Australia, Selandia Baru dukung Palestina dalam pemungutan suara PBB
11 Mei 2024 16:37 WIB
Riyad Mansour (tengah), pengamat tetap Palestina untuk PBB, bercakap-cakap menjelang pertemuan Dewan Keamanan untuk memperbarui pertimbangan keanggotaan penuh Palestina di PBB, di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, Senin (8/4/2024). ANTARA/UN Photo/HO via Xinhua/Loey Felipe/am.
Ankara (ANTARA) - Australia dan Selandia Baru pada Jumat (10/5) bergabung dengan negara-negara lain dalam mendukung negara Palestina dalam pemungutan suara tingkat tinggi di PBB.
Berbicara kepada wartawan di Adelaide pada Sabtu, Menteri Luar Negeri Australia Penny Wong mengatakan pemungutan suara tersebut bertujuan untuk memberikan "hak tambahan yang sederhana untuk berpartisipasi dalam forum PBB," dan bahwa Australia hanya akan mengakui Palestina "bila menurut kami waktunya tepat."
"Sebagian besar wilayah kami dan banyak mitra kami juga memberikan suara setuju, termasuk sekutu kami Selandia Baru, mitra khusus dan strategis kami Jepang, mitra strategis komprehensif kami Indonesia, Singapura dan Republik Korea," katanya.
"Resolusi yang kami dukung ini adalah tentang perdamaian dan keamanan jangka panjang bagi Israel dan Palestina. Dan saya sangat yakin bahwa satu-satunya jalan untuk menjamin perdamaian dan keamanan bagi Israel adalah dengan pembentukan dua negara," tambah menteri tersebut.
Dia berpendapat bahwa Australia tidak lagi percaya bahwa pengakuan "hanya dapat terjadi pada akhir proses perdamaian," namun "dapat terjadi sebagai bagian dari proses perdamaian."
Ketika ditanya tentang langkah selanjutnya dalam proses PBB, Wong mengatakan "apa yang ingin kami lihat adalah negosiasi gencatan senjata ... gencatan senjata kemanusiaan segera dan dimulainya proses perdamaian."
Menteri Luar Negeri Selandia Baru Winston Peters mengatakan pemungutan suara di negaranya "pertama-tama dan terutama mencerminkan rasa frustrasi yang dirasakan komunitas internasional terhadap siklus kekerasan tanpa akhir yang terus melanda wilayah tersebut."
"Kami secara konsisten mengatakan bahwa Israel dan negara Palestina di masa depan yang hidup berdampingan secara damai adalah satu-satunya solusi tahan lama dan adil."
"Hal itu hanya dapat dicapai jika pihak-pihak tersebut mengakhiri konflik ini dan kembali ke meja perundingan."
Dia menekankan perlunya gencatan senjata di Gaza, di mana Israel telah membunuh hampir 35 ribu warga Palestina sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 yang merenggut 1.200 nyawa.
"Gencatan senjata permanen, pembebasan sandera, dan meringankan krisis kemanusiaan. Krisis kemanusiaan yang dahsyat di Gaza hanya dapat diselesaikan melalui meja perundingan, bukan dengan tindakan militer di Rafah dan kami menyerukan deeskalasi segera," kata Peters dalam sebuah pernyataan.
Majelis Umum PBB pada Jumat (10/5) dengan suara bulat mendukung resolusi yang menyerukan evaluasi ulang upaya Palestina untuk menjadi anggota PBB dan memberikan hak tambahan.
Resolusi tersebut, yang dipelopori oleh Uni Emirat Arab (atas nama Kelompok Arab), diadopsi dengan suara setuju dari 143 negara anggota, AS termasuk di antara sembilan negara yang menentang perjanjian tersebut, sementara 25 negara lainnya abstain.
Palestina mengajukan permohonan keanggotaan penuh di PBB pada 2011 tetapi tidak menerima dukungan yang diperlukan dari Dewan Keamanan berdasarkan veto AS. Namun, pada 2012, Palestina memperoleh "status pengamat tetap".
