Beijing (ANTARA News) - China harus "membayar" kemajuan ekonominya cukup mahal: 25 provinsinya dikurung kabut pekat polutan hingga angka PM2,5-nya mencapai 350-an, melebihi batas sangat membahayakan kesehatan menurut standar WHO.


Ke-25 provinsi di China yang diselimuti kabut polutan itu kebanyakan di wilayah timur dan selatan negara komunis yang agresif mengklaim sepihak kepemilikan Laut China Selatan dan kini memberlakukan sepihak wajib lapor identifikasi di wilayah udara Kepulauan Senkaku milik Jepang.




China memiliki 36 provinsi (menurut klaim Beijing, termasuk Taiwan, Macau, dan Tibet serta Mongolia) dengan populasi penduduk terpadat ada di pantai timur negara kontinental itu.




Media setempat, Jumat, melaporkan kabut tebal polutan menyebabkan jarak pandang hanya sepuluh meter di beberapa wilayah tersebut, sehingga mengganggu lalu lintas dan kesehatan masyarakat setempat.




WHO memiliki standar PM2,5 (kandungan partikel padat terlarut di udara berukuran maksimal 2,5 mikron) optimum untuk kesehatan cuma 20 sementara di atas 300 sudah sangat membahayakan kesehatan manusia.




Banyak sekolah ditutup untuk mencegah siswa dan gurunya sakit, sebagaimana juga bisa terjadi pada orangtua yang mengantar siswa-siswa itu. Masyarakat juga mengurangi aktivitas luar ruang mereka.


Biro Pusat Cuaca setempat mengeluarkan tanda peringatan waspada untuk tiga hari mendatang. Instansi pemerintahan China ini semata-mata mengandalkan tiupan angin untuk mengusir partikel udara polutan itu.




Pabrik-pabrik dan pusat-pusat industri di China diketahui sejak awal tidak mengindahkan standar pengamanan lingkungan hidup; limbah cair, padat, dan gas berbahaya dengan persistensi tinggi dibiarkan dibuang tanpa pengolahan memadai sesuai standar internasional.




Harga produk-produk buatan pabrik-pabrik kelas menengah-bawah di China memang bisa ditekan menjadi sangat murah karena banyak komponen biaya produksi direduksi. China juga sangat mahir mengopi banyak produk yang sudah ternama di dunia.




Produk-produk dengan ketahanan seadanya itu kemudian diekspor ke mana-mana, di antaranya Afrika, Amerika Latin, dan Asia Tengah.