Rachmawati minta Hanung-Raam tunjukkan sertifikat hak cipta film Soekarno
17 Desember 2013 23:59 WIB
Sutradara Hanung Bramantyo (kiri) bersama Putri Presiden RI Pertama, Racmawati Soekarnoputri (tengah) dan Produser MPV Pictures, Raam Punjabi (kanan) pada konfrensi pers pembuatan film Sukarno Indonesia Merdeka di Gedung Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Diponegoro, Jakarta, Selasa (18/12). Film yang mengangkat cerita perjuangan dan pemikiran Sang Proklamator Soekarno dengan latar belakang tahun 1920an hingga masa kemerdekaan itu dirilis pada Agustus 2013. (FOTO ANTARA/Teresia May) ()
Jakarta (ANTARA News) - Jurubicara Rachmawati Soekarnoputri, Teguh Santosa menyatakan pihaknya meminta Hanung Bramantyo dan Raam Punjabi menunjukkan sertifikat hak cipta atas film Soekarno.
"Hanya sertifikat itulah yang dapat membuktikan bahwa Hanung dan Raam Punjabi tidak mencuri ide Ketua Dewan Pembina Yayasan Pendidikan Soekarno (YPS) Rachmawati Soekarnoputri," ujarnya menanggapi pernyataan kuasa hukum Multivision Plus dalam jumpa pers di City Walk, Selasa siang.
Teguh mengungkapkan mendaftarkan hak cipta tidak sama artinya dengan memiliki hak cipta. Mendaftarkan hak cipta hanya salah satu dari sekian banyak hal yang diperlukan untuk mengantongi hak cipta.
"Kalau mereka sudah mengantongi hak cipta, tidak mungkin Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengeluarkan surat penetapan nomor 93 pada tanggal 11 Desember lalu yang isinya antara lain memerintahkan Multivision Plus menghentikan pemutaran film karena masih dipersengketakan," kata Teguh.
Teguh juga mengatakan, selain mendaftarkan kasus ini ke Pengadilan Niaga pada PN Jakarta Pusat, Rachmawati juga membawa kasus ini ke Polda Metro Jaya. Sejauh ini, lanjutnya, Polda Metro Jaya telah memeriksa empat orang saksi ahli. Dua saksi ahli Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) dan dua lagi saksi ahli dari kalangan akademis.
"Kami masih menunggu penyidikan di Polda Metro Jaya. Pada dasarnya, proses hukum di Polda Metro Jaya dan Pengadilan Niaga adalah dua proses hukum yang berbeda," katanya lagi.
Pengadilan Niaga pada PN Jakarta Pusat akan menggelar sidang perdana permohonan Rachmawati Soekarnoputri ini hari Rabu (18/12/2013). (*)
"Hanya sertifikat itulah yang dapat membuktikan bahwa Hanung dan Raam Punjabi tidak mencuri ide Ketua Dewan Pembina Yayasan Pendidikan Soekarno (YPS) Rachmawati Soekarnoputri," ujarnya menanggapi pernyataan kuasa hukum Multivision Plus dalam jumpa pers di City Walk, Selasa siang.
Teguh mengungkapkan mendaftarkan hak cipta tidak sama artinya dengan memiliki hak cipta. Mendaftarkan hak cipta hanya salah satu dari sekian banyak hal yang diperlukan untuk mengantongi hak cipta.
"Kalau mereka sudah mengantongi hak cipta, tidak mungkin Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengeluarkan surat penetapan nomor 93 pada tanggal 11 Desember lalu yang isinya antara lain memerintahkan Multivision Plus menghentikan pemutaran film karena masih dipersengketakan," kata Teguh.
Teguh juga mengatakan, selain mendaftarkan kasus ini ke Pengadilan Niaga pada PN Jakarta Pusat, Rachmawati juga membawa kasus ini ke Polda Metro Jaya. Sejauh ini, lanjutnya, Polda Metro Jaya telah memeriksa empat orang saksi ahli. Dua saksi ahli Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) dan dua lagi saksi ahli dari kalangan akademis.
"Kami masih menunggu penyidikan di Polda Metro Jaya. Pada dasarnya, proses hukum di Polda Metro Jaya dan Pengadilan Niaga adalah dua proses hukum yang berbeda," katanya lagi.
Pengadilan Niaga pada PN Jakarta Pusat akan menggelar sidang perdana permohonan Rachmawati Soekarnoputri ini hari Rabu (18/12/2013). (*)
Pewarta: Desy Saputra
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013
Tags: