pengesahan RPP tersebut menjadi satu-satunya peraturan pemerintah amanat dari Undang-undang Nomor: 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas yang belum terpenuhi.
Peraturan Pemerintah itu, lanjut dia, menjadi bukti kehadiran sekaligus dukungan negara bagi kesejahteraan kelompok disabilitas melalui pemberian bantuan tunai maupun potongan biaya sesuai dengan hambatan yang dimiliki oleh para penerima manfaat.
Kikin mengatakan, kelompok disabilitas sangat mengharapkan adanya konsesi dan insentif dari pemerintah tersebut, mengingat mereka memiliki kebutuhan tambahan yang harus dipenuhi, seperti pengobatan dan pemeriksaan kesehatan hingga penggantian alat bantu secara berkala yang tentu biayanya tidak murah.
Tidak hanya itu, pihaknya juga menghitung biaya mobilitas bagi kelompok disabilitas juga berada di atas rata-rata pengeluaran masyarakat pada umumnya, karena pilihan transportasi bagi disabilitas sangat terbatas, tidak sedikit dari mereka yang terpaksa harus selalu menggunakan taksi online karena disabilitas yang dimiliki.
“Teman-teman penyandang disabilitas itu life cost-nya jadi jauh lebih tinggi. Misalnya, kita sama-sama mendapatkan gaji 5 juta, pasti biaya saya lebih besar dibandingkan yang tidak disabilitas karena saya harus mengganti alat batu di sekian waktu tertentu. Belum lagi, saya kalau mau pergi tanpa pendamping hanya bisa pakai go car,” katanya.
Karena itu, ia menegaskan negara punya kewajiban untuk memberikan konsesi maupun insentif sebagai bentuk kesetaraan hak bagi setiap Warga Negara Indonesia yang telah diatur dalam undang-undang, termasuk kelompok rentan seperti penyandang disabilitas.