Beirut (ANTARA News) - Ketua Hisbullah Hassan Nasrallah menyebut Arab Saudi berada di balik dua serangan bom terhadap Kedutaan Besar Iran di Beirut yang menewaskan 25 orang bulan lalu.
Brigade Abdullah Azzam, organisasi yang berafiliasi kepada Alqaeda dan menyatakan bertangggungjawab atas serangan itu "memiliki seorang emir dan dia ini seorang Saudi, dan saya yakinkan bahwa organisasi ini terkait dengan dinas intelijen Saudi yang mengarahkan grup-grup seperti ini di beberapa bagian dunia," tuduh Nasrallah kepada televisi Lebanon, OTV.
Hisbullah dan Iran mendukung pemerintahan Presiden Bashar al-Assad, sedangkan Arab Saudi mendukung pemberontak Suriah.
Serangan bom 18 November ke Kedubes Iran itu terjadi menyusul ofensif besar-besaran pemerintah Suriah ke beberapa front penting dalam perang Suriah yang brutal, di antaranya Damaskus dan Aleppo.
Sehari setelah serangan bom ke Kedubes Iran itu, Saudi mengutuknya sebagai tindakan pengecut dan teroris.
Nasrallah menyatakan pemboman Kedubes Iran yang berada di basis Hisbullah di selatan Beirut itu ada kaitannya dengan kemarahan Saudi terhadap Iran menyangkut kegagalannya di Suriah.
"Saudi Arabia membuat Iran harus menanggung konsekuensi dari kegagalan rencananya di kawasan itu," kata Nasrallah.
"Ketika Teheran bertahun-tahuan berupaya membuka pintu (negosiasi) dengan Arab Saudi, pihak lain yang malah menutup semua pintu dan jendela adalah Arab Saudi," kata Nasrallah. "Masalahnya adalah Arab Saudi sejak awal menganggap Iran sebagai musuh."
"Arab Saudi ingin menjadi pemimpin dunia Arab dan muslim, dan menolak setiap sekutu atau penyandingnya. Saudi ingin semua pemerintahan di dunia Arab dan muslim mengikuti perintahnya."
Nasrallah mengatakan kesepakatan nuklir antara Iran dengan kelompok negara besar P5+1 telah menunda peperangan (Saudi melawan Iran), kendati kesepakatan itu hanya sementara.
Di bawah kesepakatan sementara yang ditandatangani pada 24 November bersama Amerika Serikat, Prancis, Inggris, China dan Jerman, Iran setuju membatasi pengayaan uranium dengan kompensasi pengurangan sanksi PBB dan Barat.
Pemerintah Saudi dengan hati-hati menyebut kesepakatan itu sebagai langkah pertama menuju solusi komprehensif untuk program nuklir Iran "jika Iran memang beritikad baik".
Dalam front lain, Nasrallah mengakui bahwa Hisbullah memang ikut berperang di Suriah yang disebutnya demi melindungi Lebanon.
"Apabila Suriah jatuh ke tangan pemberontak, bagaimana masa depan Lebanon nanti?" tanya Nasrallah. "Kami pergi ke Suriah untuk melindungi semua yang ada di Lebanon."
Nasrallah mengatakan keputusan itu murni keputusan Hisbullah, bukan atas arahan Iran.
"Kami tak memasuki Suriah atas arahan Iran. Ini keputusan kami, dan kami memang menginformasikan soal ini kepada saudara-saudara kami di Iran," kata dia seraya menyatakan dengan terjun ke Suriah maka bisa mencegah dampak konflik Suriah ke Lebanon.
Sikap Lebanon sendiri terpecah dalam soal perang di Suriah, kendati sikap resmi pemerintah adalah netral.
Suriah pernah mendominasi Lebanon secara militer dan politik selama 30 tahun sampai 2005.
Saudi dituduh dalangi pemboman Kedubes Iran
4 Desember 2013 08:11 WIB
Pemimpin Hisbullah Lebanon Sayyed Hassan Nasrallah (REUTERS/Hasan Shaaban)
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2013
Tags: