Kemenristek soal pengembangan mobil listrik
Oleh Advertorial
21 Desember 2013 14:45 WIB
Menteri Riset dan Teknologi Gusti Muhammad Hatta (kanan) dan Rektor UGM, Pratikno (kiri) saat akan mencoba mobil listrik di halaman Balairung UGM Yogyakarta, Jumat (22/11). Kemenristek mencoba enam jenis mobil listrik ramah lingkungan dan tidak berbahan bakar. (ANTARA FOTO/Regina Safri)
Jakarta (ANTARA News) - Pada saat memperingati Hari Kebangkitan Teknologi tahun 2012 lalu di Bandung, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berharap pada 2017, Indonesia sudah dapat memproduksi sendiri kendaraan listrik ini. Hal ini disebabkan, menggunakan kendaraan listrik langsung dapat membawa dampak penyelesaian terhadap dua masalah sekaligus, yaitu masalah energi dan masalah lingkungan.
Pada 9 Desember lalu dilakukan ujicoba kendaraan listrik di Kota Surabaya, Jawa Timur. Asisten Deputi Iptek Pemerintah Kemenristek Pariatmono beserta para insan iptek kendaraan listrik memulai lagi usaha menguji coba kendaraan listrik hasil dari inovasi anak bangsa.
Uji coba tersebut mendapat sambutan antusiasme yang tinggi, tidak hanya pada kalangan pemerintah dan ilmuwan, tapi semangat keingin-tahuan juga terpancar dari masyarakat, pengusaha dan media. Hal ini tentu saja menimbulkan optimisme bahwa kendaraan listrik ini dapat segera menjadi industri di Indonesia.
Mengenai alasan pengembangan mobil listrik, Pariatmono mengatakan penggunaan BBM untuk sektor transportasi, menunjukkan bahwa energi fosil dihabiskan oleh mobil pribadi dan angkutan barang. Jika sepeda motor juga dianggap sebagai angkutan pribadi, konsumsi BBM keduanya mencapai hampir separuh dari BBM yang tersedia untuk transportasi. Sementara itu untuk bus, penggunaan BBM hanya mencapai kurang dari sepersepuluh BBM yang digunakan oleh sektor transportasi.
Keadaan ini tentu perlu diperbaiki. Upaya-upaya perlu dilakukan agar penggunaan BBM di jalan raya lebih banyak diarahkan pada angkutan massal seperti bis, dari pada yang bersifat pribadi. Penggunaan kendaraan massal berbasis listrik seperti bis listrik sudah lebih maju lagi, karena pada satu sisi mendorong penggunaan angkutan massal, sedangkan pada sisi yang lain memajukan alternatif penggunaan listrik yang lebih ramah lingkungan pada sektor transportasi.
Marlip
Dalam lingkungan Ristek yang mengkoordinasikan 7 lembaga penelitian, LIPI sudah terlibat pada riset kendaraan listrik sejak 1997, dengan dibuatnya Marlip yang juga berbasis listrik. Marlip ini banyak digunakan sebagai kendaraan golf, rumah sakit, bandara dan lingkungan terbatas lainnya.
Pada tahun 2009, penelitian LIPI mulai memasuki pada kendaraan biasa dengan menghasilkan kendaraan konversi dan kendaraan hybrid. Sejak itu, LIPI telah berhasil melakukan perekayasaan berbagai mobil listrik, yang antara lain pernah juga diuji-coba di Jogja.
Pembicaraan kendaraan listrik tidak pernah dapat lepas dari teknologi kuncinya, yaitu baterai, propulsi dan transmisi, pengisian, platform dan elektronik. Dari ke lima teknologi kunci tersebut, beberapa sudah mencapai kedewasaan, sehingga pengembangannya sudah melambat.
Untuk Indonesia, mengejar ketertinggalan pada teknologi yang sudah dewasa ini akan membutuhkan sumber daya yang besar karena harus bersaing dengan kemajuan di negara-negara lain.
Namun untuk baterai yang menjadi jantungnya kendaraan listrik, pengembangan teknologinya masih akan sangat terbuka pada masa depan. Pada masalah baterai ini, Indonesia tidaklah terlalu tertinggal bila dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Karena itu, kebijakan pengindustrian kendaraan listrik harus dibarengi dengan penelitian dalam skala besar dalam masalah baterai.
Penelitian baterai dipusatkan pada mendapatkan baterai yang ringan dan kecil, namun bertenaga besar. Pada tahun ini, Kemenristek menargetkan bahwa penelitian dapat menghasilkan purwarupa baterai hingga 200Wh/kg yang diharapkan dapat diproduksi secara massal pada tahun 2014. Target ini terus-menerus ditingkatkan, hingga mencapai 600 Wh/kg pada tahun 2018 yang juga merupakan target penelitian dari banyak negara maju.
Industrialisasi kendaraan listrik tentunya tidak dapat dipisahkan dari usaha meningkatkan Tingkat Kesiapan Teknologi (TKT) produk kendaraan listrik tersebut. Hanya purwarupa-purwarupa yang mencapai TKT9 sajalah yang secara layak dapat diproduksi massal oleh industri yang kemudian pada gilirannya dapat memutar roda ekonomi.
Untuk mencapai TKT9, anak tangga yang harus dilalui merupakan perjalanan yang panjang. Dimulai dari riset dasar, pengujian pada lingkungan buatan atau laboratorium, hingga pengujian dalam lingkungan sebenarnya.
Pengujian purwarupa dalam lingkungan sebenarnya, yang merupakan tahapan penting dalam proses industrialisasi kendaraan listrik.
Uji coba akan dilakukan di lima kota besar di Pulau Jawa, dimulai dengan Jogjakarta, terus ke Bandung, dilanjutkan dengan Solo, lalu Surabaya dan berakhir di Jakarta.
Uji coba yang dilakukan pada berbagai kota tersebut, diharapkan dapat menggairahkan tidak hanya para peneliti dan perekayasa di kota-kota tersebut untuk pengembangannya, tapi juga yang terpenting adalah peningkatan peran serta masyarakat, sehingga pada akhirnya terjadi pengurangan pemakaian BBM dan lingkungan hidup kita menjadi terjaga kelestariannya.
Dalam upaya industrialisasi kendaraan listrik ini, yang diperlukan tidak hanya hard technology dalam bentuk purwarupa dan baterai, namun juga dalam bentuk soft technology seperti pembudayaan, penyebar-luasan, kebijakan hukum, industrialisasi dan pendidikan. Kedua aspek tersebut, harus digarap bersama-sama secara serius agar pencapaian yang tinggi di bidang IPTEK dapat berlanjut menjadi perputaran roda ekonomi. (ADV)
Pada 9 Desember lalu dilakukan ujicoba kendaraan listrik di Kota Surabaya, Jawa Timur. Asisten Deputi Iptek Pemerintah Kemenristek Pariatmono beserta para insan iptek kendaraan listrik memulai lagi usaha menguji coba kendaraan listrik hasil dari inovasi anak bangsa.
Uji coba tersebut mendapat sambutan antusiasme yang tinggi, tidak hanya pada kalangan pemerintah dan ilmuwan, tapi semangat keingin-tahuan juga terpancar dari masyarakat, pengusaha dan media. Hal ini tentu saja menimbulkan optimisme bahwa kendaraan listrik ini dapat segera menjadi industri di Indonesia.
Mengenai alasan pengembangan mobil listrik, Pariatmono mengatakan penggunaan BBM untuk sektor transportasi, menunjukkan bahwa energi fosil dihabiskan oleh mobil pribadi dan angkutan barang. Jika sepeda motor juga dianggap sebagai angkutan pribadi, konsumsi BBM keduanya mencapai hampir separuh dari BBM yang tersedia untuk transportasi. Sementara itu untuk bus, penggunaan BBM hanya mencapai kurang dari sepersepuluh BBM yang digunakan oleh sektor transportasi.
Keadaan ini tentu perlu diperbaiki. Upaya-upaya perlu dilakukan agar penggunaan BBM di jalan raya lebih banyak diarahkan pada angkutan massal seperti bis, dari pada yang bersifat pribadi. Penggunaan kendaraan massal berbasis listrik seperti bis listrik sudah lebih maju lagi, karena pada satu sisi mendorong penggunaan angkutan massal, sedangkan pada sisi yang lain memajukan alternatif penggunaan listrik yang lebih ramah lingkungan pada sektor transportasi.
Marlip
Dalam lingkungan Ristek yang mengkoordinasikan 7 lembaga penelitian, LIPI sudah terlibat pada riset kendaraan listrik sejak 1997, dengan dibuatnya Marlip yang juga berbasis listrik. Marlip ini banyak digunakan sebagai kendaraan golf, rumah sakit, bandara dan lingkungan terbatas lainnya.
Pada tahun 2009, penelitian LIPI mulai memasuki pada kendaraan biasa dengan menghasilkan kendaraan konversi dan kendaraan hybrid. Sejak itu, LIPI telah berhasil melakukan perekayasaan berbagai mobil listrik, yang antara lain pernah juga diuji-coba di Jogja.
Pembicaraan kendaraan listrik tidak pernah dapat lepas dari teknologi kuncinya, yaitu baterai, propulsi dan transmisi, pengisian, platform dan elektronik. Dari ke lima teknologi kunci tersebut, beberapa sudah mencapai kedewasaan, sehingga pengembangannya sudah melambat.
Untuk Indonesia, mengejar ketertinggalan pada teknologi yang sudah dewasa ini akan membutuhkan sumber daya yang besar karena harus bersaing dengan kemajuan di negara-negara lain.
Namun untuk baterai yang menjadi jantungnya kendaraan listrik, pengembangan teknologinya masih akan sangat terbuka pada masa depan. Pada masalah baterai ini, Indonesia tidaklah terlalu tertinggal bila dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Karena itu, kebijakan pengindustrian kendaraan listrik harus dibarengi dengan penelitian dalam skala besar dalam masalah baterai.
Penelitian baterai dipusatkan pada mendapatkan baterai yang ringan dan kecil, namun bertenaga besar. Pada tahun ini, Kemenristek menargetkan bahwa penelitian dapat menghasilkan purwarupa baterai hingga 200Wh/kg yang diharapkan dapat diproduksi secara massal pada tahun 2014. Target ini terus-menerus ditingkatkan, hingga mencapai 600 Wh/kg pada tahun 2018 yang juga merupakan target penelitian dari banyak negara maju.
Industrialisasi kendaraan listrik tentunya tidak dapat dipisahkan dari usaha meningkatkan Tingkat Kesiapan Teknologi (TKT) produk kendaraan listrik tersebut. Hanya purwarupa-purwarupa yang mencapai TKT9 sajalah yang secara layak dapat diproduksi massal oleh industri yang kemudian pada gilirannya dapat memutar roda ekonomi.
Untuk mencapai TKT9, anak tangga yang harus dilalui merupakan perjalanan yang panjang. Dimulai dari riset dasar, pengujian pada lingkungan buatan atau laboratorium, hingga pengujian dalam lingkungan sebenarnya.
Pengujian purwarupa dalam lingkungan sebenarnya, yang merupakan tahapan penting dalam proses industrialisasi kendaraan listrik.
Uji coba akan dilakukan di lima kota besar di Pulau Jawa, dimulai dengan Jogjakarta, terus ke Bandung, dilanjutkan dengan Solo, lalu Surabaya dan berakhir di Jakarta.
Uji coba yang dilakukan pada berbagai kota tersebut, diharapkan dapat menggairahkan tidak hanya para peneliti dan perekayasa di kota-kota tersebut untuk pengembangannya, tapi juga yang terpenting adalah peningkatan peran serta masyarakat, sehingga pada akhirnya terjadi pengurangan pemakaian BBM dan lingkungan hidup kita menjadi terjaga kelestariannya.
Dalam upaya industrialisasi kendaraan listrik ini, yang diperlukan tidak hanya hard technology dalam bentuk purwarupa dan baterai, namun juga dalam bentuk soft technology seperti pembudayaan, penyebar-luasan, kebijakan hukum, industrialisasi dan pendidikan. Kedua aspek tersebut, harus digarap bersama-sama secara serius agar pencapaian yang tinggi di bidang IPTEK dapat berlanjut menjadi perputaran roda ekonomi. (ADV)
Editor: Copywriter
Copyright © ANTARA 2013
Tags: