak, lanjut Ernan, Pemerintah Kabupaten Bogor harus tegas dan jika perlu mengundang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut pratik jual beli tanah di daerah ini.
"Kita liat pemilik vila di sana bukan sembarangan orang, dari Kombes (komisari besar polisi), pejabat negara, hingga pengusaha besar. Kenapa mereka bisa memiliki tanah di sana, sementara itu tanah negara, artinya ada jual beli kan?" ujar Ernan.
Pewarta: Laily Rahmawati
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2013
Tags: