Pemerhati: Temuan ICW jadi evaluasi strategi pemberantasan korupsi
21 Mei 2024 17:33 WIB
Terdakwa kasus korupsi pengadaan infrastruktur BTS 4G BAKTI Kominfo Achsanul Qosasi berjalan keluar ruangan usai menjalani sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (21/5/2024). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/Spt.
Jakarta (ANTARA) - Pemerhati antikorupsi Yudi Purnomo Harapan menyebut temuan Indonesia Corruption Watch (ICW) terkait tren kasus korupsi yang meningkat dari tahun ke tahun sebagai bahan evaluasi pemerintah dan lembaga penegak hukum untuk membuat strategi lebih efektif mencegah dan memberantas korupsi.
“Saya pikir temuan ICW ini menjadi evaluasi misalnya KPK, Kejaksaan maupun kepolisian untuk saling berkoordinasi, bagaimana cara mencegah korupsi yang lebih efektif,” kata Yudi dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.
Baca juga: Ketua KPK sebut tiga strategi pemberantasan korupsi
Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu menilai, peningkatan jumlah kasus korupsi tahun 2023 berdasarkan laporan ICW tersebut terjadi karena banyak faktor, termasuk juga keberanian masyarakat untuk melapor, dan tindak lanjut dari penegak hukum.
Namun, di satu sisi, kata dia, kenaikan jumlah pengusutan kasus korupsi tersebut tentu memprihatinkan. Artinya, pencegahan korupsi yang dilakukan terkait pembangunan sistem belum begitu sukses.
“Begitu juga dengan integritas orang dan terakhir efek jera bagi para koruptor,” ujarnya.
Baca juga: Gubernur Lemhannas: Penanganan korupsi belum diimbangi upaya preventif
Yudi yang kini berkarir sebagai ASN Polri ini mengatakan, untuk menyikapi naiknya angka kasus korupsi tersebut, semua pihak harus kembali fokus dalam masalah pemberantasan korupsi, karena saling terkait satu dengan yang lainnya.
“Memang secara kuantitas naik, tentu secara kualitas seperti apa, modusnya bagaimana, kemudian jumlah korupsinya sebesar apa kerugian negaranya,” kata Yudi.
Baca juga: BPK paparkan strategi memberantas korupsi keuangan negara
Mantan Ketua Wadah Pegawai KPK itu menekankan evaluasi khusus terkait penindakan tindak pidana korupsi harus dibuat efek jera bagi para koruptor, dengan memberikan hukuman maksimal sesuai ancaman korupsi yang dilakukannya.
Selain itu, kata dia, perlu ada aturan baru setelah Peraturan pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak bagi warga binaan yang dicabut oleh Mahkamah Agung (MA), agar narapidana korupsi yang kooperatif atau menjadi justice collaborator (JC) yang bisa mendapat remisi.
Baca juga: Moeldoko menegaskan komitmen pemerintah dalam pemberantasan korupsi
“Kemudian ada pekerjaan rumah lagi, yaitu undang-undang perampasan aset yang belum disetujui sampai saat ini,” kata Yudi.
ICW merilis laporan hasil pemantauan tren korupsi tahun 2023, di mana jumlah kasus korupsi meningkat di banding tahun-tahun sebelumnya.
Berdasarkan rilis ICW, kasus korupsi tahun 2019 sebanyak 271 kasus dengan 580 tersangka; tahun 2020 sebanyak 444 kasus dengan 875 tersangka; tahun 2021 sebanyak 533 kasus dengan 1.173 tersangka; tahun 2022 579 kasus dengan 1.396 tersangka.
Baca juga: KPK: Penambahan struktur baru sesuai strategi pemberantasan korupsi
Pada tahun 2023, terjadi lonjakan kasus korupsi yang tercatat 791 kasus dengan 1.695 tersangka.
Menurut ICW, penyebab meningkatnya kasus korupsi karena dua faktor, yakni tidak optimalnya strategi pemberantasan korupsi oleh pemerintah melalui penindakan yang dilakukan aparat penegak hukum. Dan, strategi pencegahan korupsi belum berjalan maksimal.
“Saya pikir temuan ICW ini menjadi evaluasi misalnya KPK, Kejaksaan maupun kepolisian untuk saling berkoordinasi, bagaimana cara mencegah korupsi yang lebih efektif,” kata Yudi dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.
Baca juga: Ketua KPK sebut tiga strategi pemberantasan korupsi
Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu menilai, peningkatan jumlah kasus korupsi tahun 2023 berdasarkan laporan ICW tersebut terjadi karena banyak faktor, termasuk juga keberanian masyarakat untuk melapor, dan tindak lanjut dari penegak hukum.
Namun, di satu sisi, kata dia, kenaikan jumlah pengusutan kasus korupsi tersebut tentu memprihatinkan. Artinya, pencegahan korupsi yang dilakukan terkait pembangunan sistem belum begitu sukses.
“Begitu juga dengan integritas orang dan terakhir efek jera bagi para koruptor,” ujarnya.
Baca juga: Gubernur Lemhannas: Penanganan korupsi belum diimbangi upaya preventif
Yudi yang kini berkarir sebagai ASN Polri ini mengatakan, untuk menyikapi naiknya angka kasus korupsi tersebut, semua pihak harus kembali fokus dalam masalah pemberantasan korupsi, karena saling terkait satu dengan yang lainnya.
“Memang secara kuantitas naik, tentu secara kualitas seperti apa, modusnya bagaimana, kemudian jumlah korupsinya sebesar apa kerugian negaranya,” kata Yudi.
Baca juga: BPK paparkan strategi memberantas korupsi keuangan negara
Mantan Ketua Wadah Pegawai KPK itu menekankan evaluasi khusus terkait penindakan tindak pidana korupsi harus dibuat efek jera bagi para koruptor, dengan memberikan hukuman maksimal sesuai ancaman korupsi yang dilakukannya.
Selain itu, kata dia, perlu ada aturan baru setelah Peraturan pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak bagi warga binaan yang dicabut oleh Mahkamah Agung (MA), agar narapidana korupsi yang kooperatif atau menjadi justice collaborator (JC) yang bisa mendapat remisi.
Baca juga: Moeldoko menegaskan komitmen pemerintah dalam pemberantasan korupsi
“Kemudian ada pekerjaan rumah lagi, yaitu undang-undang perampasan aset yang belum disetujui sampai saat ini,” kata Yudi.
ICW merilis laporan hasil pemantauan tren korupsi tahun 2023, di mana jumlah kasus korupsi meningkat di banding tahun-tahun sebelumnya.
Berdasarkan rilis ICW, kasus korupsi tahun 2019 sebanyak 271 kasus dengan 580 tersangka; tahun 2020 sebanyak 444 kasus dengan 875 tersangka; tahun 2021 sebanyak 533 kasus dengan 1.173 tersangka; tahun 2022 579 kasus dengan 1.396 tersangka.
Baca juga: KPK: Penambahan struktur baru sesuai strategi pemberantasan korupsi
Pada tahun 2023, terjadi lonjakan kasus korupsi yang tercatat 791 kasus dengan 1.695 tersangka.
Menurut ICW, penyebab meningkatnya kasus korupsi karena dua faktor, yakni tidak optimalnya strategi pemberantasan korupsi oleh pemerintah melalui penindakan yang dilakukan aparat penegak hukum. Dan, strategi pencegahan korupsi belum berjalan maksimal.
Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2024
Tags: