Jakarta (ANTARA) - Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Perekonomian Ferry Irawan menyatakan keberlanjutan bisnis keagenan lembaga keuangan formal dan Digital Financial Services (DFS) sangat krusial dalam upaya memperluas akses keuangan masyarakat.

“Kalau kita sadari betul, terlepas dari beberapa keberhasilan atau peningkatan inklusi dan literasi keuangan, tantangannya negara kita itu kepulauan (sehingga terkendala jarak), kelompok-kelompok masyarakatnya sangat beragam, sehingga upaya kita mendorong inklusi keuangan tentu harus dilakukan dengan melibatkan pihak-pihak seluas mungkin,” katanya dalam peluncuran Laporan “State of the agent networks, Indonesia 2023” oleh MicroSave Consulting (MSC) di Pullman Thamrin Hotel di Jakarta, Kamis.

Beberapa tantangan lainnya adalah adanya gap (celah) antara tingkat literasi sebesar 65 persen dengan inklusi keuangan 88 persen, lalu gap antar kelompok masyarakat seperti perbedaan tingkat inklusi maupun literasi keuangan di perkotaan dan pedesaan hingga Jawa dan luar Jawa.

Selain itu, tantangan selanjutnya ialah keberadaan warga negara yang tidak memiliki dokumen kependudukan, serta masalah geografis yang menyebabkan masyarakat di daerah Terluar, Tertinggal, dan Terpencil (3T) kesulitan mengakses layanan dan jasa keuangan.

“Kami ingin sebenarnya bank punya jaringan hingga level daerah yang paling bawah, dalam hal ini desa. Tapi, untuk mewujudkan ini bank ada implikasinya, ada biaya overhead yang tentu ini tidak semuanya bisa kita harapkan dari bank. Maksudnya, berbagai teknologi yang memang bisa kita lakukan, termasuk memanfaatkan agen ini, itu satu hal yang sangat kita dorong untuk meningkatkan efisiensi dari biaya transaksi, sehingga masyarakat kita itu yang paling bawah bisa menjangkau semua layanan, baik yang sifatnya tabungan maupun pembiayaan,” ungkap Ferry.

Karena itu, dia menilai keberadaan agen bank maupun agen layanan keuangan digital harus menjadi Sumber Daya Manusia (SDM) andal untuk mengatasi berbagai tantangan yang ada.

Di tengah keterbatasan layanan di daerah 3T, misalnya, jumlah transaksi yang difasilitasi agen meningkat 5 kali lipat dari 2017 hingga 2023. Begitu pula dengan peningkatan peran perempuan yang cukup banyak terlibat dalam bisnis agen, hingga layanan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) maupun QRIS TUNTAS (Tarik Tunai, Transfer dan Setor Tunai) yang memudahkan proses pembayaran dan meningkatkan kompetisi secara positif.

“Dengan berbagai layanan yang muncul, baik dari lembaga jasa keuangan ataupun dari otoritas (Otoritas Jasa Keuangan), mudah-mudahan bisa saling bersinergi untuk memberikan layanan terbaik dengan biaya efisien terhadap masyarakat,” ujar dia.