Jakarta (ANTARA News) - Kejaksaan Agung menyatakan telah menangani sebanyak 1.539 perkara tindak pidana korupsi sepanjang 2013, meningkat dibandingkan pada 2012 yang mencapai 1.401 kasus.

"Sedangkan pada 2011, tercatat sebanyak 1.729 perkara korupsi yang disidik," kata Jaksa Agung Basrief Arief dalam acara Peringatan Hari Antikorupsi Se dunia, di Jakarta, Senin.

Peningkatan serupa dialami pada tahap penuntutan yang pada 2013 sebanyak 1.933 perkara, atau meningkat dibandingkan 2012 sebanyak 1.511 perkara dan 2011 sebanyak 1.499 perkara.

Untuk penyelamatan keuangan negara di tahap penyidikan dan penuntutan pada 2013, tercatat sebesar Rp394,3 miliar dan 500 ribu dolar AS.

Kegiatan penyelamatan keuangan negara melalui bidang Perdata Dan Tata Usaha Negara sampai November 2013, berhasil menyelamatkan Rp1,09 triliun dan tanah seluas 13.250 meter persegi yang dipulihkan senilai Rp84,58 miliar, katanya.

Keberhasilan lainnya yang dilakukan Korps Adhyaksa pada tahun ini, yakni, perburuan koruptor melalui Adhyaksa Monitoring Center (AMC) terus mengalami peningkatan pada tahun 2013 ini berhasil menangkap 58 orang yang terdiri dari 27 tersangka, tiga terdakwa dan 28 terpidana.

Ia menyebutkan, keberhasilan tersebut tidak akan berarti tanpa diiringi semangat untuk menahan diri, menjaga diri, dan menjaga institusi. "Pasalnya setitik kesalahan yang kita lakukan akan menghapuskan jerih payah seluruh Korps Adhyaksa," katanya.

Di samping itu, Jaksa Agung menyatakan salah satu poin penting yang harus diperhatikan dalam melaksanakan pemberantasan korupsi ialah bahwa korupsi merupakan kejahatan yang dilakukan dengan penuh perhitungan, bukan karena nafsu atau keinginan semata.

Seseorang cenderung untuk melakukan korupsi bila risikonya kecil dan hukumannya ringan, sedangkan hasil yang didapatkan besar atau sangat besar.

"Dari pernyataan ini dapat diketahui bahwa untuk menimbulkan deterrence effect diperlukan upaya yang komprehensif supaya orang takut melakukan korupsi," katanya.

Ia menambahkan penegakan hukum tindak pidana korupsi yang menggunakan pendekatan konvensional follow the suspect, ternyata belum cukup efektif untuk menekan tingkat kejahatan tindak pidana korupsi .

"Oleh karena itu perlu disertai dengan upaya untuk menyita dan merampas hasil kejahatan melalui instrumen pidana," katanya.