"Saat ini kami melakukan pendampingan terhadap sejumlah desa yang mengusulkan izin perhutanan sosial," kata Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Kabupaten Mukomuko Aprin Sihaloho saat dihubungi dari Mukomuko, Sabtu.
Petugas KPH Kabupaten Mukomuko melakukan pendampingan terhadap Desa Sibak di Kecamatan Ipuh, Desa Lubuk Cabau dalam Kecamatan Lubuk Pinang, Desa Lubuk Talang dan Serami Baru, Kecamatan Malin Deman.
Ia mengatakan bahwa usulan izin perhutanan sosial tersebut atas nama desa bukan kelompok masyarakat yang terlanjur merambah kawasan hutan di desa-desa tersebut.
Untuk sementara ini, pihaknya belum mengetahui luas lahan hutan yang diusulkan mendapatkan izin perhutanan sosial dari pemerintah pusat.
Baca juga: Kemendikbudristek dukung upaya percepatan penetapan hutan adat
Baca juga: KLHK ingatkan kegiatan ekonomi perlu perhatikan kelestarian ekologi
"Kami mau melihat berkas dan dokumen milik setiap desa yang mengusulkan izin perhutanan sosial," ujarnya.Ia mengatakan bahwa usulan izin perhutanan sosial tersebut atas nama desa bukan kelompok masyarakat yang terlanjur merambah kawasan hutan di desa-desa tersebut.
Untuk sementara ini, pihaknya belum mengetahui luas lahan hutan yang diusulkan mendapatkan izin perhutanan sosial dari pemerintah pusat.
Baca juga: Kemendikbudristek dukung upaya percepatan penetapan hutan adat
Baca juga: KLHK ingatkan kegiatan ekonomi perlu perhatikan kelestarian ekologi
Kendati demikian, katanya, sasaran izin perhutanan sosial adalah pengelolaan kawasan hutan yang dilakukan oleh masyarakat.
Ia menyebutkan ada lima skema program pengelolaan kawasan hutan, yakni hutan desa, hutan tanaman rakyat, hutan adat, hutan kemasyarakatan, dan hutan kemitraan masyarakat dengan perusahaan.
Program perhutanan sosial salah satu solusi bagi masyarakat yang terlanjur menggarap kawasan hutan karena tidak mungkin pemerintah mengusir mereka, untuk itu mereka diberikan izin menggarap bukan memiliki.
Sementara itu, seluas 78 ribu hektare hutan produksi dan hutan produksi terbatas di daerah ini.
Dari kawasan hutan seluas 78 ribu hektare tersebut, seluas 12 ribu hektare di antaranya dikelola PT Sifef Biodivesity, seluas 22 ribu hektare dikelola PT BAT, 6.000 hektare dikelola PT API, dan 10 ribu hektare diusulkan sebagai hutan desa.
Ia mengatakan hingga kini masih ada seluas 28 ribu hektare hutan yang berada di bawah pengawasan instansinya. Dari puluhan ribu hektare tersebut sekitar 80-90 persen rusak akibat perambahan.