Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menyidangkan perkara dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan dugaan penerimaan gratifikasi oleh mantan Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Yogyakarta Eko Darmanto (ED) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Surabaya.

"Jaksa KPK Muhammad Albar Hanafi, pada Jumat (3/5) telah selesai melimpahkan surat dakwaan dan berkas perkara dengan terdakwa Eko Darmanto ke Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya," kata Kepala Bagian KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin.

Baca juga: KPK segera sidangkan perkara gratifikasi-TPPU Eko Darmanto

Ali menerangkan penetapan hari sidang pertama masih menunggu informasi lanjutan dari Panitera Muda Tipikor. Dengan pelimpahan tersebut, penahanan Eko Darmanto saat ini sudah sepenuhnya menjadi wewenang Pengadilan Tipikor.

Juru bicara KPK berlatar belakang jaksa itu menerangkan perkara tersebut disidangkan di Pengadilan Tipikor Surabaya sesuai dengan ketentuan Pasal 84 ayat (4) KUHAP.

"Tim jaksa berpendapat untuk tempat persidangannya berada di Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya dikarenakan locus ataupun tempus delicti atau tempat dan waktu terjadinya tindak pidana lebih dominan di wilayah hukum Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya," ujarnya.

Penyidik KPK pada Jumat (8/12/2023) resmi menahan mantan Kepala Kantor Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto, setelah yang bersangkutan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Eko Darmanto (ED) diduga telah menerima gratifikasi sebesar Rp18 miliar dengan memanfaatkan jabatannya di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan.

Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menerangkan ED adalah penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) pada Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Republik Indonesia yang pernah menduduki sejumlah jabatan selama periode 2007-2023.

Baca juga: KPK periksa pemilik Freedom Motorcycles terkait perkara Eko Darmanto

Beberapa jabatan strategis ED di antaranya Kepala Bidang Penindakan, Pengawasan, Pelayanan Bea dan Cukai Kantor Bea dan Cukai Jawa Timur I Surabaya dan Kepala Sub Direktorat Manajemen Resiko Direktorat Informasi Kepabeanan dan Cukai Ditjen Bea dan Cukai.

ED kemudian memanfaatkan jabatan dan kewenangannya untuk menerima gratifikasi dari para pengusaha impor ataupun pengusaha pengurusan jasa kepabeanan (PPJK) hingga pengusaha barang kena cukai.

Menurut penyidik KPK, ED mulai menerima gratifikasi pada 2009 melalui transfer rekening bank keluarga inti dan berbagai perusahaan yang terafiliasi dengan ED. Penerimaan gratifikasi ini berlangsung hingga tahun 2023.

Untuk perusahaan yang terafiliasi dengan ED, di antaranya bergerak di bidang jual beli motor Harley Davidson dan mobil antik serta yang bergerak di bidang konstruksi dan pengadaan sarana pendukung jalan tol.

Berbagai penerimaan gratifikasi tersebut tidak pernah dilaporkan ED ke KPK setelah menerima gratifikasi dalam waktu 30 hari kerja.

Atas perbuatannya ED disangkakan melanggar Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca juga: KPK sebut Eko Darmanto terima gratifikasi Rp18 miliar
Baca juga: KPK periksa suami Maia Estianty terkait perkara Eko Darmanto