Masalah terbesar pembangunan infrastruktur adalah lahan
12 Desember 2013 15:40 WIB
Ilustrasi. Pemandangan jalan tol Benoa-Bandara Ngurah Rai-Nusa Dua difoto dari udara di Perairan Teluk Benoa, Nusa Dua, Bali, Kamis (19/9). Jalan bebas hambatan sepanjang 12,1 Km di atas laut itu diresmikan Senin (23/9) oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjelang pelaksanaan KTT APEC. (ANTARAFOTO/Satya Bati)
Nusa Dua, Bali (ANTARA News) - Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan masalah terbesar pembangunan sarana infrastruktur di Indonesia adalah lahan.
"Masalah pembiayaan bukan yang utama, tapi persiapan proyek dan lahan," katanya seusai membuka Seminar Internasional "Avoiding the Middle Income Trap" di Nusa Dua, Bali, Kamis.
Chatib mengatakan alokasi belanja infrastruktur dalam APBN yang dirasakan belum memadai, bukan merupakan penghambat pembangunan sarana infrastruktur, apalagi banyak investor yang berminat berinvestasi melalui skema KPS.
"Banyak investor yang mau membiayai melalui PPP, tapi pembebasan lahan masih sulit. Jadi meskipun alokasi belanja infrastruktur naik, bukan berarti isunya langsung terselesaikan," katanya.
Chatib mencontohkan pembangunan jalan tol Bali yang dibangun di atas laut, yang tidak memerlukan pembebasan lahan, merupakan contoh bahwa Indonesia dapat membangun sarana infrastruktur dengan cepat dan memadai.
"Terlihat bahwa dengan adanya persiapan proyek yang matang, kita bisa membangun jalan tol di atas laut yang tidak memerlukan lahan dalam waktu kurang dari setahun," katanya.
Chatib menjelaskan pembenahan infrastruktur merupakan salah satu indikator penting bagi Indonesia agar dapat lepas dari middle income trap, namun hal tersebut tidak dapat dilakukan dalam waktu dekat dan merupakan upaya jangka panjang.
Untuk itu, pemerintah fokus dalam pembenahan jangka pendek yaitu dengan memberikan insentif penelitian dan pengembangan (R&D) bagi perusahaan, untuk mendorong kualitas sumber daya manusia dan produktivitas yang menghasilkan nilai tambah tinggi.
"Kita memberikan insentif untuk sektor tertentu dan aktivitas tertentu misalnya R&D bagi inovasi. Inovasi ini tidak harus lompat tinggi, namun bisa untuk sektor manufaktur, pertanian dan pertambangan," ujarnya.
"Masalah pembiayaan bukan yang utama, tapi persiapan proyek dan lahan," katanya seusai membuka Seminar Internasional "Avoiding the Middle Income Trap" di Nusa Dua, Bali, Kamis.
Chatib mengatakan alokasi belanja infrastruktur dalam APBN yang dirasakan belum memadai, bukan merupakan penghambat pembangunan sarana infrastruktur, apalagi banyak investor yang berminat berinvestasi melalui skema KPS.
"Banyak investor yang mau membiayai melalui PPP, tapi pembebasan lahan masih sulit. Jadi meskipun alokasi belanja infrastruktur naik, bukan berarti isunya langsung terselesaikan," katanya.
Chatib mencontohkan pembangunan jalan tol Bali yang dibangun di atas laut, yang tidak memerlukan pembebasan lahan, merupakan contoh bahwa Indonesia dapat membangun sarana infrastruktur dengan cepat dan memadai.
"Terlihat bahwa dengan adanya persiapan proyek yang matang, kita bisa membangun jalan tol di atas laut yang tidak memerlukan lahan dalam waktu kurang dari setahun," katanya.
Chatib menjelaskan pembenahan infrastruktur merupakan salah satu indikator penting bagi Indonesia agar dapat lepas dari middle income trap, namun hal tersebut tidak dapat dilakukan dalam waktu dekat dan merupakan upaya jangka panjang.
Untuk itu, pemerintah fokus dalam pembenahan jangka pendek yaitu dengan memberikan insentif penelitian dan pengembangan (R&D) bagi perusahaan, untuk mendorong kualitas sumber daya manusia dan produktivitas yang menghasilkan nilai tambah tinggi.
"Kita memberikan insentif untuk sektor tertentu dan aktivitas tertentu misalnya R&D bagi inovasi. Inovasi ini tidak harus lompat tinggi, namun bisa untuk sektor manufaktur, pertanian dan pertambangan," ujarnya.
Pewarta: Satyagraha
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2013
Tags: