Labuan Bajo, NTT (ANTARA News) - Bank Indonesia berharap defisit transaksi berjalan pada 2014 dapat turun menjadi 2,9 persen dibanding akhir 2013, yang diperkirakan mencapai 3,6 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

"Sehingga mendekat ke kisaran yang dapat ditoleransi, sebesar 2,5 persen dari PDB," kata Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Doddy Waluyo, dalam diskusi tentang tantangan dan prospek ekonomi Indonesia 2014 dengan redaktur ekonomi sejumlah media massa di Labuan Bajo, Manggarai Barat, NTT, Sabtu malam.

Ia menyebutkan secara nominal defisit transaksi berjalan pada akhir 2013 diperkirakan mencapai 31 miliar dolar Amerika Serikat sementara pada 2014 diharapkan mencapai 25 miliar hingga 26 miliar dolar Amerika Serikat.

"Defisit transaksi berjalan telah berlangsung selama sembilan triwulan dimana pada triwulan II 2013 mencapai 4,4 persen dari PDB," kata Waluyo.

Ia berharap kondisi impor yang meningkat dapat diikuti dengan peningkatan ekspor yang lebih besar pada 2014.

Impor yang perlu mendapatkan perhatian lebih ke depan adalah impor minyak dan gas yang akan terus meningkat menyusul peningkatan penjualan kendaraan bermotor.

Menurut dia, defisit transaksi berjalan merupakan gejala yang biasa terjadi pada negara berkembang yang berupaya menggenjot pertumbuhan ekonomi tinggi di atas 6,5 persen.

Sementara di sisi lain negara berkembang termasuk Indonesia menghadapi kondisi ketidakseimbangan struktural akibat transisi dari negara berpenghasilan rendah ke menengah-tinggi dimana penawaran agregat tidak mampu mengimbangi permintaan agregat.

Menurut dia, kapasitas industrial saat ini tertinggal padahal ada peningkatan jumlah penduduk kelas menengah yang menyebabkan permintaan agregat menigkat.

"Hampir seluruh wilayah di Indonesia tertinggal kapasitas industrialnya dalam memproduksi barang kompleks yang semakin dibutuhkan terkait ekspansi kelas menengah sehingga impor meningkat," kata dia.

Ia menyebutkan upaya menekan defisit transaksi berjalan telah dilakukan melalui sejumlah kebijakan seperti meningkatkan daya saing ekonomi nasional, memperkuat kemandirian ekonomi nasional dan memperkuat basis pembiayaan yang lebih sustainabel.

Upaya memperkuat basis pembiayaan yang sustainabel antara lain meningkatkan investasi asing langsung, penguatan cadangan devisa, pendalaman pasar valuta asing, memperkuat tabungan swasta dan publik dan mengurangi kerentanan pasar keuangan.