Menurut dia, semenjak peristiwa Bom Bali I pada 2002 dan Bom Bali II pada 2005, masyarakat, aparat hukum termasuk pecalang atau petugas keamanan adat menyatu untuk bersama menjaga keamanan Pulau Bali.
"BNPT juga memiliki program untuk bersama masyarakat, akademisi, tokoh agama, dan tokoh masyarakat dan pemuda untuk mencegah paham radikal," katanya.
Meski demikian hal tersebut bukan berarti Pulau Dewata tidak rawan dari aksi kejahatan luar biasa tersebut.
"Yang paling rawan jika masyarakat dan petugas lemah," ucapnya.
Dia menjelaskan, masih ada beberapa daerah di Tanah Air yang rawan dengan aksi radikalisme yang berujung pada terorisme di antaranya Sumatera, Pulau Jawa, dan Sulawesi.
Di daerah tersebut, kata Permadi, terdapat kantong-kantong dari kelompok radikal dari hasil survei BNPT Pusat.