Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis penyakit dalam-konsultan reumatologi dari Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta menyampaikan bahwa tes antinuclear antibodies atau tes ANA untuk mengetahui adanya masalah pada sistem imun tubuh tidak perlu diulang jika diagnosis lupus sudah tegak.
"Ketika diagnosis sudah tegak, tes ANA tidak perlu diulang lagi," kata dr. RM Suryo Anggoro KW, SpPD-KR dalam seminar mengenai penyakit lupus yang diikuti via daring dari Jakarta, Senin.
Namun demikian, menurut dia, dokter dapat meminta pasien menjalani tes anti-double-stranded DNA (anti-dsDNA) untuk mengetahui apakah penyakit sudah mencapai remisi pada individu yang telah didiagnosis mengalami lupus.
"Untuk memantau aktivitas penyakit, selain dari keluhan, selain dari pemeriksaan laboratorium sederhana, anti-dsDNA inilah yang digunakan. Dan kalau penyakitnya terkendali, bisa terlihat normal hasilnya," katanya.
Suryo menyampaikan bahwa diagnosis lupus ditegakkan berdasarkan kombinasi temuan gejala fisik spesifik, pemeriksaan laboratorium sederhana seperti pemeriksaan untuk mengecek kadar hemoglobin dan trombosit dalam darah, serta pemeriksaan laboratorium spesifik seperti tes anti-dsDNA dan tes komplemen 3 dan 4 (C3 dan C4).
"Kalau misalnya manifestasi lupus yang tadinya ada menjadi tidak ada, keluhan tidak ada, terus lab-nya yang tadinya hemoglobin (hb) rendah sekarang normal, trombosit yang tadinya rendah menjadi normal, dsDNA-nya tinggi menjadi turun, atau komplemen tadinya rendah menjadi normal. Dengan sistem scoring, bisa kita tentukan lupusnya sudah remisi atau belum," ia menjelaskan.
Baca juga: Hindari konsumsi suplemen penguat imun dalam pengobatan lupus
Baca juga: Anak perempuan lebih berisiko terkena lupus dibanding laki-laki
Menurut informasi yang disiarkan oleh Kementerian Kesehatan, lupus adalah penyakit peradangan kronis yang terjadi ketika sistem kekebalan tubuh menyerang sel dan jaringan tubuh sendiri.
Penyakit yang disebut Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) ini dapat menyerang organ tubuh seperti persendian, kulit, ginjal, sel darah, otak, jantung, dan paru-paru.
Faktor yang diduga mempengaruhi terjadinya lupus antara lain faktor genetik, seperti riwayat penyakit lupus dalam keluarga, serta faktor lingkungan seperti infeksi virus atau bakteri, paparan sinar matahari, obat-obatan tertentu, dan stres.
Gejala lupus bisa bervariasi dari ringan hingga parah. Beberapa gejala umum yang sering terjadi antara lain ruam kulit berbentuk seperti sayap kupu-kupu di pipi dan batang hidung, kelelahan yang berlebihan dan sulit diatasi, serta nyeri dan pembengkakan pada sendi, terutama di tangan dan kaki.
Lupus juga dapat mempengaruhi organ lain seperti ginjal, jantung, paru-paru, dan otak, menyebabkan gejala yang berbeda-beda tergantung pada organ yang terkena.
Terapi pengobatan lupus dilakukan untuk mengendalikan peradangan, meringankan gejala, dan mencegah kerusakan organ.
Baca juga: Pendekatan presisi penakluk penyakit lupus
Baca juga: Lupus bisa terjadi pada semua usia termasuk anak-anak
Dokter: Tes ANA tak perlu diulang jika diagnosis lupus sudah tegak
13 Mei 2024 20:33 WIB
Arsip Foto - Panitia memegang pin dalam acara peringatan Hari Lupus Sedunia. (FOTO ANTARA/Rosa Panggabean)
Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2024
Tags: