Kemendag menyusun strategi perdagangan hadapi perubahan iklim
7 Mei 2024 12:32 WIB
Kepala Badan Kebijakan Perdagangan (BKPerdag) Kasan saat pembukaan program Action on Climate and Trade (ACT) untuk Indonesia di Auditorium Kementerian Perdagangan, Jakarta, Selasa (7/5/2024). ANTARA/HO-Kemendag.
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perdagangan (Kemendag) melalui Badan Kebijakan Perdagangan (BKPerdag) turut ambil bagian dalam menyusun mitigasi serta strategi menghadapi perubahan iklim melalui program Action on Climate and Trade (ACT).
Kepala BKPerdag Kasan mengatakan, praktik perdagangan yang berhubungan dengan isu iklim mulai bermunculan dan membuat negara-negara di dunia memerlukan mitigasi dan adaptasi, termasuk Indonesia.
"Program ACT hadir untuk memberikan strategi mitigasi dan adaptasi terkait isu iklim tersebut, agar negara-negara di dunia tetap dapat bersaing pada perdagangan global dengan memenuhi komitmen Nationally Determined Contribution," ujar Kasan melalui keterangan di Jakarta, Selasa.
Kasan menjelaskan, ACT merupakan program yang diinisiasi tiga lembaga internasional, yaitu World Bank (WB), World Economic Forum (WEF), dan World Trade Organization (WTO) yang diluncurkan secara resmi pada 20 April 2023.
Program ACT di Indonesia akan berlangsung selama enam sampai sembilan bulan dengan tahapan penyampaian dokumen komitmen awal (letter of intent/LOI) oleh Pemerintah Indonesia pada awal April 2024.
"Program ACT akan diawali dengan pelaksanaan scoping mission visit yang akan berlangsung pada 6-14 Mei 2024. Selanjutnya, diteruskan dengan finalisasi kerangka acuan (term of reference/TOR) kegiatan ACT, serta pelaksanaan forum diskusi atau lokakarya pada November 2024 mendatang," kata Kasan.
Lebih lanjut, Kasan menyampaikan, lembaga inisiator ACT memiliki perannya masing-masing. WB memiliki peran untuk melakukan analisis, WEF memiliki peran dalam pelaksanaan forum diskusi dan lokakarya, sementara WTO memiliki peran untuk pemberian data dan informasi.
Adapun BKPerdag memiliki peran untuk berkolaborasi dengan WB, WEF, dan WTO. Selain itu, BKPerdag juga berkoordinasi dengan kementerian/lembaga yang terkait.
Indonesia bersama Rwanda menjadi negara yang terlibat dalam fase pertama program ACT tahun ini. Hasil analisis yang akan disusun dari program ACT nantinya diharapkan dapat memperkuat posisi Indonesia sebagai pemimpin regional di kawasan Asia Pasifik dalam penanganan isu perdagangan terkait dengan perubahan iklim.
Menurut Kasan, dua aspek utama yang perlu disoroti dalam program ACT, yaitu transparansi dan kerahasiaan. Transparansi menjadi kunci dalam menyusun analisis yang sesuai dengan kebutuhan iklim dan arus perdagangan Indonesia, sedangkan kerahasiaan penting untuk melindungi kepentingan negara.
"Kami perlu memperhatikan apa yang tertulis dalam kerangka acuan ACT. Perlu adanya pemahaman yang jelas dari lembaga inisiator ACT mengenai informasi dan rangkaian kegiatan yang akan dilaksanakan," katanya.
Baca juga: ADB: Bangun ketahanan terhadap perubahan iklim dan tekanan panas
Baca juga: Menkeu: Perlu mobilisasi triliunan dolar AS atasi perubahan iklim
Kepala BKPerdag Kasan mengatakan, praktik perdagangan yang berhubungan dengan isu iklim mulai bermunculan dan membuat negara-negara di dunia memerlukan mitigasi dan adaptasi, termasuk Indonesia.
"Program ACT hadir untuk memberikan strategi mitigasi dan adaptasi terkait isu iklim tersebut, agar negara-negara di dunia tetap dapat bersaing pada perdagangan global dengan memenuhi komitmen Nationally Determined Contribution," ujar Kasan melalui keterangan di Jakarta, Selasa.
Kasan menjelaskan, ACT merupakan program yang diinisiasi tiga lembaga internasional, yaitu World Bank (WB), World Economic Forum (WEF), dan World Trade Organization (WTO) yang diluncurkan secara resmi pada 20 April 2023.
Program ACT di Indonesia akan berlangsung selama enam sampai sembilan bulan dengan tahapan penyampaian dokumen komitmen awal (letter of intent/LOI) oleh Pemerintah Indonesia pada awal April 2024.
"Program ACT akan diawali dengan pelaksanaan scoping mission visit yang akan berlangsung pada 6-14 Mei 2024. Selanjutnya, diteruskan dengan finalisasi kerangka acuan (term of reference/TOR) kegiatan ACT, serta pelaksanaan forum diskusi atau lokakarya pada November 2024 mendatang," kata Kasan.
Lebih lanjut, Kasan menyampaikan, lembaga inisiator ACT memiliki perannya masing-masing. WB memiliki peran untuk melakukan analisis, WEF memiliki peran dalam pelaksanaan forum diskusi dan lokakarya, sementara WTO memiliki peran untuk pemberian data dan informasi.
Adapun BKPerdag memiliki peran untuk berkolaborasi dengan WB, WEF, dan WTO. Selain itu, BKPerdag juga berkoordinasi dengan kementerian/lembaga yang terkait.
Indonesia bersama Rwanda menjadi negara yang terlibat dalam fase pertama program ACT tahun ini. Hasil analisis yang akan disusun dari program ACT nantinya diharapkan dapat memperkuat posisi Indonesia sebagai pemimpin regional di kawasan Asia Pasifik dalam penanganan isu perdagangan terkait dengan perubahan iklim.
Menurut Kasan, dua aspek utama yang perlu disoroti dalam program ACT, yaitu transparansi dan kerahasiaan. Transparansi menjadi kunci dalam menyusun analisis yang sesuai dengan kebutuhan iklim dan arus perdagangan Indonesia, sedangkan kerahasiaan penting untuk melindungi kepentingan negara.
"Kami perlu memperhatikan apa yang tertulis dalam kerangka acuan ACT. Perlu adanya pemahaman yang jelas dari lembaga inisiator ACT mengenai informasi dan rangkaian kegiatan yang akan dilaksanakan," katanya.
Baca juga: ADB: Bangun ketahanan terhadap perubahan iklim dan tekanan panas
Baca juga: Menkeu: Perlu mobilisasi triliunan dolar AS atasi perubahan iklim
Pewarta: Maria Cicilia Galuh Prayudhia
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2024
Tags: