Komnas: Relasi kuasa timpang perempuan rentan jadi korban kekerasan
8 Mei 2024 13:23 WIB
Arsip - Anggota Komnas Perempuan Rainy Hutabarat (kiri bawah) dalam webinar bertajuk "Diskusi Hari Perempuan Sedunia 2024", di Jakarta, Jumat (15/3/2024). ANTARA/Anita Permata Dewi.
Jakarta (ANTARA) - Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) memandang relasi kuasa yang timpang dalam nilai-nilai patriarki membuat perempuan rentan menjadi korban kekerasan berbasis gender.
"Perempuan rentan menjadi korban kekerasan berbasis gender, yang memuncak pada kekerasan paling ekstrem dan sadis, yakni femisida," kata Anggota Komnas Perempuan Rainy Hutabarat saatBaca juga: Komnas: Kesetaraan gender langkah awal cegah kekerasan pada perempuanBaca juga: Rasa superioritas laki-laki salah satu penyebab terjadi femisidaBaca juga: Komnas: Kesetaraan gender langkah awal cegah kekerasan pada perempuanBaca juga: Komnas: Kesetaraan gender langkah awal cegah kekerasan pada perempuanBaca juga: Komnas: Kesetaraan gender langkah awal cegah kekerasan pada perempuanBaca juga: Komnas: Kesetaraan gender langkah awal cegah kekerasan pada perempuanBaca juga: Komnas: Kesetaraan gender langkah awal cegah kekerasan pada perempuan dihubungi di Jakarta, Rabu.
Hal ini dikatakannya menanggapi sejumlah kasus pembunuhan terhadap perempuan yang terjadi akhir-akhir ini di berbagai daerah.
Teranyar, terungkap kasus pembunuhan terhadap IT (24), perempuan yang menjadi korban pembunuhan yang dilakukan oleh suaminya, AL (26) di Desa Temboan, Kecamatan Maesaan, Minahasa Selatan, Sulawesi Utara.
Menurut Rainy Hutabarat, kasus tersebut terkategori femisida karena perempuan dibunuh.
"Disebut femisida karena perempuan dibunuh sebab ia seorang perempuan. Femisida ditandai dengan sikap superioritas laki-laki dan subordinasi perempuan, dominasi, rasa kepemilikan, agresi atau pemaksaan, seksisme, dan misoginis," katanya.
Komnas Perempuan mencatat femisida merupakan fenomena gunung es karena ditempatkan sebagai tindak kriminalitas sebagaimana pembunuhan umumnya, sehingga kasus-kasusnya tidak terbaca dan tidak tersedia pendataannya.
"Dalam perundang-undangan nasional, diksi femisida tidak dikenal," kata Rainy Hutabarat.
Sementara di sisi lain, kasus-kasus femisida sangat jarang dilaporkan ke Komnas Perempuan dan lembaga layanan korban.
Kasus-kasus pembunuhan terhadap perempuan umumnya langsung diserahkan kepada pihak kepolisian dan baru diketahui publik melalui media massa.
Dalam kurun dua pekan terakhir terjadi sejumlah kasus pembunuhan terhadap perempuan.
Dalam dua kasus femisida di Cikarang, Jawa Barat dan Bali, pelaku memasukkan mayat korban ke dalam koper dan membuangnya.
Kemudian juga terjadi pembunuhan dan mutilasi terhadap istri di Ciamis, Jawa Barat, dan pembunuhan terhadap istri di Minahasa Selatan, Sulawesi Utara.
"Perempuan rentan menjadi korban kekerasan berbasis gender, yang memuncak pada kekerasan paling ekstrem dan sadis, yakni femisida," kata Anggota Komnas Perempuan Rainy Hutabarat saatBaca juga: Komnas: Kesetaraan gender langkah awal cegah kekerasan pada perempuanBaca juga: Rasa superioritas laki-laki salah satu penyebab terjadi femisidaBaca juga: Komnas: Kesetaraan gender langkah awal cegah kekerasan pada perempuanBaca juga: Komnas: Kesetaraan gender langkah awal cegah kekerasan pada perempuanBaca juga: Komnas: Kesetaraan gender langkah awal cegah kekerasan pada perempuanBaca juga: Komnas: Kesetaraan gender langkah awal cegah kekerasan pada perempuanBaca juga: Komnas: Kesetaraan gender langkah awal cegah kekerasan pada perempuan dihubungi di Jakarta, Rabu.
Hal ini dikatakannya menanggapi sejumlah kasus pembunuhan terhadap perempuan yang terjadi akhir-akhir ini di berbagai daerah.
Teranyar, terungkap kasus pembunuhan terhadap IT (24), perempuan yang menjadi korban pembunuhan yang dilakukan oleh suaminya, AL (26) di Desa Temboan, Kecamatan Maesaan, Minahasa Selatan, Sulawesi Utara.
Menurut Rainy Hutabarat, kasus tersebut terkategori femisida karena perempuan dibunuh.
"Disebut femisida karena perempuan dibunuh sebab ia seorang perempuan. Femisida ditandai dengan sikap superioritas laki-laki dan subordinasi perempuan, dominasi, rasa kepemilikan, agresi atau pemaksaan, seksisme, dan misoginis," katanya.
Komnas Perempuan mencatat femisida merupakan fenomena gunung es karena ditempatkan sebagai tindak kriminalitas sebagaimana pembunuhan umumnya, sehingga kasus-kasusnya tidak terbaca dan tidak tersedia pendataannya.
"Dalam perundang-undangan nasional, diksi femisida tidak dikenal," kata Rainy Hutabarat.
Sementara di sisi lain, kasus-kasus femisida sangat jarang dilaporkan ke Komnas Perempuan dan lembaga layanan korban.
Kasus-kasus pembunuhan terhadap perempuan umumnya langsung diserahkan kepada pihak kepolisian dan baru diketahui publik melalui media massa.
Dalam kurun dua pekan terakhir terjadi sejumlah kasus pembunuhan terhadap perempuan.
Dalam dua kasus femisida di Cikarang, Jawa Barat dan Bali, pelaku memasukkan mayat korban ke dalam koper dan membuangnya.
Kemudian juga terjadi pembunuhan dan mutilasi terhadap istri di Ciamis, Jawa Barat, dan pembunuhan terhadap istri di Minahasa Selatan, Sulawesi Utara.
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: M. Tohamaksun
Copyright © ANTARA 2024
Tags: