BRIN: Siang terik dan malam hujan indikasi akhir musim transisi
14 Mei 2024 13:09 WIB
Ilustrasi. Situasi Kota Bandarlampung beberapa waktu lalu saat diguyur hujan di tengah berlangsungnya musim kemarau akibat fenomena iklim El Nino. ANTARA/Ruth Intan Sozometa Kanafi.
Jakarta (ANTARA) - Peneliti Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN Eddy Hermawan mengatakan fenomena panas terik saat siang hari dan hujan turun saat malam ataupun dini hari menandakan Indonesia sedang memasuki akhir transisi dari musim penghujan ke kemarau.
"Jadi semakin terik suhu umumnya diikuti hujan di malam hari, walaupun sifat hujannya tidak sebesar pada umumnya saat musim penghujan. Ini adalah indikasi yang biasa terjadi akhir musim transisi pertama," kata Eddy di Jakarta, Selasa.
Prediksi Badan Meteorologi Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebutkan awal musim kemarau tahun ini terjadi sejak Mei hingga Agustus 2024. Eddy menuturkan dunia saat ini sedang mengalami gelombang panas. Kawasan yang terpapar gelombang panas adalah kawasan atau negara yang didominasi oleh daratan, seperti India, Thailand, dan kawasan-kawasan seperti Afrika atau Brasil. Menurutnya, gelombang panas adalah suatu kondisi di mana keadaan suhu rata-rata melebihi batas ambang normal selama lebih dari 30 hingga 40 tahun. Bila suhu selama tiga dekade berkisar 27 sampai 28 derajat Celcius, lalu melonjak dengan deviasi di atas lima dan berlangsung permanen selama empat hingga lima hari, maka kondisi itu didefinisikan sebagai gelombang panas. Posisi geografis Indonesia yang dua pertiga laut dan sepertiga daratan dengan lima pulau besar dan 17.548 pulau di mana masing-masing pulau menghasilkan konveksi lokal dan konveksi regional yang membentuk awan. "Alhasil kawasan Indonesia relatif aman dari bahaya gelombang panas," ujar Eddy. Lebih lanjut dia mengaku belum mengetahui secara pasti kapan puncak musim panas akan segera berakhir. Baca juga: Kepala BMKG: Transisi musim hujan baru dimulai November
Namun, jika analisis berbasis perilaku data Indian Ocean Dipole (IOD) yang ada di Lautan Hindia, maka khusus untuk kawasan barat Indonesia dan kawasan Pantai Utara (Pantura) Pulau Jawa justru awal terjadinya kondisi panas sudah dimulai sejak April lalu dan terus merangkak hingga mencapai puncak sekitar Juli 2024.
Hal ini diperparah dengan mulai berhembusnya angin timuran yang bergerak melintasi kawasan Indonesia seiring dengan bergeraknya posisi matahari meninggalkan garis ekuator sejak 21 Maret, bergerak semu menuju belahan bumi utara. “Jadi, ada indikasi kuat jika kondisi panas ini akan terus berlanjut," kata Eddy. Selain kondisi uap air di kawasan barat Indonesia yang ditarik ke arah timur pantai timur Afrika juga angin timuran yang berasal dari gurun di bagian utara Australia sudah mulai merangkak memasuki kawasan Indonesia. Gerbang utama yang akan menerima kondisi ini adalah kawasan Nusa Tenggara Timur, diikuti Nusa Tenggara Barat, Bali, Jawa Timur, dan seterusnya.
Baca juga: BNPB: Cuaca ekstrem dominasi kejadian bencana di transisi musim hujan
"Jadi semakin terik suhu umumnya diikuti hujan di malam hari, walaupun sifat hujannya tidak sebesar pada umumnya saat musim penghujan. Ini adalah indikasi yang biasa terjadi akhir musim transisi pertama," kata Eddy di Jakarta, Selasa.
Prediksi Badan Meteorologi Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebutkan awal musim kemarau tahun ini terjadi sejak Mei hingga Agustus 2024. Eddy menuturkan dunia saat ini sedang mengalami gelombang panas. Kawasan yang terpapar gelombang panas adalah kawasan atau negara yang didominasi oleh daratan, seperti India, Thailand, dan kawasan-kawasan seperti Afrika atau Brasil. Menurutnya, gelombang panas adalah suatu kondisi di mana keadaan suhu rata-rata melebihi batas ambang normal selama lebih dari 30 hingga 40 tahun. Bila suhu selama tiga dekade berkisar 27 sampai 28 derajat Celcius, lalu melonjak dengan deviasi di atas lima dan berlangsung permanen selama empat hingga lima hari, maka kondisi itu didefinisikan sebagai gelombang panas. Posisi geografis Indonesia yang dua pertiga laut dan sepertiga daratan dengan lima pulau besar dan 17.548 pulau di mana masing-masing pulau menghasilkan konveksi lokal dan konveksi regional yang membentuk awan. "Alhasil kawasan Indonesia relatif aman dari bahaya gelombang panas," ujar Eddy. Lebih lanjut dia mengaku belum mengetahui secara pasti kapan puncak musim panas akan segera berakhir. Baca juga: Kepala BMKG: Transisi musim hujan baru dimulai November
Namun, jika analisis berbasis perilaku data Indian Ocean Dipole (IOD) yang ada di Lautan Hindia, maka khusus untuk kawasan barat Indonesia dan kawasan Pantai Utara (Pantura) Pulau Jawa justru awal terjadinya kondisi panas sudah dimulai sejak April lalu dan terus merangkak hingga mencapai puncak sekitar Juli 2024.
Hal ini diperparah dengan mulai berhembusnya angin timuran yang bergerak melintasi kawasan Indonesia seiring dengan bergeraknya posisi matahari meninggalkan garis ekuator sejak 21 Maret, bergerak semu menuju belahan bumi utara. “Jadi, ada indikasi kuat jika kondisi panas ini akan terus berlanjut," kata Eddy. Selain kondisi uap air di kawasan barat Indonesia yang ditarik ke arah timur pantai timur Afrika juga angin timuran yang berasal dari gurun di bagian utara Australia sudah mulai merangkak memasuki kawasan Indonesia. Gerbang utama yang akan menerima kondisi ini adalah kawasan Nusa Tenggara Timur, diikuti Nusa Tenggara Barat, Bali, Jawa Timur, dan seterusnya.
Baca juga: BNPB: Cuaca ekstrem dominasi kejadian bencana di transisi musim hujan
Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2024
Tags: