"Sejak kebijakan Permenperin terkait Pertek diberlakukan, tidak ada keluhan dari pelaku usaha mengenai gangguan suplai bahan baku industri, " ujar Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif dalam konferensi pers di Jakarta, Senin.
Oleh karena itu, ia menilai penumpukan kontainer yang terjadi di Pelabuhan Tanjung Priok, Tanjung Perak, dan Belawan yang dinyatakan mengganggu rantai pasok (supply chain) industri pengolahan atau manufaktur dalam negeri, perlu dibuktikan bahwa kontainer tersebut memuat bahan baku atau bahan penolong.
Ia menjelaskan pihaknya tidak terkait langsung dengan penumpukan kontainer di beberapa pelabuhan tersebut. Justru Kemenperin melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai dengan aturan untuk memastikan kebutuhan bahan baku industri nasional terpenuhi.
Ia mengatakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, setiap barang impor yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia, khususnya barang yang masuk dalam kategori larangan dan/atau pembatasan (lartas), wajib memiliki dokumen perizinan impor.
Dirinya menilai barang-barang impor yang masuk dalam kategori lartas dimaksud seharusnya tidak bisa masuk ke daerah pabean RI sebelum memiliki dokumen perizinan impor, seperti penumpukan yang terjadi saat ini.
"Kami tidak alergi dengan barang impor sepanjang barang-barang tersebut dibutuhkan di dalam negeri, sedangkan produksinya di dalam negeri tidak mencukupi. Dengan demikian, kebijakan lartas diarahkan untuk tidak mengganggu industri dalam negeri," ujarnya.
Sebelumnya Kementerian Keuangan mengungkapkan, tercatat sebanyak 17.304 kontainer tertahan di Tanjung Priok serta penumpukan juga terjadi di Tanjung Perak, Surabaya yang tercatat sebanyak 9.111 kontainer tertahan sejak aturan Permendag 36 Tahun 2023 tentang larangan pembatasan (lartas) barang impor diterbitkan.
Penahanan kontainer itu lantas menghambat kegiatan ekonomi salah satunya industri manufaktur akibat pasokan bahan baku tertahan.
Baca juga: Kemendag: Permendag Nomor 8/2024 atasi kendala pertimbangan teknis