PDIP nilai UU Kementerian Negara masih visioner hadapi tantangan
13 Mei 2024 16:31 WIB
Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri (tengah) bersama Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto (kiri) menyimak penjelasan seniman Butet Kartaredjasa (kanan) saat meninjau Pameran Seni Rupa Butet Kartaredjasa Melik Nggendong Lali di Galeri Nasional, Jakarta, Senin (13/5/2024). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/aww.
Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menilai Undang-Undang Kementerian Negara saat ini terutama terkait aturan jumlah nomenklatur kementerian masih visioner untuk saat ini.
Hal itu disampaikan Hasto menanggapi wacana pemerintahan Prabowo-Gibran yang akan menambah nomenklatur kementerian dari 34 menjadi 40.
"Dalam pandangan PDI Perjuangan kami percaya bahwa dengan UU Kementerian Negara yang ada, sebenarnya masih visioner untuk mampu menjawab berbagai tantangan bangsa dan negara saat ini," kata Hasto di Gedung Galeri Nasional, Jakarta, Senin.
Ia tak mungkiri masing-masing presiden memiliki kewenangan-nya dalam menyusun kabinet. Namun, menurutnya, UU Kementerian Negara saat ini sudah mampu merepresentasikan seluruh tanggung jawab negara.
Politisi asal Yogyakarta ini mengingatkan UU Kementerian Negara dibuat untuk mencapai tujuan bernegara, bukan justru untuk mengakomodasi kekuatan politik.
Untuk itu, pemilahan haruslah jelas mengingat Indonesia akan menghadapi tantangan persoalan yang tidak ringan. Mulai dari persoalan ekonomi, deindustrialisasi, pendidikan, hingga kualitas kesehatan.
"(Jadi langkah diambil seharusnya) Bukan untuk memperbesar ruang akomodasi. Karena kepemimpinan nasional di dalam me-manage negara melalui struktur yang efektif yang efisien, struktur yang mampu mengorganisir seluruh persoalan bangsa menjadi suatu solusi yang dirasakan rakyat, itulah yang paling penting di dalam merancang kabinet," jelasnya.
Baca juga: Komisi II: Penambahan nomenklatur harus revisi UU Kementerian Negara
Baca juga: Sekjen APHTN-HAN usulkan adanya perubahan UU Kementerian Negara
Baca juga: Pakar: Pembentukan kementerian baru keniscayaan konstitusional
Di sisi lain, Hasto menjelaskan Undang-Undang Kementerian Negara menjadi representasi untuk negara menjalankan fungsi-fungsinya dalam melindungi segenap bangsa Indonesia.
"Dan juga fungsi yang sangat penting di dalam tata pergaulan dunia sehingga itulah yang kemudian dijabarkan di dalam pemerintahan; dan kemudian ada yang mandatory oleh Undang-undang Dasar seperti tentang kementerian luar negeri, kementerian pertahanan, kementerian dalam negeri; kemudian fungsi-fungsi dasar yang dijalankan oleh negara, seperti kesejahteraan sosial kemudian keuangan negara dan sebagainya," pungkas Hasto.
Sebelumnya, presiden terpilih Prabowo Subianto berencana menambah jumlah kementerian dari yang semula 34 menjadi 40.
Wakil Presiden RI terpilih Gibran Rakabuming Raka juga telah menanggapi kabar penambahan jumlah kementerian menjadi 40 kursi ini. Menurut dia, komposisi kabinet saat ini masih dibicarakan dengan berbagai pihak.
Wali Kota Surakarta itu tak menampik kemungkinan bertambahnya kursi menteri di kabinet Prabowo-Gibran. Bahkan, dia mengakui salah satu kementerian yang sedang digagas adalah kementerian khusus untuk mengurus program makan siang gratis.
Program makan siang gratis merupakan program yang menjadi andalan pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 2 Prabowo-Gibran selama masa kampanye Pilpres 2024.
Gibran pun mengakui program tersebut tidak sederhana sehingga perlu lembaga khusus untuk menanganinya.
Hal itu disampaikan Hasto menanggapi wacana pemerintahan Prabowo-Gibran yang akan menambah nomenklatur kementerian dari 34 menjadi 40.
"Dalam pandangan PDI Perjuangan kami percaya bahwa dengan UU Kementerian Negara yang ada, sebenarnya masih visioner untuk mampu menjawab berbagai tantangan bangsa dan negara saat ini," kata Hasto di Gedung Galeri Nasional, Jakarta, Senin.
Ia tak mungkiri masing-masing presiden memiliki kewenangan-nya dalam menyusun kabinet. Namun, menurutnya, UU Kementerian Negara saat ini sudah mampu merepresentasikan seluruh tanggung jawab negara.
Politisi asal Yogyakarta ini mengingatkan UU Kementerian Negara dibuat untuk mencapai tujuan bernegara, bukan justru untuk mengakomodasi kekuatan politik.
Untuk itu, pemilahan haruslah jelas mengingat Indonesia akan menghadapi tantangan persoalan yang tidak ringan. Mulai dari persoalan ekonomi, deindustrialisasi, pendidikan, hingga kualitas kesehatan.
"(Jadi langkah diambil seharusnya) Bukan untuk memperbesar ruang akomodasi. Karena kepemimpinan nasional di dalam me-manage negara melalui struktur yang efektif yang efisien, struktur yang mampu mengorganisir seluruh persoalan bangsa menjadi suatu solusi yang dirasakan rakyat, itulah yang paling penting di dalam merancang kabinet," jelasnya.
Baca juga: Komisi II: Penambahan nomenklatur harus revisi UU Kementerian Negara
Baca juga: Sekjen APHTN-HAN usulkan adanya perubahan UU Kementerian Negara
Baca juga: Pakar: Pembentukan kementerian baru keniscayaan konstitusional
Di sisi lain, Hasto menjelaskan Undang-Undang Kementerian Negara menjadi representasi untuk negara menjalankan fungsi-fungsinya dalam melindungi segenap bangsa Indonesia.
"Dan juga fungsi yang sangat penting di dalam tata pergaulan dunia sehingga itulah yang kemudian dijabarkan di dalam pemerintahan; dan kemudian ada yang mandatory oleh Undang-undang Dasar seperti tentang kementerian luar negeri, kementerian pertahanan, kementerian dalam negeri; kemudian fungsi-fungsi dasar yang dijalankan oleh negara, seperti kesejahteraan sosial kemudian keuangan negara dan sebagainya," pungkas Hasto.
Sebelumnya, presiden terpilih Prabowo Subianto berencana menambah jumlah kementerian dari yang semula 34 menjadi 40.
Wakil Presiden RI terpilih Gibran Rakabuming Raka juga telah menanggapi kabar penambahan jumlah kementerian menjadi 40 kursi ini. Menurut dia, komposisi kabinet saat ini masih dibicarakan dengan berbagai pihak.
Wali Kota Surakarta itu tak menampik kemungkinan bertambahnya kursi menteri di kabinet Prabowo-Gibran. Bahkan, dia mengakui salah satu kementerian yang sedang digagas adalah kementerian khusus untuk mengurus program makan siang gratis.
Program makan siang gratis merupakan program yang menjadi andalan pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 2 Prabowo-Gibran selama masa kampanye Pilpres 2024.
Gibran pun mengakui program tersebut tidak sederhana sehingga perlu lembaga khusus untuk menanganinya.
Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2024
Tags: