"Hibah dapat menjadi insentif dalam aktivitas pengakhiran operasional PLTU batu bara, kompensasi, dan pelatihan bagi pekerja yang terdampak di sektor batu bara," ujar Manajer Program Ekonomi Hijau IESR Wira A Swadana di Jakarta, Selasa.
Namun demikian, porsi hibah dalam pembiayaan Just Energy Transition Partnership (JETP) tergolong terbatas, hanya 1,4 persen dari total pembiayaan.
Sementara, 6,9 miliar dolar AS pembiayaan lunak pada JETP dapat digunakan untuk kompensasi potensi kerugian yang timbul dari pengakhiran operasional PLTU batubara, pembangunan infrastruktur energi terbarukan, dan insentif bagi pengembang energi terbarukan untuk mendukung transisi pekerja sektor batubara ke energi terbarukan.
Wira mengingatkan bahwa Indonesia telah menandatangani Deklarasi Solidaritas dan Transisi Berkeadilan Silesia pada 2018, sehingga terikat untuk menyiapkan dan memastikan proses transisi energi yang efektif dan inklusif bagi para pekerja.
“Salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan dalam transisi energi adalah bagaimana membangun resiliensi masyarakat di tingkat lokal. Contohnya, di sektor tambang batu bara," ujarnya.
Sementara itu, Koordinator Pembiayaan Berkelanjutan IESR Farah Vianda mengungkapkan perlunya perencanaan awal dan mobilisasi kapasitas pendanaan dan institusi untuk mempersiapkan pekerjaan baru dan memberdayakan para pekerja terdampak di sektor batubara.
Dengan demikian, pihaknya mengusulkan pemerintah untuk membentuk tim khusus untuk membuat isu transisi berkeadilan ini menjadi prioritas, peningkatan kapasitas dalam perencanaan, hingga serta sistem tata kelola dan perlindungan lingkungan.
Baca juga: Di Paris, Menteri ESDM paparkan energi bersih untuk masyarakat
Baca juga: PLN Nusantara Power berhasil pangkas 17 juta ton emisi CO2
Baca juga: RI jajaki kerja sama dengan EU Commissioner soal transisi energi