Alat inovatif ini diciptakan oleh salah satu mahasiswi dan dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Tadulako, Andriaztika Lala dan Sahrul Saehana, yang terinspirasi dari tragedi gempa bumi dan tsunami yang melanda Kota Palu pada tahun 2018.
Alarm likuefaksi untuk mendeteksi dan memberikan peringatan dini terjadinya fenomena likuefaksi tanah, yang berpotensi menyebabkan amblesan dan kerusakan bangunan.
Alarm likuefaksi memanfaatkan sensor canggih untuk memantau perubahan kadar air tanah. Alat ini akan mengeluarkan sinyal peringatan dini berupa suara alarm dan lampu yang menyala ketika terjadi peningkatan kadar air tanah yang signifikan.
Siregar mengatakan bahwa pendaftaran alarm likuefaksi sebagai kekayaan intelektual juga menunjukkan komitmen Kemenkumham Sulteng dan DJKI dalam mendukung upaya pemerintah dalam melindungi segala aset daerah sebagai inventaris hak kekayaan intelektual di Provinsi Sulawesi Tengah.
Dengan adanya alat ini, dia berharap dapat memberikan waktu bagi masyarakat untuk menyelamatkan diri sebelum terjadi likuifaksi tanah.
Ia juga mengharapkan alat tersebut mampu meminimalisasi korban jiwa dan kerugian materi akibat bencana alam.
Baca juga: BPBD Ponorogo imbau warga waspadai bencana likuefaksi susulan
Baca juga: Pemkot Palu apresiasi penghijauan di lokasi eks likuefaksi Balaroa