Kupang (ANTARA) - Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengimbau masyarakat Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk mewaspadai potensi gerakan tanah seperti longsor saat hujan deras.

"Ada 15 kecamatan yang memiliki potensi gerakan tanah menengah-tinggi," kata Kepala Balai Pemantauan Gunung Api dan Mitigasi Bencana Gerakan Tanah Wilayah Nusa Tenggara, Badan Geologi, Zakarias Ghele Raja ketika dihubungi dari Kupang, Sabtu.

Hal itu ia sampaikan menyikapi kejadian longsor akibat hujan deras, Sabtu (4/5) yang mengakibatkan tiga warga Kabupaten Ende meninggal.

Baca juga: BPBD: Akses jalur utara Pulau Flores di Ende terputus akibat longsor

Ia menjelaskan mitigasi bencana tanah longsor dapat dilakukan apabila mengetahui tanda-tanda longsor, sekaligus melakukan langkah antisipasi.

Tanda-tanda longsor, yakni longsoran kecil pada lereng, lalu muncul retakan, penurunan pada lereng atau dinding penahan di pinggir lereng bukit.

Tanda berikut, longsornya benda-benda, seperti pohon, batu, dan lainnya jatuh dari pinggir lereng bukit. Lalu, ada perubahan mendadak warna air sungai atau alur sungai dari bening jadi berlumpur atau keruh.

Selain itu, dari dinding bukit keluar mata air yang cukup deras, sehingga terjadi longsor sedikit demi sedikit. "Lalu, makin banyaknya rembesan air yang keluar di sepanjang dinding bukit," ucapnya.

Dengan mengetahui tanda-tanda itu, Zakarias menyebut masyarakat dapat melakukan langkah antisipasi. "Masyarakat dapat menghindari tanah longsor dengan tidak bermukim di tepi, bawah, atas tebing yang terjal, lalu tidak bermukim di mulut lembah, alur sungai," katanya.

Zakarias menilai pentingnya pencegahan kejadian gerakan tanah agar dapat meminimalisasi dampak yang ditimbulkan.

Badan Geologi juga memberikan rekomendasi agar masyarakat tidak mengembangkan pemukiman mendekat ke arah lereng dan alur air, baik sungai maupun alur-alur air lainnya.

Langkah berikutnya, yakni tidak mengembangkan lahan basah, kolam penampungan air di sekitar pemukiman untuk menghindari pelunakan dan pembebanan agar tidak membebani lereng yang dapat memicu gerakan tanah.

Selain itu, masyarakat perlu membuat dinding penahan tebing (DPT) atau perkuatan lereng pada tebing sesuai dengan kaidah geologi teknik.

Dinding penahan disarankan menembus batuan dasar atau keras dan dilengkapi dengan lubang air dan parit atau selokan kedap air untuk aliran air permukaan.

Baca juga: BPBD imbau pengguna jalur Trans Flores Ende Maumere waspada longsor

Baca juga: Gunung Iya di Kabupaten Ende bergejolak


Ia mengimbau warga untuk melestarikan vegetasi berakar kuat dan dalam di daerah berlereng terjal untuk memperkuat kestabilan lereng.

"Lakukan penataan lahan atau pelestarian vegetasi yang memperkuat lereng, tidak melakukan aktivitas yang dapat mengganggu kestabilan lereng, serta penataan drainase dan pembuatan bronjong," katanya.

Adapun 15 kecamatan di Kabupaten Ende yang memiliki potensi risiko menengah-tinggi, yakni Kecamatan Detukeli, Detusoko, Ende, Kelimutu, Kota Baru, Lempembusu Kelisoke, Lio Timur, Maurole, Mauruko, Nangapanda, Ndona, Ndona Timur, Welaria, Wolojita, dan Wolowaru.