Jakarta (ANTARA News) - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa optimistis pertumbuhan ekonomi pada 2014 akan mencapai angka enam persen, atau lebih tinggi dari proyeksi Bank Dunia yang hanya memperkirakan 5,3 persen.

"Saya lebih optimis dari Bank Dunia, apalagi dalam APBN 2014 asumsinya enam persen," katanya di Jakarta, Selasa.

Hatta mengatakan kondisi perekonomian tahun 2014 diperkirakan mulai membaik, oleh karena itu pertumbuhan ekonomi pada 2014 seharusnya dapat lebih baik dari angka pertumbuhan ekonomi 2013 yang berada pada kisaran 5,6-5,8 persen.

Hatta mengingatkan kepada seluruh pemangku kepentingan untuk memelihara sentimen positif, terkait defisit neraca transaksi berjalan, yang telah terjalin dengan baik, dan memberikan ketenangan kepada pelaku pasar.

"Memang yang perlu kita waspadai adalah upaya kita untuk mengurangi beban current account, ini yang harus kita jaga karena menyangkut sentimen dan persepsi terhadap rupiah," ujarnya.

Ia mengakui pemerintah telah melahirkan paket kebijakan ekonomi yang bertujuan untuk stabilisasi ekonomi, namun hal tersebut bukan berarti pemerintah berdiam diri dalam menghadapi risiko perlambatan ekonomi tersebut.

"Paket kebijakan yang kita gulirkan dalam rangka stabilisasi mengakibatkan pertumbuhan tak tumbuh tinggi, tapi tak boleh juga pertumbuhan dikorbankan pada angka yang rendah, karena kita butuh employment untuk mengurangi kemiskinan," kata Hatta.

Sebelumnya Bank Dunia dalam laporan triwulan terbaru memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2014 akan mengalami perlambatan serta menghadapi risiko tinggi sehingga diperkirakan hanya mencapai angka 5,3 persen.

"Bank Dunia memprediksi pertumbuhan PDB Indonesia turun dari level 5,6 persen di 2013 menjadi 5,3 persen di 2014," kata Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia, Rodrigo Chaves.

Rodrigo menjelaskan salah satu alasan untuk pelemahan prediksi Bank Dunia adalah adanya penurunan investasi yang hanya tumbuh 4,5 persen di triwulan III-2013, terutama untuk alat berat dan industri mesin.

Selain itu, risiko lainnya adalah rencana penghapusan stimulus The Fed (Bank Sentral AS) yang diperkirakan akan membuat kondisi pasar modal dunia terus bergejolak dan menghambat akses Indonesia terhadap dana eksternal.

"Pertumbuhan konsumsi domestik yang selama ini cukup tangguh juga diperkirakan akan melemah. Proyeksi keuangan juga terlihat rentan akibat belanja subsidi BBM," kata Rodrigo.