Jakarta (ANTARA News) - Film "Slank Nggak Ada Matinya" antara lain membingkai kegalauan Bimbim saat Bongky, Pay, Reynold dan Indra Q memutuskan keluar dari Slank tahun 1997.

Saat itu Bimbim, Kaka, dan Ivanka mengadakan audisi untuk mencari gitaris untuk mendukung tur mereka dan akhirnya memilih Abdee dan Ridho.

Abdee dan Ridho kemudian menjadi bagian kekuatan baru Slank, sebagai anggota band dan sebagai saudara, pada masa Slank mendapat banyak surat protes dari penggemar karena sempat ingin membubarkan diri.

Kisah perjalanan Slank dalam film yang dibintangi oleh Adipati Dolien (Bimbim), Ricky Harun (Kaka), Aaron Ashab (Ivanka), Deva Mahenra (Abdee) dan Ajun Perwira (Ridho) itu tidak hanya mengupas proses kreatif Slank, tapi juga kehidupan mereka di panggung dan di luar panggung.

Menurut Bimbim, semua cerita dalam film "Slank Nggak Ada Matinya" adalah kisah nyata.

Sutradara Fajar Bustomi mengatakan dramatisasi hanya dia lakukan pada proses penyuntingan, antara lain berupa penambahan adegan slow motion.

"Biografi band besar, saya kurangi hiperbola," kata Fajar dalam jumpa pers pada Rabu (18/12) malam.

Slank pun terlibat penuh dalam film ini, mulai dari penulisan naskah hingga pengambilan gambar. Bimbim mengaku kerap berada di sebelah Fajar saat pengambilan gambar.

Personel Slank pun turut tampil dalam film. Bimbim menjadi seorang laki-laki di bar yang curhat kepada Adipati Dolken. Dan Abdee mengkritik musikalitas Slank saat bertemu Ajun Perwira.

"Itu ide Slank sendiri," kata produser Chand PArwez Servia tentang kemunculan personel Slank.


Masa gelap

Bimbim, Kaka, dan Ivanka tahun 90an akrab dengan obat-obatan terlarang. Film ini juga mengulas masa-masa gelap itu dan peran Bunda Iffet, yang diperankan oleh Meriam Bellina, untuk memulihkan mereka.

"Bunda buat open house untuk main musik, bukan untuk pakai barang begini," kata Meriam Bellina, yang tampil mirip dengan Bunda Iffet, berkerudung dan berkacamata.

Bimbim mengatakan film ini memang ingin menyajikan pergulatan Slank formasi 14 untuk lepas dari obat-obatan terlarang. Baginya, dokumentasi tentang Slank saat manggung sudah cukup banyak.

Sutradara Fajar Bustomi menggambarkan bagi Slank, saat itu obat-obatan tersebut merupakan salah satu barang yang harus ada ketika mereka manggung.

Dengan menggambarkan rupa barang dan bagaimana "sakau" Bimbim ketika "barang" tersebut tidak ada, penonton diberi tahu bagaimana ketergantungan tiga personel Slank terhadap obat-obatan.

Abdee, yang ditemui usai pemutaran film tersebut, mengatakan saat ia masuk Slank tahun 1997, ia melihat tiga sahabatnya itu sebenarnya sudah letih memakai obat-obatan.

Hanya saja, badan mereka yang sudah terbiasa, membutuhkan obat-obatan itu agar tetap "normal".

"Mereka sakit. Mereka butuh dukungan. Kami satu band gede dan sayang kalau hancur karena narkoba," kata Abdee mengenang masa itu.

Dalam film, Abdee, Ridho, dan Bunda Iffet berjuang melepaskan tiga personel Slank dari ketergantungan narkoba. Dua tahun mereka mendampingi Bimbim, Kaka, dan Ivanka agar bebas dari narkoba.

"Layaknya saudara, masak punya kita tinggal," kata Abdee.

Penggemar juga yang membuat Slank terpacu bersih dari narkoba. Abdee mengatakan mereka tidak ingin Slankers sejati terkontaminasi dengan hal-hal tersebut.

Mereka pun sengaja mengumumkan bahwa Slank telah bersih dari obat-obatan terlarang. Hasilnya para junkie pun kini tidak lagi terlihat di Potlot.

"Kami ingin inspirasi buat seluruh anak Indonesia, seluruh anak band, semua ibu yang punya masalah yang sama dengan Bunda, jauhi narkoba," tegas Bimbim.

Slank pun ingin terus berkarya dan menggunakan musik mereka untuk hal-hal yang bermanfaat bagi Indonesia. Dan seperti teriakan Kaka di film itu, "Selama republik ini ada. Slank enggak bakalan mati. Titik."