KPK tahan 2 tersangka baru kasus korupsi di PT Amarta Karya
15 Mei 2024 17:37 WIB
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hadirkan dan tahan dua tersangka baru kasus korupsi di PT Amarta Karya (Persero) dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (15/5/2024). ANTARA/Fianda Sjofjan Rassat
Jakarta (ANTARA) - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini melakukan penahanan terhadap dua tersangka baru terkait pengembangan penyidikan perkara dugaan korupsi dengan modus proyek fiktif di PT Amarta Karya (Persero) 2018-2020.
"Untuk kebutuhan proses penyidikan, dilakukan penahanan para tersangka masing-masing 20 hari pertama mulai 15 Mei 2024 sampai dengan 3 Juni 2024 di Rutan Cabang KPK," kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu.
Kedua tersangka tersebut yakni Pandhit Seno Aji (PSA) dan Deden Prayoga (DP), keduanya adalah karyawan PT Amarta Karya (Persero) yang ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan berdasarkan fakta persidangan terdakwa mantan Direktur Utama PT Amarta Karya (Persero) Catur Prabowo yang diperkuat dengan kecukupan alat bukti.
Dalam persidangan tersebut, terungkap adanya keterlibatan aktif dari Pandhit dan Seno dan berakibat timbulnya kerugian keuangan akibat subkontraktor fiktif.
Asep menerangkan Pandhit Seno Aji dan Deden Prayoga adalah orang kepercayaan dari Catur Prabowo pada saat menjabat Direktur Utama PT Amarta Karya. Keduanya kemudian diperintahkan untuk memenuhi berbagai kebutuhan pribadi dari Catur Prabowo.
Untuk merealisasikan perintah dimaksud, Pandhit dan Deden berkoordinasi dengan Trisna Sutisna selaku Direktur Keuangan PT Amarta Karya (Persero).
Dengan persetujuan Trisna Sutisna, Pandhit Seno Aji dan Deden Prayoga kemudian mendirikan dan mencari badan usaha berbentuk CV yang akan dijadikan sebagai subkontraktor dari PT Amarta Karya (Persero) untuk menerima pembayaran kerja sama fiktif.
Pandhit dan Deden kemudian membentuk tiga CV sebagai subkontraktor fiktif dan menjadikan keluarga mereka sebagai komisaris dan direktur CV tersebut.
Tim penyidik KPK juga menemukan pekerjaan yang dicantumkan dalam dokumen pembayaran pekerjaan atas tiga CV tersebut adalah pekerjaan yang sudah selesai dilaksanakan maupun yang tidak pernah dilaksanakan.
Baca juga: KPK tetapkan dua tersangka baru kasus korupsi di PT Amarta Karya
Baca juga: KPK panggil eks pegawai PT Amarta Karya dan pihak swasta
Baca juga: KPK telusuri TPPU eks Dirut Amarta Karya lewat pembelian emas
PT Amarta Karya (Persero) diketahui telah mencairkan sejumlah dana untuk pembayaran subkontraktor fiktif untuk ke tiga CV tersebut dari tahun 2018-2020, yang sepenuhnya atas sepengetahuan dan persetujuan dari Catur Prabowo dan Trisna Sutisna.
Sedangkan untuk buku rekening bank, kartu ATM bank dan bonggol cek tertandatangan dari tiga CV dimaksud dikuasai dan dipegang oleh Deden, dengan pencairan dan penggunaan uang menunggu perintah dari Catur Prabowo dan Trisna Sutisna.
Pandhit dan Deden juga menutup akses informasi dan data saat dilakukan pemeriksaan dari Satuan Pengawasan Internal PT Amarta Karya.
Tim penyidik KPK memperkirakan kerugian keuangan negara akibat tindak pidana korupsi tersebut sekitar Rp46 miliar.
KPK juga masih akan melakukan penelusuran dan pendalaman soal nominal uang dari proyek subkontraktor fiktif yang dinikmati oleh Pandhit Seno Aji dan Deden Prayoga.
Atas perbuatannya kedua tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Untuk kebutuhan proses penyidikan, dilakukan penahanan para tersangka masing-masing 20 hari pertama mulai 15 Mei 2024 sampai dengan 3 Juni 2024 di Rutan Cabang KPK," kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu.
Kedua tersangka tersebut yakni Pandhit Seno Aji (PSA) dan Deden Prayoga (DP), keduanya adalah karyawan PT Amarta Karya (Persero) yang ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan berdasarkan fakta persidangan terdakwa mantan Direktur Utama PT Amarta Karya (Persero) Catur Prabowo yang diperkuat dengan kecukupan alat bukti.
Dalam persidangan tersebut, terungkap adanya keterlibatan aktif dari Pandhit dan Seno dan berakibat timbulnya kerugian keuangan akibat subkontraktor fiktif.
Asep menerangkan Pandhit Seno Aji dan Deden Prayoga adalah orang kepercayaan dari Catur Prabowo pada saat menjabat Direktur Utama PT Amarta Karya. Keduanya kemudian diperintahkan untuk memenuhi berbagai kebutuhan pribadi dari Catur Prabowo.
Untuk merealisasikan perintah dimaksud, Pandhit dan Deden berkoordinasi dengan Trisna Sutisna selaku Direktur Keuangan PT Amarta Karya (Persero).
Dengan persetujuan Trisna Sutisna, Pandhit Seno Aji dan Deden Prayoga kemudian mendirikan dan mencari badan usaha berbentuk CV yang akan dijadikan sebagai subkontraktor dari PT Amarta Karya (Persero) untuk menerima pembayaran kerja sama fiktif.
Pandhit dan Deden kemudian membentuk tiga CV sebagai subkontraktor fiktif dan menjadikan keluarga mereka sebagai komisaris dan direktur CV tersebut.
Tim penyidik KPK juga menemukan pekerjaan yang dicantumkan dalam dokumen pembayaran pekerjaan atas tiga CV tersebut adalah pekerjaan yang sudah selesai dilaksanakan maupun yang tidak pernah dilaksanakan.
Baca juga: KPK tetapkan dua tersangka baru kasus korupsi di PT Amarta Karya
Baca juga: KPK panggil eks pegawai PT Amarta Karya dan pihak swasta
Baca juga: KPK telusuri TPPU eks Dirut Amarta Karya lewat pembelian emas
PT Amarta Karya (Persero) diketahui telah mencairkan sejumlah dana untuk pembayaran subkontraktor fiktif untuk ke tiga CV tersebut dari tahun 2018-2020, yang sepenuhnya atas sepengetahuan dan persetujuan dari Catur Prabowo dan Trisna Sutisna.
Sedangkan untuk buku rekening bank, kartu ATM bank dan bonggol cek tertandatangan dari tiga CV dimaksud dikuasai dan dipegang oleh Deden, dengan pencairan dan penggunaan uang menunggu perintah dari Catur Prabowo dan Trisna Sutisna.
Pandhit dan Deden juga menutup akses informasi dan data saat dilakukan pemeriksaan dari Satuan Pengawasan Internal PT Amarta Karya.
Tim penyidik KPK memperkirakan kerugian keuangan negara akibat tindak pidana korupsi tersebut sekitar Rp46 miliar.
KPK juga masih akan melakukan penelusuran dan pendalaman soal nominal uang dari proyek subkontraktor fiktif yang dinikmati oleh Pandhit Seno Aji dan Deden Prayoga.
Atas perbuatannya kedua tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2024
Tags: