Surabaya (ANTARA) - Ada pemandangan tak biasa menjelang tes Ujian Tulis Berbasis Komputer sesi siang di Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Kampus 2 Lidah Wetan, pada Minggu, 5 Mei 2024. Salah satu peserta tes tampak hadir dengan selang dan botol infus di tangannya.

Peserta yang diketahui bernama Muhammad Aimanur Razzaq itu juga didampingi seorang perawat.

Razzaq, sapaan akrabnya, menunjukkan kegigihannya dengan tetap menjalani tes, kendati sedang menderita demam berdarah dengue (DBD) sejak Rabu (1/5), saat ia sedang menjalani latihan soal-soal persiapan UTBK.

Dengan kondisi sakit itu, dia awalnya bingung apakah harus tetap ikut UTBK atau fokus penyembuhan. Karena tidak ingin melewatkan kesempatan tersebut, akhirnya memilih tetap ikut tes agar bisa diterima di kampus pilihannya, yaitu ITS (Institut Teknologi Sepuluh Nopember) Surabaya atau UB (Universitas Brawijaya) Malang.

Dimulai saat latihan soal, Razzaq merasa badannya mulai panas dan terpaksa menghentikan latihan karena badan rasanya sudah mulai tidak stabil. Selanjutnya dia pun dibawa ke rumah sakit, dan setelah cek di laboratorium, ternyata kena DBD dan harus dirawat intensif di RS Semen Gresik.

Menjelang UTBK suhu tubuh peserta UTBK asal Gresik itu masih tinggi, tetapi semangatnya untuk mengikuti tes tersebut tidak kalah tingginya. Tekad dan cita-citanya terlalu besar, sehingga langkahnya tidak terhentikan, meski dengan kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan.

Lulusan SMAN 1 Gresik itu mengaku tetap mengikuti UTBK, meski sedang sakit, adalah karena ingin membanggakan orang. Di belakangnya ada banyak dukungan dari guru, teman dan pastinya dari orang tua. Dia pun tidak mau menyerah dan berharap dan bisa diterima di program studi (prodi) pilihannya.

Perawat yang mendampingi, Muhammad Fathurrahman menyampaikan rasa salutnya atas perjuangan pasiennya itu. Kondisi Razzaq sebenarnya masih belum stabil dan masih harus diinfus.

Dokter juga sebenarnya tidak menyarankan pasiennya itu untuk beraktivitas yang berat, termasuk melakukan perjalanan dari Gresik ke Surabaya untuk mengikuti UTBK.

Karena permintaan Razzaq sendiri yang ingin ikut UTBK tersebut, akhirnya dokter mengizinkannya untuk berangkat dengan menugaskan Fathurrahman memberi pendampingan agar jika ada apa-apa dengan pasien langsung cepat tertangani.

Ternyata, pasiennya itu sering belajar di rumah sakit sembari melawan penyakitnya. Mengenai pemasangan infus, Razzaq memerlukan cairan itu untuk memenuhi kebutuhan elektrolit pada tubuhnya akibat peningkatan metabolisme tubuh.

Selain itu, agar tubuh pasien tidak mengalami dehidrasi. Apabila demam tiba-tiba muncul, perawat itu juga bisa segera memberikan obat untuk menurunkan panas.


UTBK disabilitas

Selain perjuangan Razzaq yang harus mengikuti UTBK dengan selang dan botol infus di tangannya, sembilan calon mahasiswa lain harus berjuang menjalani ujian dengan penuh keterbatasan. Mereka adalah sembilan calon mahasiswa yang mengikuti UTBK di kampus pencetak guru tersebut.

Jumlah peserta UTBK dari kalangan disabilitas di kampus yang dahulu bernama IKIP Negeri Surabaya itu meningkat dari empat peserta pada tahun 2023 menjadi sembilan di tahun ini.
Salah satu peserta tunanetra, Ferdinan Valentino saat menjalani UTBK didampingi mahasiswa PLB Unesa. (ANTARA/HO-Humas Unesa)
Ferdinan Valentino, salah satu peserta tunanetra menceritakan bahwa tes yang dijalaninya berjalan lancar. Persiapan pun telah dilakukan, sehingga tidak ada rasa takut dan khawatir saat berhadapan dengan soal UTBK.

Ditemani ayahnya, Ferdinan, Valentino awalnya merasa tidak percaya diri untuk kuliah. Demi untuk belajar yang didukung oleh orang tuanya, dia memilih untuk berjuang masuk Unesa melalui jalur UTBK.

Di Unesa dia memilih Prodi S1 Pendidikan Luar Biasa (PLB) dan S1 Ilmu Komunikasi.

Pria yang akrab disapa Valen itu punya motivasi tersendiri untuk mengambil prodi tersebut, salah satunya ingin lulusan mahasiswanya yang disabilitas memiliki nilai unggul dan dapat bersaing dengan orang pada umumnya.


Dukungan Unesa

Unesa merupakan salah satu kampus negeri yang berkomitmen memberikan akses dan kesempatan untuk menempuh pendidikan tinggi kepada semua, baik itu disabilitas maupun yang non-disabilitas.

Unesa merupakan satu-satunya perguruan tinggi negeri di Jatim yang dijadikan tempat UTBK bagi disabilitas.

Selain fasilitas ramah disabilitas, Unesa memberikan pengawas dan pendamping dari unsur dosen dan mahasiswa pendidikan luar biasa (PLB), juga dari subdirektorat mitigasi crisis center (SMCC) untuk masing-masing peserta. Saat UTBK juga disiapkan alat-alat khusus untuk mendukung kelancaran UTBK.

Memang, dari aspek persiapan untuk sesi disabilitas hampir sama dengan tahun sebelumnya, namun dari sisi aplikasi, Unesa menyiapkan teknologi non-visual dDesktop access (NVDA) untuk membantu peserta tunanetra dalam membaca dan memahami teks soal.

Melalui teknologi itu, teks yang ada di layar ditransformasikan menjadi suara. Selain itu, juga ada bantuan reglet dari pemerintah pusat.

Komitmen Unesa pada disabilitas tidak hanya pada pelaksanaan UTBK, tetapi juga melalui pembukaan jalur penerimaan disabilitas pada jalur mandiri.

Peserta yang misalnya belum berhasil di jalur UTBK, bisa menggunakan nilai UTBK-nya untuk mendaftar di jalur mandiri kategori disabilitas atau jalur nontes disabilitas.

Rektor Unesa Prof. Dr. Nurhasan, MKes, mengapresiasi perjuangan peserta untuk mengikuti UTBK di kampusnya. Ada yang berjuang datang dari daerah terjauh hingga ada yang hadir dengan kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan, seperti Rezzaq dari Gresik.

Cak Hasan, panggilan akrab Nurhasan, menuturkan bahwa setiap perjuangan tidak akan sia-sia. Siapa yang berjuang dengan sungguh-sungguh, maka hasil yang diperolehnya nanti tidak akan mengkhianati prosesnya.

Unesa melalui Fakultas Kedokteran (FK) menyediakan tim medis khusus yang standby saat tes UTBK. Tim tersebut disiapkan untuk mengantisipasi dan memberikan penanganan medis kepada peserta yang membutuhkan.