Jakarta (ANTARA News) - Kejaksaan Agung telah mengeluarkan berbagai kebijakan dan langkah terkait reformasi birokrasi dan pengawasan internal Kejaksaan RI.

Menurut Jaksa Agung, Basrief Arif, salah satunya mengeluarkan Peraturan Jaksa Agung dan Petunjuk Pelaksanaan Jaksa Agung Muda Pengawasan yang memberikan kewenangan kepada jajaran pengawas, pusat dan daerah, untuk melakukan pengawasan terhadap semua unsur di Kejaksaan sejak dari perencanaan hingga pelaksanaan kegiatan.

"Peraturan Jaksa Agung dan Juklan Jaksa Agung Muda Pengawasan juga mengatur tentang proses penyelesaian laporan pengaduan dan mengatur tentang pengawasan melekat yang dilakukan oleh pejabat struktural dua jenjang dibawahnya," ucap Basrief di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa.

Basrief juga mengatakan, pihaknya telah menyusun Peraturan Jaksa Agung, dan Juklak Jaksa Agung Muda Pengawasan tentang Kode Perilaku Jaksa. Selain itu, pada 25 November 2013 lalu, Kejagung telah mencanangkan pembangunan zona integritas menuju wilayah bebas korupsi dan wilayah birokrasi bersih dan bersifat melayani.

"Pada pelaksanaannya berpedoman pada Peraturan Menteri PAN-RB tentang Pedoman Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas Korupsi, dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani di Lingkungan Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah," ujarnya.

Adapun implementasi pencangan zona integritas dimaksud, kata Basrief, dilakukan dengan memenuhi indikator utama program pencegahan korupsi, yakni dengan melakukan penandatanganan dokumen pakta integritas, menyampaikan laporan harta kekayaan pejabat negara, akuntabilitas kinerja, laporan keuangan, kode perilaku jaksa, dan whistle blower system.

"Juga ada program pengendalian gratifikasi kebijakan penanganan konflik kepentingan, program inisiatif anti korupsi, post employment policy, dan pelaporan transaksi keuangan yang tidak wajar oleh PPATK," katanya.

Basrief juga menyatakan, Kejaksaan berusaha memenuhi enam unsur indikator penunjang, yakni promosi jabatan secara terbuka, rekruitmen secara terbuka, mekanisme pengaduan masyarakat, e-procurement, pengukuran kinerja individu, dan keterbukaan informasi publik. Di mana itu semua menjadi output dari birokrasi yang efektif, efesien, bersih dan bersifat melayani.

"Selain itu, Kejaksaan Agung memberi penilaian prestasi kinerja terhadap kejaksaan negeri, kejaksaan negeri, jaksa, dan pegawai tata usaha," ucapnya.

Terhadap kasus korupsi yang ditangani Kejaksaan dan banyak yang terkesan mandeg, ia mengatakan, persoalannya bukan mandeg, tapi mengumpulkan alat bukti untuk kasus-kasus tersebut.

"Soal mandeg itu relatif, persoalannya soal alat bukti. Kita menyidik satu kasus tentu dengan alat bukti yang cukup. Kalau seandainya belum ditemukan bukti belum bisa kita tingkatkan ke penunutan. Masalah mandeg itu relatif," ujarnya.(*)