Jakarta (ANTARA News) - Media terkadang digunakan sebagai alat politik oleh
partai politik atau politisi tertentu, terlebih media
penyiaran, kata Ketua Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2 Media) Amir Effendi Siregar.
Media penyiaran menggunakan ranah publik dalam melangsungkan aktivitas penyiarannya, kata Amir saat diskusi "Independensi Media Penyiaran di Tahun Politik" di Kantor Dewan Pers, Jakarta, Rabu.
"Media penyiaran seperti televisi dan radio itu mereka menggunakan
frekuensi publik. Dengan begitu jika materi siarannya bermuatan
kepentingan politik dari segelintir golongan tentunya mereka tidak
benar," katanya
"Berbeda halnya jika mereka menggunakan media cetak yang tidak
menggunakan ranah publik. Media cetak lebih bebas daripada media
penyiaran untuk dimanfaatkan pemiliknya," katanya lagi.
Amir Effendi mencontohkan beberapa politisi dapat saja menggunakan medianya
untuk kepentingan politiknya secara leluasa.
"Terserah pemilik jika berbicara masalah media cetak. Tapi resikonya
adalah jika pembaca tidak menyukai isinya yang melulu tentang
kepentingan politik pemilik media. Ujung-ujungnya koran itu bisa dibuang
ke tong sampah," kata dia.
Dalam diskusi tersebut,
dia meyakini insan media akan menemui dilema menjelang tahun politik
Pemilu 2014. Alasannya "newsroom" dapat diintervensi oleh kekuasaan
tertentu seperti oleh pemilik media.
Namun ia mengatakan tidak ada media yang independen di belahan dunia manapun. "Tidak ada media independen secara murni. Akan tetapi yang ada adalah media-media itu berusaha mendekati nilai-nilai independen seoptimal mungkin," katanya.
Media terkadang digunakan sebagai alat politik
11 Desember 2013 15:23 WIB
Amir Effendi Siregar (FOTO ANTARA/Maulana Surya Tri Utama)
Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2013
Tags: