Jakarta (ANTARA) - Deputi Advokasi, Penggerakan, dan Informasi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sukaryo Teguh Santoso meminta posyandu mengejar pengukuran balita pada sistem elektronik pencatatan dan pelaporan gizi berbasis masyarakat (EPPGBM) untuk mencapai target penurunan stunting 14 persen di tahun 2024.

"Untuk mencapai 14 persen di tahun 2024, kuncinya bagaimana balita dapat terukur dengan baik. Sekarang kan ada EPPGBM, harapannya posyandu dapat mendukung itu, artinya, partisipasi keluarga terhadap posyandu harus ditingkatkan, paling tidak mencapai di atas 90 persen, sekarang masih jauh di bawah itu," kata Teguh saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin.

Teguh menyampaikan hal tersebut dalam rangka memperingati Hari Posyandu Nasional setiap 29 April.

Ia menegaskan, pemerintah daerah dapat menggerakkan kelompok kerja nasional (pokjanal) posyandu untuk menggerakkan masyarakat agar datang ke posyandu, misalnya melalui para tokoh agama, atau mengumumkan tanggal posyandu lewat tempat-tempat ibadah.

"Pokjanal itu dipimpin langsung oleh bupati/wali kota, dengan keterlibatan tim penggerak PKK, dan lain sebagainya. Ini harus digiatkan lagi, artinya kalau ditetapkan posyandu tanggal berapa, maka H-7, H-3, ada woro-woro, ini kan penting, penggerakan masyarakat, melalui tokoh-tokoh masyarakat, tempat-tempat ibadah yang ada di daerah, dalam konteks penggerakan masyarakat," katanya.

Menurutnya, posyandu tidak akan berjalan tanpa ada program-program intervensi dari pemerintah daerah yang benar-benar menyentuh masyarakat.

"Nah, yang punya program intervensi kan dinas-dinas yang ada di pemerintahan itu sendiri, maka program-program seperti pemberian makanan tambahan, imunisasi, keluarga berencana, betul-betul dilaksanakan, tidak di atas kertas dalam bentuk anggaran saja. Jadi betul-betul sampai ke mulutnya balita, mulutnya ibu hamil," katanya.

Dalam rangka upaya penurunan stunting, posyandu juga mesti meningkatkan cakupan partisipasi masyarakat, sehingga posyandu dapat menjadi pusat pelayanan dasar keluarga yang berbasis gotong royong.

"Jadikan posyandu sebagai pusat pelayanan dasar keluarga, atau yang berbasis pelayanan di masyarakat paling bawah, karena gotong royong itulah posyandu," katanya.

Saat ini, lanjut Teguh, posyandu telah berkembang menjadi pusat pelayanan yang tidak hanya menangani pasien (ibu hamil dan balita) secara fisik, tetapi juga non-fisik.

"Karena urusan anak ini, kalau posyandu kan memang kiprah awalnya bagaimana mewujudkan kesehatan fisik, saat ini sudah berkembang bahwa kesehatan itu tidak hanya fisik tetapi juga non-fisik, termasuk perkembangan kejiwaan di posyandu," katanya.

Adapun BKKBN juga telah mengintegrasikan posyandu dengan program Bina Keluarga Balita Holistik Integratif (BKB HI).

"Sudah sejak lama juga program yang diampu oleh BKKBN dalam hal BKB, program pendidikan karakter sejak dini -TK/SD-, konsentrasinya BKKBN punya program BKB diintegrasikan dengan posyandu, namanya BKB Holistik Integratif -HI-," katanya.

BKB HI tersebut menyasar keluarga yang memiliki balita, dengan penyuluhan dan edukasi tentang pola asuh, pendidikan karakter, dan materi-materi tentang pembangunan keluarga melalui kader posyandu didampingi kader BKB.

"Jadi, setelah ada kegiatan penimbangan, pencatatan, penyuluhan, di kegiatan penyuluhan, BKB ada setting tersendiri, dengan aspek-aspek yang terkait dengan tumbuh kembang balita, itu sebagai bagian dari edukasi keluarga di dalam posyandu," kata Teguh.