Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Widjojanto mengatakan film merupakan media yang paling kuat untuk mengampanyekan antikorupsi karena bisa menjadi tuntunan dan mampu menggerakkan pola pikir masyarakat.

"Hukum tidak pernah cukup memberantas korupsi. Kita perlu gerakan yang lebih masif, salah satunya lewat film. Sebab, film bukan hanya tontonan, melainkan tuntunan dan mampu menggerakan," kata Bambang dalam acara diskusi "Peran Film dalam Kampanye Antikorupsi" di acara Pekan Antikorupsi 2013, di Istora Gelora Bung Karno Senayan, Jakarta, Rabu.

"Selama ini pendekatannya kalau bicara pemberantasan korupsi sangat formal, budaya birokratik. Sekarang kita mau mengubah dengan pendekatan budaya pop salah satunya lewat film," tambahnya.

Menurut Bambang, banyak persepsi yang salah dalam melihat pemberantasan korupsi.

Ia lantas menguraikan dalam tiga hal, antara lain pemberantasan korupsi seolah-seolah hanya terpaku pada menangkap koruptor.

"Padahal tidak. Korupsi bisa menjalar melebihi penegak hukum sendiri. Lalu ada kekonyolan, semata-mata pemberantasan korupsi hanya ada pada penegak hukum. Padahal, dibutuhkan peran dan dukungan dari masyarakat," tutur Bambang.

Hal ketiga, lanjut Bambang, adalah salah kalau pemberantasan korupsi tidak melibatkan masyarakat.

"Kalau tidak melibatkan partisipasi publik, kita tidak bisa membangun gerakan sosial antikorupsi. Padahal, gerakan sosial antikorupsi ini sangat penting," jelasnya.

Hal senada diungkapkan oleh aktor senior Alex Komang yang menilai bahwa film memiliki kekuatan yang dahsyat untuk memberikan pengaruh kepada masyarakat.

"Film setidaknya bisa menggambarkan derita atau pengalaman korban korupsi. Film punya kekuatan yang dahsyat," ujar Alex.

Ia bahkan menambahkan bahwa film jauh lebih kuat ketimbang sekadar spanduk untuk mengampanyekan antikorupsi. "Film lebih powerful dari hanya spanduk," tambahnya.

(M047/D007)