Aprindo dan Gaprindo bahas aturan produk tembakau di RPP Kesehatan
8 Mei 2024 20:42 WIB
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey usai pelepasan pendistribusian 15 juta kilogram beras di Rice Plant Cipinang, Komplek Pasar Induk Beras Cipinang, Kelurahan Pisangan Timur, Kecamatan Pulogadung, Jakarta Timur, Rabu (21/2/2024). (ANTARA/Syaiful Hakim)
Jakarta (ANTARA) - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) dan Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) membahas kebijakan pemerintah mengenai pengaturan penjualan produk tembakau yang tertera pada aturan tembakau.
Aturan itu tertera dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan sebagai aturan pelaksana Undang-Undang (UU) Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023.
Aprindo menggelar forum diskusi dan melakukan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) dengan Asosiasi Pasar Rakyat Seluruh Indonesia (Aparsi) di Jakarta, Selasa (7/5). Acara itu turut dihadiri oleh Gaprindo.
Baca juga: Pekerja seni minta aturan tembakau di RPP Kesehatan dikaji ulang
Berkaitan dengan pembahasan kebijakan pemerintah tersebut, Aprindo bersama Gaprindo berkomitmen penuh untuk mendukung penerapan pengaturan penjualan produk tembakau yang efektif, khususnya untuk pembatasan pembelian hanya untuk orang dewasa yang berusia di atas 18 tahun sesuai dengan peraturan yang berlaku saat ini.
Namun, Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu, mengatakan terkait aturan tembakau di RPP Kesehatan, terdapat beberapa poin yang meresahkan para pengusaha ritel.
Salah satunya, pengetatan penjualan dalam parameter tertentu yang akan menimbulkan ketimpangan, diskriminatif, dan berdampak negatif kepada kepastian berusaha.
Namun, hingga saat ini, Aprindo menyatakan belum pernah dilibatkan oleh pemerintah untuk membahas rencana aturan tersebut.
"Rencana aturan tersebut akan berdampak langsung kepada pengusaha ritel dan kami tidak mendapatkan kesempatan yang sama dalam berusaha. Selain itu, apakah implementasi aturan tersebut dapat diukur efektivitasnya di lapangan? Pembatasan penjualan dengan menerapkan parameter tertentu juga rawan pungli dan rentan terhadap pemahaman penegak atau pengawas peraturan di lapangan," kata Roy.
Selain itu, Roy menyebut aturan pembatasan penjualan rokok dengan zonasi 200 meter berpotensi menjadi pasal karet yang multitafsir. Pasal tersebut dinilai akan menggerus sektor perdagangan rokok.
"Ada satu pasal dalam RPP Kesehatan ini yang berkontribusi menggerus sektor perdagangan rokok. Salah satu ayat dari pasal menyampaikan pedagang rokok perlu diatur zonasi, di bawah 200 meter dari tempat pendidikan," sebut Roy.
Ia juga mempertanyakan metode penentuan 200 meter yang dimaksud dalam aturan tersebut, termasuk pihak yang berwenang menentukan. Jika poin tersebut disahkan maka akses penjualan rokok menjadi semakin sempit.
Baca juga: Pakar nilai pasal terkait tembakau harus dipisah dari RPP Kesehatan
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Gaprindo Benny Wachyudi menegaskan bahwa dalam penyusunan aturan tembakau di RPP Kesehatan, asosiasi industri hasil tembakau hingga saat ini tidak pernah dilibatkan dalam pembahasannya.
Padahal, kata dia, produk tembakau merupakan produk legal yang dilindungi oleh UU dan menyerap banyak tenaga kerja sehingga restriksi tersebut akan semakin membatasi industri hasil tembakau.
"Maka dari itu, sehubungan dengan (aturan tembakau di) RPP Kesehatan, kami masih menunggu mekanisme yang terbaik dari pemerintah dan siap berpartisipasi karena selama ini kami belum pernah dilibatkan. Kami berharap pemerintah dapat bijaksana dalam menentukan arah regulasi yang tidak mematikan mata pencaharian, memberikan kepastian hukum, dan mendukung kemudahan berusaha," ucap Benny.
Aturan itu tertera dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan sebagai aturan pelaksana Undang-Undang (UU) Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023.
Aprindo menggelar forum diskusi dan melakukan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) dengan Asosiasi Pasar Rakyat Seluruh Indonesia (Aparsi) di Jakarta, Selasa (7/5). Acara itu turut dihadiri oleh Gaprindo.
Baca juga: Pekerja seni minta aturan tembakau di RPP Kesehatan dikaji ulang
Berkaitan dengan pembahasan kebijakan pemerintah tersebut, Aprindo bersama Gaprindo berkomitmen penuh untuk mendukung penerapan pengaturan penjualan produk tembakau yang efektif, khususnya untuk pembatasan pembelian hanya untuk orang dewasa yang berusia di atas 18 tahun sesuai dengan peraturan yang berlaku saat ini.
Namun, Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu, mengatakan terkait aturan tembakau di RPP Kesehatan, terdapat beberapa poin yang meresahkan para pengusaha ritel.
Salah satunya, pengetatan penjualan dalam parameter tertentu yang akan menimbulkan ketimpangan, diskriminatif, dan berdampak negatif kepada kepastian berusaha.
Namun, hingga saat ini, Aprindo menyatakan belum pernah dilibatkan oleh pemerintah untuk membahas rencana aturan tersebut.
"Rencana aturan tersebut akan berdampak langsung kepada pengusaha ritel dan kami tidak mendapatkan kesempatan yang sama dalam berusaha. Selain itu, apakah implementasi aturan tersebut dapat diukur efektivitasnya di lapangan? Pembatasan penjualan dengan menerapkan parameter tertentu juga rawan pungli dan rentan terhadap pemahaman penegak atau pengawas peraturan di lapangan," kata Roy.
Selain itu, Roy menyebut aturan pembatasan penjualan rokok dengan zonasi 200 meter berpotensi menjadi pasal karet yang multitafsir. Pasal tersebut dinilai akan menggerus sektor perdagangan rokok.
"Ada satu pasal dalam RPP Kesehatan ini yang berkontribusi menggerus sektor perdagangan rokok. Salah satu ayat dari pasal menyampaikan pedagang rokok perlu diatur zonasi, di bawah 200 meter dari tempat pendidikan," sebut Roy.
Ia juga mempertanyakan metode penentuan 200 meter yang dimaksud dalam aturan tersebut, termasuk pihak yang berwenang menentukan. Jika poin tersebut disahkan maka akses penjualan rokok menjadi semakin sempit.
Baca juga: Pakar nilai pasal terkait tembakau harus dipisah dari RPP Kesehatan
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Gaprindo Benny Wachyudi menegaskan bahwa dalam penyusunan aturan tembakau di RPP Kesehatan, asosiasi industri hasil tembakau hingga saat ini tidak pernah dilibatkan dalam pembahasannya.
Padahal, kata dia, produk tembakau merupakan produk legal yang dilindungi oleh UU dan menyerap banyak tenaga kerja sehingga restriksi tersebut akan semakin membatasi industri hasil tembakau.
"Maka dari itu, sehubungan dengan (aturan tembakau di) RPP Kesehatan, kami masih menunggu mekanisme yang terbaik dari pemerintah dan siap berpartisipasi karena selama ini kami belum pernah dilibatkan. Kami berharap pemerintah dapat bijaksana dalam menentukan arah regulasi yang tidak mematikan mata pencaharian, memberikan kepastian hukum, dan mendukung kemudahan berusaha," ucap Benny.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2024
Tags: