Jenewa (ANTARA) - Serangan Israel ke Kota Rafah di Jalur Gaza selatan dapat berujung "pembantaian" dan memperburuk bencana kemanusiaan di wilayah tersebut, demikian diperingatkan kantor kemanusiaan dan badan kesehatan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Jumat (3/5).

Kota itu saat ini menjadi basis operasi kemanusiaan di Gaza setelah berbulan-bulan didera pengeboman kejam Israel yang mengakibatkan banyak korban sipil.

Sebelumnya pada pekan ini, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan serangan darat di Rafah akan terus berlanjut terlepas kemungkinan kesepakatan gencatan senjata dengan Hamas.

Dengan lebih dari 1,2 juta orang memadati Rafah, sistem kesehatan di kota itu tidak dapat menahan potensi kehancuran jika Israel melancarkan serangan ke wilayah itu.

Ratusan ribu orang di Gaza akan menghadapi risiko kematian jika terjadi serangan, menurut Jens Laerke, juru bicara Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA), saat konferensi pers di Jenewa.

"Hal itu bisa menjadi pembantaian warga sipil dan pukulan luar biasa terhadap operasi kemanusiaan di seluruh jalur tersebut," tuturnya.
Kota perbatasan itu merupakan titik masuk penting bagi bantuan kemanusiaan. Puluhan organisasi bantuan menyimpan persediaan untuk warga sipil di seluruh Jalur Gaza seperti makanan, air, kesehatan, sanitasi, dan produk kebersihan di kota sebelah selatan Gaza tersebut


Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sedang membuat rencana darurat untuk memastikan sistem kesehatan siap dan dapat terus memberikan layanan, tetapi rencana-rencana ini hanya akan menjadi "solusi sementara," ujar Richard Peeperkorn.

Perwakilan di Kantor WHO untuk Tepi Barat dan Gaza itu berbicara dalam konferensi pers melalui tautan video.

Masuknya pengungsi baru akan memperburuk keadaan penuh sesak, meningkatkan tekanan pada sumber daya seperti makanan, air, dan layanan kesehatan, ungkap WHO melalui pernyataan.

Keadaan itu akan memicu lebih banyak wabah penyakit, memperparah kelaparan, dan mengakibatkan lebih banyak korban jiwa, kata WHO.

Hanya 33 persen dari 36 rumah sakit di Gaza dan 30 persen dari pusat layanan kesehatan primer yang berfungsi secara parsial di tengah serangan bertubi-tubi serta kelangkaan pasokan medis krusial, bahan bakar, dan staf, papar badan kesehatan yang berbasis di Jenewa.