Samarinda (ANTARA) - Lead Environmental Specialist Environment, Natural Resources, and Blue Economy (ENB) World Bank Indonesia and Timor Leste atau Tim Bank Dunia Indonesia dan Timor Leste melakukan kunjungan kerja ke Kalimantan Timur menggali pelaksanaan program penurunan emisi karbon yang dilaksanakan Pemerintah Provinsi.

Sekda Provinsi Kaltim Sri Wahyuni di Samarinda, Selasa, mengatakan Tim Bank Dunia Indonesia dan Timor Leste ingin mendapatkan informasi terbaru terkait East Kalimantan Jurisdictional Emissions Reduction Program (EK-JERP).

"Program tersebut berkaitan dengan program prioritas pembangunan pemerintah daerah di Kalimantan Timur, khususnya terkait dengan program Forest Carbon Partnership Facility Carbon Fund (FCPF-CF) yang sudah berjalan di wilayah Benua Etam," kata Sri Wahyuni usai pertemuan dengan tim Bank Dunia di Kantor Gubernur Kaltim.

Tim Bank Dunia Indonesia dan Timor Leste terdiri dari Franka Braun (Environmental Coordinator), Efrian Muharrom (Environmental Specialist), Dayu Nirma Amurwanti (Senior Natural Resources Management Specialist) dan Naimah Talib (Social Development).

Baca juga: Pj Gubernur: Kaltim bakal pimpin penegakan perdagangan karbon RI

Baca juga: Pupuk Kaltim tanam 612.180 pohon sejak 2022 untuk kurangi emisi karbon


Dari Pemprov Kaltim tampak hadir Asisten Perekonomian dan Administrasi Pembangunan Ujang Rachmat yang juga sebagai Koordinator Project Management Unit (PMU) FCPF Kaltim, Kepala Biro Perekonomian Iwan Darmawan, perwakilan perangkat daerah terkait lingkup Pemprov Kaltim, Ketua Harian Dewan Daerah Perubahan Iklim (DDPI) Kaltim Prof Daddy Ruhiyat, serta Tim Ahli FCPF Kaltim.

Sri Wahyuni menjelaskan beberapa hal yang menjadi perhatian dalam pertemuan ini, salah satunya adalah terkait dengan BSM (Benefit Sharing Mechanism) dari carbon fund yang telah diterima pada advance payment di November 2022, yang belum sepenuhnya disalurkan kepada penerima manfaat, terutama pemerintah dan masyarakat desa.

Kemudian terkait dengan proses pembentukan Masyarakat Hukum Adat (MHA) yang memakan waktu cukup panjang hingga pengesahan dan pengakuan dari pemerintah daerah setempat.

"Kenapa kita lebih konsentrasi kepada Masyarakat Hukum Adat, karena lebih menjamin di long term-nya, karena mereka mempunyai hutan adat yang mereka jaga dan pelihara untuk keberlanjutan. Untuk itu juga kita membuat kriteria alokasi penggunaan dana karbon bagi penerima manfaat berdasarkan performance dan reward, sesuai dengan karakteristik masyarakat adat/desa yang ada di Kaltim," kata Sri Wahyuni.

Pada kesempatan itu, Pemprov Kaltim meminta kepada World Bank untuk segera melakukan pembayaran penuh dalam sisa program kerja sama untuk mendorong percepatan pelaksanaan program FCPF di Kaltim.*

Baca juga: Wemenlu Inggris gali informasi pengurangan emisi karbon di Kaltim

Baca juga: Pemprov Sumbar belajar program penurunan emisi karbon ke Kaltim