Sumber: Anadolu
Baca juga: Indonesia dorong pemberian hak istimewa bagi Palestina di PBB
Baca juga: Belgia, Denmark, Spanyol sambut resolusi keanggotaan Palestina di PBB
Berbicara kepada wartawan di Adelaide pada Sabtu, Menteri Luar Negeri Australia Penny Wong mengatakan pemungutan suara tersebut bertujuan untuk memberikan "hak tambahan yang sederhana untuk berpartisipasi dalam forum PBB," dan bahwa Australia hanya akan mengakui Palestina "bila menurut kami waktunya tepat."
"Sebagian besar wilayah kami dan banyak mitra kami juga memberikan suara setuju, termasuk sekutu kami Selandia Baru, mitra khusus dan strategis kami Jepang, mitra strategis komprehensif kami Indonesia, Singapura dan Republik Korea," katanya.
"Resolusi yang kami dukung ini adalah tentang perdamaian dan keamanan jangka panjang bagi Israel dan Palestina. Dan saya sangat yakin bahwa satu-satunya jalan untuk menjamin perdamaian dan keamanan bagi Israel adalah dengan pembentukan dua negara," tambah menteri tersebut.
Dia berpendapat bahwa Australia tidak lagi percaya bahwa pengakuan "hanya dapat terjadi pada akhir proses perdamaian," namun "dapat terjadi sebagai bagian dari proses perdamaian."
Ketika ditanya tentang langkah selanjutnya dalam proses PBB, Wong mengatakan "apa yang ingin kami lihat adalah negosiasi gencatan senjata ... gencatan senjata kemanusiaan segera dan dimulainya proses perdamaian."
Menteri Luar Negeri Selandia Baru Winston Peters mengatakan pemungutan suara di negaranya "pertama-tama dan terutama mencerminkan rasa frustrasi yang dirasakan komunitas internasional terhadap siklus kekerasan tanpa akhir yang terus melanda wilayah tersebut."
"Kami secara konsisten mengatakan bahwa Israel dan negara Palestina di masa depan yang hidup berdampingan secara damai adalah satu-satunya solusi tahan lama dan adil."
"Hal itu hanya dapat dicapai jika pihak-pihak tersebut mengakhiri konflik ini dan kembali ke meja perundingan."
Dia menekankan perlunya gencatan senjata di Gaza, di mana Israel telah membunuh hampir 35 ribu warga Palestina sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 yang merenggut 1.200 nyawa.
"Gencatan senjata permanen, pembebasan sandera, dan meringankan krisis kemanusiaan. Krisis kemanusiaan yang dahsyat di Gaza hanya dapat diselesaikan melalui meja perundingan, bukan dengan tindakan militer di Rafah dan kami menyerukan deeskalasi segera," kata Peters dalam sebuah pernyataan.
Majelis Umum PBB pada Jumat (10/5) dengan suara bulat mendukung resolusi yang menyerukan evaluasi ulang upaya Palestina untuk menjadi anggota PBB dan memberikan hak tambahan.
Resolusi tersebut, yang dipelopori oleh Uni Emirat Arab (atas nama Kelompok Arab), diadopsi dengan suara setuju dari 143 negara anggota, AS termasuk di antara sembilan negara yang menentang perjanjian tersebut, sementara 25 negara lainnya abstain.
Palestina mengajukan permohonan keanggotaan penuh di PBB pada 2011 tetapi tidak menerima dukungan yang diperlukan dari Dewan Keamanan berdasarkan veto AS. Namun, pada 2012, Palestina memperoleh "status pengamat tetap".
Sumber: Anadolu
Baca juga: Indonesia dorong pemberian hak istimewa bagi Palestina di PBB
Baca juga: Belgia, Denmark, Spanyol sambut resolusi keanggotaan Palestina di PBB
Penerjemah: Cindy Frishanti Octavia
Editor: Arie Novarina
Copyright © ANTARA 2024
Tags: