Jakarta (ANTARA) - Kepala Pusat Riset Politik BRIN Athiqah Nur Alami memandang strategi Prabowo dalam menjalankan pemerintahan kemungkinan menggunakan strategi yang sama seperti Presiden Joko Widodo (Jokowi) berupa ketiadaan oposisi yang nyata dan kuat. "Koalisi pemerintahan yang begitu gemuk dan ketiadaan atau lemahnya oposisi, maka proses check and balances yang proper tidak akan terjadi," ujarnya dalam diskusi bertajuk "Quo Vadis Demokrasi Indonesia Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi" yang dipantau dari Jakarta, Senin.

Pernyataan Athiqah itu bukan tanpa alasan melihat Prabowo Subianto yang sangat aktif dan gencar membangun koalisi, tidak hanya dengan partai politik yang mendukungnya, melainkan juga partai politik pendukung pasangan calon lain seperti Nasdem dan PKB.

Bahkan Nasdem dan PKB sudah menyatakan sikap mendukung pemerintahan Prabowo.

Baca juga: BRIN minta elit politik belajar sejarah Pemilu 1955 junjung konstitusi
Menurut Athiqah, koalisi pemerintahan yang gemuk berisiko menurunkan kualitas demokrasi. Kondisi itu mengancam kelangsungan dan masa depan demokrasi di Indonesia.

Pada 22 April 2024 Mahkamah Konstitusi (MK) membacakan putusan perihal sengketa perselisihan hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2024.

MK menolak sengketa Pilpres 2024 yang diajukan pasangan calon nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan pasangan calon nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

Dengan adanya putusan MK tersebut, kemudian Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming merupakan pemenang dari kontestasi Pemilu 2024 dan ditetapkan menjadi presiden dan wakil presiden Indonesia periode 2024 sampai 2029.

Baca juga: Peneliti: PDIP paling berpengaruh dalam percaturan politik Indonesia
Peneliti Pusat Riset BRIN Lili Romli mengatakan jika nanti oposisi lemah selama zaman pemerintahan Prabowo, maka DPR akan mandul.

Berbagai kebijakan yang dibuat berpotensi selalu merugikan kepentingan rakyat dan membela kepentingan oligarki.

"Lima tahun Pemerintahan Jokowi sudah membuktikan, ketika tidak ada oposisi yang signifikan. Kalau yang terjadi nanti pasca-pelantikan 20 Oktober, partai politik mayoritas bergabung, saya memiliki keyakinan DPR akan mandul," ucap Lili.

Lebih lanjut dia menyatakan bahwa harapan tinggal pada PDI Perjuangan dan PKS untuk tetap berdiri sebagai partai oposisi yang tidak tergoda.

Baca juga: Peneliti politik: PDIP dan PKS harapan terakhir jadi partai oposisi